Mencerna apa yang dimakan, menyaring menjadikannya nutrisi, nutrisi kehidupan^^v

Bismillah...proses belajar yang terus-menerus, seharusnya menjadikan diri semakin produktif, insya Alloh...

Jumat, 23 Juli 2010

Perkembangan islam di indonesia

Perkembangan islam di indonesia – Agama Islam masuk ke Indonesia dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian diteruskan ke daerah pedalaman oleh para ulama atau penyebar ajaran Islam. Mengenai kapan Islam masuk ke Indonesia dan siapa pembawanya terdapat beberapa teori yang mendukungnya. Untuk lebih jelasnya silahkan Anda simak uraian materi berikut ini

A. Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di indonesia

Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara.
Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut, silahkan Anda simak uraian materi berikut ini.

1. Teori Gujarat

Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.

b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.

c. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat. Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.

Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda simak teori berikutnya.

2. Teori Makkah

Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir).
Dasar teori ini adalah:

a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.

b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. SedangkanGujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.

c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir. Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak

3. Teori Persia

Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti:

a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.

b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.

c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda- tanda bunyi Harakat.

d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.

e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.

Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India). Demikianlah uraian materi tentang proses masuknya Islam ke Indonesia.

Proses masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan jalan damai melalui beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti yang dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat. Pedagang tersebut berinteraksi/bergaul dengan masyarakat Indonesia. Pada kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan ajaran Islam. Selanjutnya diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap, atau mendirikan perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan Pekojan. Dengan adanya perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering bahkan
ada yang sampai menikah dengan wanita Indonesia, sehingga proses penyebaran Islam semakin cepat berkembang.

Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.

Pondok pesantren adalah tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan masyarakat menimba ilmu agama Islam. Setelah tammat dari pondok tersebut, maka para pemuda menjadi juru dakwah untuk menyebarkan Islam di daerahnya masing- masing. Di samping penyebaran Islam melalui saluran yang telah dijelaskan di atas, Islam
juga disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan ataupun wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah diterima oleh rakyat Indonesia.

Proses penyebaran Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:

1. Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa Timur.

2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.

3. Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim, menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).

4. Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan Islam di daerah Gresik/Sedayu.

5. Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik)

6. Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus.

7. Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam di daerah Demak.

8. Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan islamnya di daerah Gunung Muria.

9. Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat (Cirebon)

Demikian sembilan wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah


http://www.membuatblog.web.id/2010/02/perkembangan-islam-di-indonesia.html

Aktivis Dakwah Kampus Sebagai Agents of Change

[perjuangan dakwah bukan karena hanya bersumber dari dalam diri ]

perjuangan dakwah bukan karena hanya bersumber dari dalam diri
Sangat kontras yang terjadi ketika berada pada tahap-tahap transisi dari dunia sekolah ke dunia kuliah.Ketika sebuah kemandirian sangat diperlukan, ketika sosok kedewasaan mulai terbentuk maka butuh proses yang cukup panjang untuk menggapai idealism tersebut.

Ketika pertama saya memasuki dunia perkuliahan ternyata keadaan sungguh berada di luar batas pemikiran awal.sebelumnya saya juga mengira ketika sebuah perhelatan di dunia kampus itu penuh dengan tantangan dan perjuangan hanya ada dalam masalah tugas dan tugas.

Namun ternyata semua itu akan berlanjut dengan dengan irama yang sama ketika hanya berfokus pada pencapaian prestasi dalam kuliah saja.Artinya bahwa kuliah dan belajar di kampus itu adalah proses yang dapat dikatakan statis karena sebuah konsep dan teorinya tidak banyak berubah dari yang di ajarkan dan semuanya itu bergantung kepada kita yang mengembangkannya. Awal mula menjadi aktivis

Tidak ada niat awal untuk bergabung dengan organisasi khususnya dalam organisasi keislaman.Tidak juga karena ikut-ikutan lalu menjalani prose itu semua.Namun semuanya itu berjalan sinergi dengan kebutuhan akan aktualisasi diri terhadap pentingnya ad-din.

Terasa berat memang perjuangan untuk merubah diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.Seorang ikhwan seyogyanya akan menunjukkan sikap dan akhlak yang baik kepada orang lain dan diri sendiri tentunya dengan menjaga pembicaraan, mata, telinga, kaki dan tangan serta yang utama yakni hati.Dinamika keimanan juga sering terjadi saat awal-awal mengikuti segala macam aktivitas yang berhubungan dengan dakwah kampus.Mulai dari tarbiyah seperti pesantren kilat, halaqoh, ceramah, syuro dan sebagainya bukanlah menjadi sebuah aksi yang asing bagi sosok aktivis.

Saat awalnya juga tentu terdapat sebuah pandangan yang berbeda ketika aktivitas dakwah dibandingkan dengan organisasi umum lainnya.Jelas sudah bahwa dalam sebuah susunan acara apapun terdapat pembatas ataupun hijab antara seorang akhwat dan ikhwan dan pengalaman ini sebenarnya merupakan pengalaman pertama yang saya tinjau dan rasakan sendiri dalam kegiatan2 islami.Hubungan komunikasi serta interaksi antara ikhwan dan akhwat memang harus dijaga dengan benar.

Saya juga merasa asing dengan cara bersosialisasi seperti ini namun berjalan seiring waktu saya mulai memahami ini semua karena sesungguhnya kita idealnya harus menjalankan ajaran islam secara kaffah(sepenuhnya),tidak mencampuradukkan antara hak dan yang batil.

Terkadang akal ini berfikir di luar batas pemikiran, terkadang merasa bosan dan jenuh dengan kegiatan dan aktivitas dakwah ini.Namun dorongan untuk selalu beristiqomah sesungguhnya dapat mengalahkan keinginan-keinginan semu yang membawa diri ini kejalan yang salah.Perasaan tidak dihargai, diacuhkan,dianggap tidak bermanfaat dalam sebuah keanggotaan biasanya menjadi penyebab kelemahan ini semua.Jika memang tidak dibentengi dengan kemimanan yang cukup maka sulit memang untuk terus bertahan di jalan dakwah.

Dari dalam keluarga sendiri sebenarnya banyak hal yang perlu di ubah.Yang terutama ialah sebuah system budaya dan kebiasaan yang dilakukan oleh orangtua yang tidak sejalan dengan islam.

Sebagian mungkin karena tidak mengetahui hukumnya namun sebagian lagi juga karena kurangnya motivasi intrinsic untuk terus istiqomah di jalan islam.dan sesungguhnya tugas seorang aktivis adalah untuk memberikan ilmu yang bermanfaat kepada orang lain khususnya diri sendiri dan orangtua.Namun perlu juga diperhatikan bahwa tujuan dakwah adalah untuk mengajak orang lain untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Bukan malah akan semakin menjauh-Nya.

Begitu beratnya perjuangan dakwah bukan karena hanya bersumber dari dalam diri saja.Sesungguhnya sebuah ilmu yang kita ajarkan pada orang lain tidak selalu diterima oleh orang lain.Jika dakwah hanya sebuah proses untuk sekedar member tahu ilmu islam kepada orang lain dan berhenti hanya sampai disitu maka perjuangan dakwah tidaklah seberat yang dirasakan para murabbi.

Namun meskipun seberat apapun perjuangan yang harus dilalui tersebut kita wajib untuk menyampaikan risalah yang dibawa oleh rasulullah saw. Kepada umat manusia karena sesungguhnya kita semua adalah seorang da’i yang menjadi apapun sehingga kita menjadi seorang pribadi-pribadi muslim yang berjiwa pemimpin.Sehingga dunia ini dapat dikuasai oleh seorang amir yang berkarakter kuat dan bias bersikap mandiri.

Satu hal yang kuingat dari murobbi adalah bahwa beliau mengatakan bahwa proses dakwah merupakan sebuah proses yang tidak pernah berhenti sampai kapanpun hingga kita menutup mata kelak.Sebagai contoh ketika kita telah menjerumuskan diri di jalan yang benar yakni di jalan dakwah sebaga seorang aktivis dakwah maka proses yang tentunya akan dilakukan adalah sebuah proses yang namnya liqo, mentoring atau halaqoh.Karena proses belajar agama adalah sebuah proses yang berlangsung terus menerus.Tidak ada kata usai, lelah, capek, dsb.

Alllah swt. Berfirman di dalam al-qur’an sbb :

Wahai orang-orang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).
QS. al-Anfal (8) : 15

Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.
QS. al-Anfal (8) : 16

Dari kedua ayat tersebut dapat kita simpulkan juga bahwa ketika kita telah terjun di dunia dakwah maka kita harus siap untuk selalu komitmen di jalan dakwah dan memang hal ini merupakan hal yang susah karena godaan syetan itu akan semakin besar ketika keimanan seseorang itu semakin meningkat.Jalan dakwah memang merupakan jalan yang berat untuk dilalui oleh karenanya sangat sedikit orang yang mau untuk benar-benar bertahan dalam dunia dakwah.Namun beruntungla kita karena termasuk kedalam golongan orang-orang yang sedikit.

Kecurigaan orang tua terhadap kita mungkin sesekali terjadi di awal kita mulai bergabung denga n lembaga dakwah kampus.Mereka khawatir jika kita melupakan kegiatan kita dikampus sebagai seorang mahasiswa yang harus menyelesaikan mata kuliah setiap harinya atau takut ketika nanti mendapatkan ip yang tidak memuaskan pula.Dan yang lebih rumitnya juga ketika orangtua kita mencurigai sebagian aktifitas dalam LDK sebagai sebuah proses yang mengarah kepada kesesatan.tapi ketika kita mampu untuk memberikan penjelasan yang baik kepada orangtua kita mengenai perlunya berorganisasi dan khususnya dalam kawah islam maka insyaallah orangtua kita akan memberikan izin kepada kita untuk melakukan aksi dakwah.

Intinya adalah bahwa perjuangan dakwah bukanlah merupakan sebuah perjuangan yang mudah saja untuk dilakukan, banyak halangan dan rintangan berupa bongkahan batu-batu besar yang harus kita singkirkan untuk dapat memuluskan perjalanan kita untuk menuju Allah swt.Dan ingat bahwa dalam menyingkirkan batu besar tersebut kita tidak dapat melakukannya sendirian namun kita harus bersama-sama melakukan perubahan tersebut yang diwadahi dengan sebuah lembaga yang memiliki sebuah system yang teratur dan birokrasi yang jelas.
wallahu alam bishowab.

Oleh : Imam Setiawan
Mahasiswa psikologi Universitas sumatera utara

@ NHIC

Hadri Tabligh Akbar "Menguak Tabir Misteri Prgerakn NII" Senin 26jul10 pkl 08.00@nh..brsma:1.ustadz mu'in (FUJAMAS).2.Ustad zainal(MUI Surkrta).3.Ken setiawan(NII Center Surakrta).Kntribusi:3rbu.
DONT MISS IT!
By:SKI FKIP UNS

Cp:085647390439

[ Dalam Dekapan Cinta Part 10 }

Berlari dalam angan
Melaju dalam fikiran
Kemudian lantang dalam perjalanan
Kini, kuhirup nafas-nafas kehidupan
Dalm riak-riak kehidupan
Aku berjalan tersusur
Lalu melangkah dalam cinta

Mendekap dalam baying semu
Penuh kerancuan dalam kehidupan
Kini, lelah tetapkan menjadi lelah
Hingga aku sendiri yang mengubahnya menjadi kelelahan yang takkan sirna
Padam dan menghanyutkan dalam rasa

Aku akan tetap di sini
Di sini menunggu dan menanti
Selalu selamanya

[ Dalam Dekapan Cinta Part 10 }

Selasa, 13 Juli 2010

FORBES LDK UNS

Aku tak mau denganmu,
Aku tak mau berdakwah denganmu
Jika kamu, tak mengajarkan aku...
Tentang Al Amal
Agar aku tegar mendaki jalan yang terjal
agar aku kuat bergerak menembus aral

Aku tak mau denganmu,
Aku tak mau berdakwah denganmu
Jika kamu, tak mengajarkan aku...
Tetang Al Jihad
Agar aku beramal dengan penuh tekad
Walaupun harus melintasi jalan yang pekat
Agar aku bergerak dengan penuh semangat
Agar aku kuat
Agar aku hebat
Agar aku tegar memberantas maksiat

Aku tak mau denganmu
Aku tak mau berdakwah denganmu
Jika kamu,tak mengajarkan aku
Tentang Tadzkhiyah
Agar tekadku tak mudah goyah
Agar aku pun semakin tahu,jalan ini tidak mudah
Penuh peluh,air mata, bahkan darah
Katamu, itu hakikat dari dakwah
Berkorban, terkorban, berdarah-darah.
Penuh capek, letih dan lelah
Tapi kulih...at, kamu tetap bergairah
Katamu,karena itu semua berbalas Jannah

Aku tak mau denganmu
Aku tak mau berdakwah denganmu
Jika kamu, tak mengajarkan aku
Tentang At Thoat
Ya, ajarkan aku tentang taat
Agar aku tentang sebuah hakikat
Bahwa gelora gerak kita akan kacau tanpa taat
Katamu,taat akan membuat dakwah kita jadi hebat
Pun kadang, taat bisa membuat hati tersayat
Karena kadang kita tidak selalu sepakat
Dengan keputusan yang telah dibuat

Aku tak mau denganmu
Aku tak mau berdakwah denganmu
Jika kamu, tak mengajarkan aku
Tentang Tsabat
Katamu, tsabat itu temannya taat
Ya, dakwah itu butuh keteguhan yang sangat
agar tak mudah terjerat
agar tak cepat terpikat.dengan godaan maksiat
hingga dakwah kita selamat
Aku tak mau denganmu
Aku tak mau berdakwah denganmu
Jika kamu, tak mengajarkan aku
Tentang Tajarud
agar aku punya totalitas untuk senantiasa ikut
dalam perjuangan dengan gelora yang tak kenal surut
agar semangat ini tak pernah luruh dan larut
.hingga ajal menjemput

Aku tak mau denganmu
Aku tak mau berdakwah denganmu
jika kamu,tak mengajarkan aku
Tentang Ukhuwah
Katamu, ini yang paling indah dari dakwah
Bertemu sahabat satu aqidah
Bertemu saudara dari berbagai daerah
Tapi dengan tujuan hidup satu arah
Bertekad berjuang bersama meraih jannah
Kurasa, itu memang indah
Tapi katanya, merajut ukhuwah itu tidak mudah
Harus siap kecewa dan menahan amarah

Aku tak mau denganmu
Aku tak mau berdakwah denganmu
Jika kamu,tak mengajarkan aku
Tentang Ats Tsiqoh
Katamu,Perlu saling percaya agar barisan ini tidak roboh
Agar ukhuwah tadi semakin kokoh.

Senin, 12 Juli 2010

SAAT KUNYATAKAN CINTA

Bukan melati ia
Sedap mewangi langkahnya
Bukan mawar ia
Semangat selalu jika dipandang
Bukan anggrek ia
Yang cerdas dalam setiap langkah
Bukan kamboja ia
Kesholehannya tak kan pernah mati
Bukan kenanga ia
Hanya mimpi dan realisasi yang ada

Bukan lah ia sempurna dalam fisik
Namun subhanalloh dalam geraknya yang pasti
Ia ada dalam gelap nya malam

Ia ada dalam pekatnya rasa
Ia ada dalam gemuruh perjuangan
Ia ada dalam setiap nafasku

Selalu menyeruak dalam kedamaian

Ia haturkan nafas-nafas mewangi
Ia adalah tiang dalam negaranya
Ia adarah pusaka perjuangan
Ia adalah jiwa bagi derita yang menggelombang
Ia adalah anugrah
Ia wangi, tegar, serta berani dalam berjuang

Tak kuasa tubuhku menyangga beban dipundaknya
Aku hanya berharap Alloh meridhoi disetiap langkahnya
Aku mencintai seperti aku mencintai sumsum tulangku
Aku ingin menjaganya

Selalu Selamanya

( Dalam Dekapan Cinta Part 8 )

Penantian, 12072010

::: umi + bapak, aku dan adik menanti perubahan itu :::

JIWA-JIWAKU AKU JIWAKU

Aku ingin menulis
Tapi tak punya ide
Aku ingin menulis
Tapi tak kreatif
Aku benci
Aku marah
Kenapa ide tak kunjung datang
Kenapa kreatifitas tak kunjung menghampiri
Kenapa oh kenapa

Aku ingin menulis
Tapi kenapa mati ditengah jalan
Aku ingin kreatif
Tapi kenapa buntu
Hufh
Aku benci
Aku marah
Kenapa tidak ada darah seni
Kenapa tidak ada darah ilmiah
Kenapa tidak ada jiwa-jiwa sastrawan dalam diriku
Kenapa oh kenapa
Aku benci
Aku marah

Munafik kah aku?
Tal jernihkah fikriyahku?

Hoho, lah ini jadi tulisan
Tulisan gaya sastrawan intelektual
Yang berjiwa ilmiah
Kenapa oh kenapa

[ Dalam Dekapan Cinta Part 8]

Sabtu, 10 Juli 2010

BERDUA DENGANMU

Berdua denganmu
Aku bahagia
Berdua denganmu
Terasa dunia milik kita

Aku mencintaimu
Aku menyayangimu
Aku menjagamu selalu

Aku bernafas dengan kasihmu
Aku hidup dalam susuanmu
Aku bergantung padamu

Aku mencintaimu IBU
Aku menyayangimu IBU
Engkau hartaku
Engkau jiwaku
Engkau separuh nafasku

Aku bahagia denganmu IBU
Aku bersyukur lahir dari rahimmu
Aku mencintaimu IBU

Selalu selamanya

Kini,
Waktu menolakku
Kini
Dekapanmu mulai goyah
Kini
Engkau mulai rapuh

Tapi tidak dengan cintaku
Tapi tidak dengan sayangku

Aku akan menjagamu selalu IBU
Aku akan mencinyaimu selalu

Berdua denganmu indah
Berdua denganmu aku bahagia
Takkan kubiarkan engkau sendiri IBU
Aku denganmu selalu

::: Dalam Dekapan Cinta Part 7 :::

Penantian, 10072010
[ aku ikhlaskan dia bunda, aku yakin akan ada dia yang lain ]

AKU INGIN INGINKU

Aku ingin menulis
Aku ingin menulis
Dan menulislah aku

Aku ingin bergerak
Aku ingin bergerak
Dan bergeraklah aku

Aku ingin menulis lewat hati
Aku ingin menggerakkan jemari
Aku ingin dunia mengerti
Bahwasannya kami ada disini

Aku bergerak melangkah
Saat kukuatkan azamku
Saat kugetarkan imanku
Dengan kalimat Mu Ya robbi

Aku ingin terus bergerak
Aku ingin terus menulis
Bukan hanya lewat keyboard
Bukan hanya dengan kaki
Namun dengan hati ini
Disini
Di negeri ini

Aku terus memudar
Memekatnya cahaya malam
Dalam temaramnya lampu keramaian
Namun aku tetap ingin
Inginku ingin kupenuhi
Aku ingin tetap bergerak
Aku ingin tetap menulis
Lewat hati
Dengan simakan kalam Illahi Robbi

[ Dalam Dekapan Cinta Part 6 ]

::: aku masih mencintaimu dan kurindukanmu selalu :::

Penantian, 10072010

CERPEN : BUKAN DUA KAKI (KADO BUAT yg AKAN NIKAH

Shofa masih sibuk mengaduk-aduk masakan yang ada dalam panci. Tiba-tiba ia teringat, ini sudah jam 1 lewat. Segera ia menyalakan radio kecil yang berada di atas lemari makan dekat kompor. Shofa hampir tak pernah ketinggalan acara-acara yang diisi Ustadz Hanif. Setiap jam 5 pagi, sehabis Subuh, adalah acara rutin Shofa mendengarkan kuliah Subuh di Radio Al-Quds. Shofa bahkan hafal jam berapa dan acara apa saja yang diisi oleh Ustadz Hanif. Hal ini sudah berlangsung tiga tahun lebih.
Entah mengapa, Shofa merasa cocok sekali dengan ustadz yang satu ini. Kalau bicara tak pernah bertele-tele dan selalu mengena di hati. Apa saja yang dibahas pasti aktual, sesuai dengan masalah yang terjadi di sekitar. Kalau bicara tentang aqidah, Ustadz Hanif selalu tegas, tidak bisa ditawar-tawar. Tapi kalau membahas masalah ibadah, dengan sabar Ustad Hanif menjelaskan satu persatu pemecahan dari berbagai pendapat ulama. Biasanya ia merekomendasikan salah satu pemecahan yang punya dasar paling kuat. Walau begitu, ia tetap menyerahkan kepada pendengar, pendapat mana yang akan dipakai. Suatu penyelesaian yang cantik. Tidak fanatik terhadap satu pendapat tertentu.
"Shofa belum pulang?" sapa Bu Arif, pengurus TPA tempat Shofa mengajar.
Shofa menoleh, "Belum Bu. Masih memeriksa pekerjaan anak-anak."
"Bisa mampir ke rumah? Bapak mau bicara. Katanya penting tuh!"
"Sekarang Bu?"
Ya, kalau Shofa sedang tidak repot."
Shofa membereskan kertas-kertas yang berserakan di atas karpet masjid lalu berjalan mengikuti Bu Arif. Rumah Bu Arif tidak jauh dari masjid tempat Shofa dan beberapa orang temannya mengajar anak-anak TPA. Hanya beberapa puluh meter saja. Pak Arif dan Bu Arif adalah orang yang peduli dengan masalah keagamaan di kompleks itu. Mereka mempelopori dibukanya TPA. Pak Arif juga selalu menghimbau bapak-bapak di kompleks untuk shalat berjamaah. "Assalamu'alaikum," ucap Shofa dan Bu Arif berbarengan.
"Wa'alaikum salam," jawab Pak Arif dari dalam. "Silahkan masuk nak Shofa. Bagaimana nak Shofa, keadaan TPA sekarang?"
"Alhamdulillah Pak. Anak-anak semakin rajin. Jarang ada yang bolos. Mereka cepat menyerap apa yang saya ajarkan." jawab Shofa.
"Bagus! Bagus! Alhamdulillah." kata Pak Arif. "Begini nak Shofa, Bapak ingin bicara dengan nak Shofa bukan mau membahas TPA. Ada hal yang lain."
Pak Arif terdiam. "Begini nak Shofa.... Apakah nak Shofa sudah siap menikah?"
Shofa tersenyum. "Niat sudah ada. Usia saya sudah cukup Pak. Tapi... belum ada odohnya."
Hmmmm....... begitu ya," Pak Arif berdehem sambil mengelus-elus jenggotnya. "Bapak punya teman baik. Dia sangat sholeh dan sedang mencari pendamping hidup. Bapak dan Ibu berasa nak Shofa cocok dengan dia."
Ah Pak Arif bisa saja. Bagaimana Bapak tahu saya cocok dengan dia?" tanya Shofa tersipu.
Lho... Bapak dan Ibu kan sudah lama memperhatikan nak Shofa. Nak Shofa ini gadis yang sholehah dan pandai menjaga diri. Begitu pula dengan teman Bapak ini. Dia sholeh dan berakhlak baik. Nah... kalau begini, apa bukan cocok namanya? Iya tho Bu?" jelas Pak Arif.
Iya... iya!" Bu Arif manggut-manggit menimpali suaminya.
"Kalau nak Shofa setuju, Bapak bisa ajak teman Bapak kesini untuk dipertemukan dengan nak Shofa," Pak Arif melanjutkan. "Bagaimana nak Shofa?"
"Bapak ini kok langsung main tanya. Bapak kan belum cerita yang mau dikenalkan ini siapa, bagaimana," tukas Bu Arif. "Wah... dari tadi Bapak belum cerita ya? Teman Bapak ini masih muda. Lulusan S1 dan S2 dari Al-Azhar Kairo. Dia juga hafidz Al-Qur'an." "Hafidz Quran?" gumam Shofa dalam hati. Salah satu doa yang ia panjatkan adalah mendapatkan pasangan hidup yang hafal Al-Qur'an, karena ia sendiri sedang berusaha menjadi hafidzhoh.
"Sehari-harinya dia bekerja di Lembaga Pengembangan Dakwah, mengajar di beberapa tempat, sering mengisi ceramah. Dia mengisi acara di radio Al-Quds," papar Pak Arif.
"Radio Al Quds? Saya pendengar setia Radio Al-Quds lho Pak. Namanya siapa Pak, mungkin saja saya pernah mendengar," kata Shofa.
Namanya Hanif Ibrahim."
Deg! Jantung Shofa serasa berhenti berdetak selama sepersekian detik. Nama itu demikian dikenalnya dalam tiga tahun terakhir ini. Nama itu adalah salah satu tempat dirinya menimba ilmu tentang ke-Islaman lewat radio. Tausiyah-tausyiah melalui radio itu pula yang membuat Shofa jadi banyak berpikir, lalu berhijrah dan memutuskan untuk menjadi muslimah yang kaffah.
Bu Arif menangkap adanya perubahan pada rona wajah Shofa. "Ada apa Shofa?"
Saya sering mendengarkan beliau ceramah di radio."
"Nah... jadi sebetulnya sudah kenal tho, walaupun cuma dari radio," Pak Arif terkekeh. "Bagaimana, kapan nak Shofa siapbertemu Hanif?"
Kapan saja, terserah Bapak. Tapi saya harus cerita dulu kepada Ibu tentang masalah ini," jawab Shofa.
"Oohh.... ibumu sudah tahu. Kami sudah cerita. Malah Ibumu bilang kami suruh langsung tanya saja ke nak Shofa. Ibumu setuju kok," ujar Pak Arif.
Sepulangnya dari rumah kedua orang tua yang sudah dianggapnya keluarga itu, Shofa bagai tak percaya apa yang baru saja terjadi. "Benarkah Ustadz Hanif jodohku?" tanyanya dalam hati. Walaupun belum pernah bertemu, tapi Shofa merasa telah sangat mengenal Hanif. Diam-diam sebentuk kekaguman telah bersemayam dalam hatinya. Tidak ada cara lain bagi Shofa selain mengadukan permasalahannya ini kepada Allah. Dihabiskannya malam-malam panjang di atas sajadah dengan bermunajat. Dua bulan kemudian, tibalah saat pertemuan Shofa dengan Hanif. Hari itu Shofa tampak manis. Tubuhnya dibalut gamis biru dan jilbab lebar berwarna putih. Ia berjalan menuju rumah Pak Arif dengan penuh kemantapan hati, buah dari istikharahnya.
"Assalamu'alaikum," Shofa mengucap salam di depan pintu.
"Wa'alaikum salam. Nak Shofa ayo masuk. Pak Arif belum datang. Sedang menjemput Hanif," jawab Bu Arif. Sambil menunggu, Bu Arif memberikan wejangan bagaimana menjadi istri sholehah dengan mengutip beberapa ayat dan hadits. Shofa mendengarkan dengan takzim. Sesekali mengangguk.
Tiba-tiba, pintu ruang tamu terbuka lebar. Lalu muncul sesuatu yang tak disangka-sangka. Sebuah kursi roda yang berjalan tersendat karena membentur pintu, sesosok tubuh dengan satu kaki yang duduk di atas kursi roda, dan Pak Arif yang mendorong kursi roda sambil tersenyum.

Shofa terhenyak, memandang tak percaya. "Inikah Ustadz Hanif?" Berbagai gejolak rasa menyergap dengan cepat. Shofa berusaha menenangkan perasaannya. Suasana hening. Shofa bagai mampu mendengar suara detak jantungnya sendiri. "Nak Shofa, ini Hanif yang Bapak ceritakan dulu," kata Pak Arif memecah kesunyian.
"Assalamu'alaikum dik Shofa," kata Hanif.
"Wa'alaikum salam," jawab Shofa. Ah, suaranya tidak berbeda dengan di radio. Tetap berkharisma.
"Alhamdulillah, Allah mengijinkan kita untuk bertemu hari ini. Pak Arif mungkin sudah cerita, saya memang punya niat untuk melaksanakan sunnah Rasulullah yaitu menikah. Saya minta dicarikan calon oleh Pak Arif. Cuma.... memang keadaan saya seperti ini. Sebulan yang lalu saya kecelakaan. Mobil saya tabrakan dengan truk. Tangan kiri saya lumpuh dan kaki kiri harus diamputasi. Apapun yang terjadi sudah kehendak Allah. Kaki saya memang tidak bisa kembali. Tapi tangan kiri saya sedang diterapi. Kata dokter kemungkinan besar bisa pulih. Insya Allah, saya pun ingin tidak terlalu lama bergantung pada kursi roda. Kalau sudah membaik, saya akan menggunakan kruk saja." Kata-kata mengalir deras dari bibir Hanif.
Shofa mengangkat wajahnya sedikit dan melihat sekilas ke arah Hanif. "Subhanallah. Wajahnya tenang sekali. Bahkan berseri-seri. Ada keikhlasan yang terpancar dari wajahnya." bathin Shofa.
"Saya tidak heran jika dik Shofa tidak berkenan dengan keadaan saya. Inilah saya. Mungkin saya yang terlalu berani tetap berniat menikah dengan kekurangan fisik saya. Tapi, justru dengan kondisi ini saya sangat membutuhkan kehadiran seorang istri."
Shofa diam tak bergeming. Dihadapannya sekarang, duduk seorang laki-laki yang memiliki kelebihan-kelebihan yang didambakannya selama ini. Sosok seorang suami yang sempurna. Ilmu agamanya bagus, sholeh, berakhlak mulia, dan seorang hafidzh. Cita-cita Shofa adalah memiliki anak-anak yang menjadi generasi penghafal dan pengamal Al-Qur'an. Bukankah ustadz Hanif adalah sosok yang tepat? Kekurangannya hanya satu, fisiknya cacat tak sempurna.
"Hanif, mungkin nak Shofa belum bisa mengambil keputusan cepat-cepat. Dia tentunya perlu menimbang-nimbang. Kita beri saja waktu, mudah-mudahan nak Shofa bisa segera memberikan jawaban. Begitu ya nak Shofa?" Pak Arif berusaha menengahi suasana senyap di antara mereka.
Shofa masih saja diam tak menjawab. Sibuk berdialog dengan bathinnya. Tiba-tiba saja Shofa mengangkat wajahnya. "Saya sudah sholat istikharah sejak pertama kali Pak Arif mau mengenalkan saya dengan Ustadz Hanif. Saya punya satu pertanyaan untuk Ustadz Hanif."
"Silahkan dik Shofa, saya akan coba menjawab," kata Hanif.
"Untuk dapat membawa istri dan anak-anaknya ke dalam surga, apakah seorang laki-laki harus mempunyai dua kaki?" tanya Shofa.
Hanif tersenyum. "Tentu saja tidak. Bukan butuh dua kaki. Yang dibutuhkan adalah landasan aqidah, ibadah dan akhlak yang lurus dan kuat. Dan juga kemampuan untuk mendidik."
Shofa memandang bergantian ke arah Pak Arif, Bu Arif dan Hanif. Bibirnya membiaskan senyum yang lebar.
"Saya udah mantap. Saya tidak membutuhkan suami dengan dua kaki."
Alhamdulillah!" berbarengan Pak Arif, Bu Arif, dan Hanif berseru.
** Resepsi pernikahan baru saja usai. Shofa mendorong kursi roda Hanif menuju kamar pengantin. Kedua pengantin itu berwajah cerah ceria. Hanif begitu tampan dan gagah dengan jas dan kopiah hitam. Shofa tampak cantik, bergaun putih dan jilbab yang diberi rangkaian melati. Hanif meletakkan tangannya di atas kening istrinya, lalu membaca doa, "Dengan nama Allah, jauhkanlah kami dari godaan syetan dan dekatkanlah dengan apa yang Engkau rizkikan, anak-anak kepada kami."
Shofa menggamit dan mencium tangan suaminya dengan takzim. "Kak Hanif, boleh Shofa mengutarakan sesuatu?" tanya Shofa.
Boleh. Apa itu?" Hanif tersenyum lebar.
"Shofa cinta Kak Hanif karena Allah," Shofa bicara sambil menunduk malu-malu.
Kak Hanif juga cinta dik Shofa karena Allah." Hanif menyentuh dagu Shofa, mengangkat wajahnya. Mereka bertatapan. Lekat. Ada debur yang menggelora di jiwa mereka berdua. "Lho kok nunduk. Kita sudah resmi suami istri. Pandang kak Hanif dong!" Hanif menggoda Shofa. Shofa memandang Hanif tersipu.
Ayo kita sholat dulu," kata Hanif.
Shofa bantu kak Hanif wudhu ya," Shofa langsung beranjak dari duduknya dan mendorong kursi roda kekasih jiwanya ke kamar mandi.
Bersama percikan air wudhu yang menetes, Allah tebarkan rahmat dan cinta di antara kedua makhluk kecintaan-Nya.
Terinspirasi dari Syekh Ahmad Yasin yang tetap berjihad dari kursi roda hingga syahidnya

Cerpen Empat Ibu Mertua

Tak ada yang lebih menarik dari kisah hidupku selain menikah dengan seorang lelaki yang ayahnya punya empat istri. Jujur aku tidak pernah membayangkannya. Saat ta’aruf dengan Mas Bagas, suamiku sekarang, aku bahkan pernah mau mundur saja. Aku enggan terlibat masalah dengan ibu-ibu mertuaku itu. Aku sudah sering mendengar kalau berhadapan dengan satu ibu mertua saja gampang-gampang susah, lha kok ini malah empat ibu mertua.Tapi rupanya Allah punya rencana lain. Dengan makin kuatnya keinginanku untuk mengurungkan pernikahanku dengan Mas Bagas, ternyata shalat istikharahku tetap mengantarkanku bersanding dengannya di pelaminan.

Bapak mertuaku memberikan masing-masing istrinya sebuah rumah yang berdekatan. Parahnya lagi, dalam keluarga besar suamiku ada aturan khusus bagi anak laki-laki harus bertempat tinggal dekat orang tua atau tinggal bersama orang tua jika belum mampu membuat rumah setelah menikah. Jadi, tidak ada kata kontrak rumah atau tinggal berjauhan dengan orang tua bagi anak laki-laki. Tentu saja ini dengan alasan untuk menjaga nama besar keluarga besar suami yang selama ini sudah terkenal kebersamaannya.

Suamiku adalah anak bungsu dari istri ketiga bapaknya. Dia hanya punya seorang saudara perempuan yang sudah menikah dan tinggal di luar kota. Jadi sekuat apapun aku dan suami mengemukakan alasan untuk belajar hidup mandiri dengan kontrak rumah dulu, tetap akhirnya kami harus tunduk tinggal di rumah orang tua suami. Sedang untuk membangun rumah sendiri pun kami belum mampu.

Setelah kurasakan, kebersamaan yang katanya untuk merawat kerukunan ini seringkali menciptakan riak-riak bahkan gelombang besar di dalamnya. Persaingan antar ibu mertua sangat tampak. Dan itu akhirnya berimbas juga pada anak cucu mereka. Ketegasan dan kewibawaan bapak mertuaku di mata masyarakat ternyata tak cukup mempan mengatasi masalah ini. Sebenarnya sudah kusiapkan diri secara lahir batin untuk masuk komunitas keluarga suami. Nasehat ibu, teman-teman, bahkan guru ngajiku menjadi penguat tekadku. Namun kenyataannya aku tidak sekuat yang kukira.

Dimulai setelah selesai resepsi pernikahanku. Celaan dan kritik pedas santer terdengar dari Bu Kus, ibu mertua ke dua, dan Bu Rin, ibu mertua ke empat. Mulai dari susunan acara, hidangan, dekorasi pelaminan, sampai hal-hal kecil tak lepas dari celaan. Mereka menganggap pesta pernikahan anak-anak mereka dulu lebih mewah, hebat, dan sempurna.

Kalau mau jujur sebenarnya orangtuaku cukup mampu untuk membuat pesta mewah untukku. Dari awalnya aku cuma ingin diadakan akad nikah saja tanpa adanya resepsi. Aku tidak ingin prosesi pernikahanku yang seharusnya menjadi pintu keberkahan malah jadi ajang tabaruj’, riya’ dan kemubadziran. Tapi kemudian terdengar nada-nada sumbang. Selama ini aku tidak pernah pacaran bahkan jalan dengan lelaki, maka banyak yang heran ketika aku tiba-tiba menikah. Untuk menghindari praduga yang salah, akhirnya atas permintaan orang tua aku mau juga ada resepsi pernikahan tapi dengan syarat tidak berlebihan.

Campur tangan ibu-ibu mertuaku ternyata tidak cukup sampai di situ. Puncaknya ketika anakku lahir. Aku sering menahan emosi setiap menghadapi ibu-ibu mertuaku dalam mengasuh anakku. Apapun yang kulakukan dalam merawat anakku tak luput dari celaan. Ketika aku protes saat anakku diberi makanan yang tidak cocok untuk bayi oleh Bu Rin, langsung beliau berkata pedas tidak akan memberi makanan anakku lagi. Aku juga sempat jadi bahan gunjingan keluarga suami karena dianggap tidak mau mempercayakan anak dalam asuhan orang lain. Padahal aku suka merasa sungkan kalau-kalau orang yang mengajak anakku nanti kecapekkan.Buntutnya ada boikot tidak ada yang mau menggendong anakku lagi. Aku yang stres karena masih pertama kali punya anak menjadi semakin tersiksa oleh keadaan ini.

Pekerjaan suamiku, aktifitasku sehari-hari, bahkan perkembangan anakku juga tak luput dari komentar miring dan kemudian dibanding-bandingkan dengan anak, menantu, dan cucu mereka yang lain.

Bu Kus, ibu mertua kedua, sebenarnya paling ramah. Awalnya aku percaya saja cerita kepadanya jika punya masalah. Tapi aku kecolongan karena ternyata dia mengumbar curhatku pada orang lain, tak jarang dengan penyampaian yang berbeda.

Bu Rin orangnya dermawan dan berjiwa sosial. Tapi dia mudah sekali berkata kasar. Dia tidak peduli apakah ucapannya menyinggung orang lain atau tidak. Pokoknya tidak ada kata mengalah pada orang lain. Satu lagi dia masih percaya pada tradisi yang tidak ada tuntunannya dalam agama. Tak jarang ritual dan tradisi yang dilakukan itu dikaitkan dengan perintah agama yang wajib dilakukan anak cucunya karena masyarakat sekitar juga banyak yang melakukannya. Toleransinya pada perbedaan cukup rendah. Berhadapan dengannya, aku harus sering memutar otak untuk tetap mempertahankan aqidah tapi tetap bisa diterima olehnya.

Bu Wiji, Ibu mertua pertama, lain lagi. Dia lebih banyak diam dan dari awal seperti menjaga jarak dengan aku. Dari empat ibu mertuaku, hanya dia yang tidak dikaruniai anak. Dia kelihatan dingin dan tertutup. Aku sudah keder sendiri melihat mukanya yang jarang tersenyum. Kalaupun bicara padaku hanya seperlunya. Mungkin baginya aku adalah pendatang baru yang tak perlu diberi keramahtamahan berlebih.

Bu Arum, Ibu Mas Bagas sendiri, sebenarnya baik dan sayang padaku, hanya dia sangat perasa dan sering salah persepsi. Aku harus hati-hati jika berbicara dengannya. Bukan sekali dua kali dia merasa tersinggung atas sikap dan omonganku yang sebenarnya tidak seperti yang dia kira. Karena pada dasarnya aku juga perasa, maka aku sering salah tingkah dan bingung sendiri jika tiba-tiba ibu mertuaku ini menangis atau jadi lebih diam padaku daripada biasanya.

Itulah mengapa aku merasa sangat sulit untuk dekat dengan ibu-ibu mertuaku itu. Aku sendiri berulangkali cerita ke Mas Bagas atas masalah ini, tapi dia tidak bisa menolong aku. Dia takut jika harus berpihak pada salah satu diantara kami. Dia hanya memintaku bersabar. Akhirnya aku hanya bisa menangis sendirian.

Dan saat ini aku sedang sendirian di rumah. Keluarga besar suami sedang melayat kerabat yang meninggal dunia. Aku disarankan tidak ikut karena anakku masih kecil. Awalnya aku cuma memandang Najma, anakku yang sedang tertidur lelap. Tiba-tiba ada ketakutanku akan masa depannya jika tetap di sini. Aku menyangsikan apakah anakku nanti akan nyaman dan gembira dengan perlakuan orang-orang di sekitarnya. Tangisku pun tak terbendung lagi. Peristiwa-peristiwa yang kualami di sini berkelebat dalam otakku. Ya Rabb, aku sudah berusaha tegar, tapi aku tidak bias membohongi kalau aku benar-benar tersiksa berada di sini. Aku ingin keluar dari sini.

Aku berusaha menyeka air mataku ketika kudengar pintu rumah diketuk orang. Ketika kubuka pintu kulihat Bu Wiji dengan muka dinginnya. Dia membawa sepiring ayam goreng dan semangkok sayur lodeh. Aku terkejut melihatnya yang tumben mau datang berkunjung.

“ Lho, Bu Wiji tidak ikut melayat Mbah Ngadiran?” tanyaku berusaha memulai pembicaraan.

“ Aku lagi nggak enak badan, Nduk. Sudah makan belum? Ini aku tadi buat ayam goreng dan sayur lodeh,” kata Bu Wiji tanpa senyum seperti biasanya.

“Kok repot-repot to, Bu. Bu Arum tadi sudah menyiapkan masakan buat saya kok.”

“ Ya udah ini buat lauk tambahan.” Wanita itu berusaha menyerahkan bawaannya padaku,” Lho, kamu nangis to, Nduk?”

Aduh gawat dia tahu aku menangis. Pasti merah dan bengkak mataku tidak bisa mengelabui Bu Wiji. Wanita tua itu langsung masuk dan meletakkan bawaannya di meja. Diajaknya aku duduk untuk cerita masalahku. Aku heran kenapa tiba-tiba dia jadi perhatian seperti itu. Mengingat selama ini betapa seringnya kulihat tampang judesnya bila ketemu aku.Tapi saat dia memegang pundakku dengan penuh keibuan, luluh juga aku. Tiba-tiba aku seperti melihat sosok ibu kandungku sendiri. Tak urung dengan beruraian air mata, mengalirlah segala isi hatiku.

“ Tapi saya mohon Bu Wiji tidak cerita kepada yang lain. Saya takut akan memperburuk keadaan,” kataku selesai bercerita.

“ Percayalah, saya akan bijaksana dalam menyikapi ini semua. Saya prihatin dengan apa yang kaurasakan. Sama dengan
suamimu saya tidak bisa memihak siapapun. Tadi paling tidak kisah hidup saya akan bisa menolongmu mencari penyelesaian.”

Dari bibir ibu mertua pertamaku itu mengalir pengalaman hidupnya yang belum pernah kudengar selama ini.

“ Waktu menikah saya baru lima belas tahun, Nduk. Kata orang, saya adalah kembang desa sini. Tapi saya anak orang tidak punya. Maka ketika anak lurah di sini meminang saya, orang tua saya langsung menerima. Anak lurah itu ya bapak mertuamu sekarang ini. Padahal saya masih ingin sekolah tinggi, saya ingin jadi guru.”

Wanita tua itu menghela nafas pelan. Dengan sabar aku menunggu kelanjutan ceritanya lagi.

“ Kenyataannya setelah menikah, banyak cobaan yang harus saya hadapi. Mulai tidak bisa punya anak, sampai kemudian Bapak meminta ijin untuk menikah lagi. Awalnya dia beralasan karena tidak punya anak dari saya, tapi tidak tahu kenapa ketika istri keduanya bisa memberikan anak, dia masih menikah lagi.”

“ Ibu ikhlas saat itu?” tanyaku.

“ Awalnya ya tidak, Nduk. Menikah dengan Pak Wiryodibyo dari awal bukan kehendak saya, dan kenyataannya suami saya seperti tidak menghargai pengorbanan saya. “

Aku menatap mata Bu Wiji yang berkaca-kaca. Mungkinkah sikap dingin dan diamnya selama ini adalah refleksi dari lukanya itu.

“ Lalu bagaimana dengan mertua Bu Wiji?”

“ Wah, sama saja, Nduk. Saya orang biasa yang harus masuk ke lingkungan terhormat. Banyak prilaku dan tutur bahasa saya yang dianggap tidak sesuai tata krama oleh mertua saya. Apa yang saya lakukan saat itu sering dianggap salah, sedikit-sedikit dikomentari oleh ibu mertua bahkan ipar-ipar saya. Mungkin kamu lebih beruntung karena saudara iparmu tidak tinggal serumah. Dulu saya tinggal serumah dengan beberapa saudara kandung suami di rumah induk yang sekarang saya tempati. Banyak perselisihan mengenai pembagian tugas dan masalah pengeluaran rumah tangga. Yang pengertian ya ada, yang tidak mau tahu juga ada. Bahkan saat mertua saya meninggal pun juga terjadi perselisihan tentang status rumah yang saya tinggali.”

“ Lalu bagaimana Bu Wiji bisa bertahan menjalaninya?”

“ Pengalaman, pembelajaran, dan koreksi dirilah yang memberi saya kekuatan. Akhirnya saya mencoba berbaur tanpa menjadi lebur. Karena ketika saya mencoba melawan arus saya malah akan menjadi sosok yang dibenci dan dikucilkan di sini. Akhirnya saya mencoba jalani semua tanpa banyak mengeluh dan kelihatan tegar bahkan di depan suami saya sendiri. Mungkin itulah yang membentuk pribadi saya menjadi dingin dan diam seperti yang kaulihat sekarang.”

“ Saya di sini sangat sukar beradaptasi dan merasa semua orang tidak suka pada saya. Padahal kesalahan bukan hanya pada saya,Bu”

“ Saya dulu juga begitu. Akhirnya saya sadar, saya dan orang lain tidaklah sempurna. Kita tidak bisa memaksa semua orang untuk menyenangi diri kita. Paling tidak sebelum bisa membuat rumah sendiri, jadikanlah tempat ini untuk menempa kekuatan dirimu untuk menghadapi berbagai karakter orang nantinya. Saya tidak tahu apakah pembicaraan kita hari ini bisa menjadi awal kedekatan kita. Saya sadar dengan diam dan dinginnya saya selama ini banyak orang yang enggan berdekatan dengan saya, mungkin termasuk kamu. Padahal Nduk, kalau kamu tahu saya sangat merindukan sosok anak. Apalagi anak perempuan. Kamu juga tidak usah terlalu merasa menjadi menantu paling merana karena punya banyak ibu mertua. Bu Arum sebenarnya orangnya baik dan sayang padamu kan?”

Aku mengangguk membenarkan perkataan Bu Wiji.

“ Tapi memang dia orangnya agak perasa dan suka salah paham. Ketika dia tersinggung ada baiknya kamu menjelaskannya kembali dengan baik. Tapi jangan terburu-buru, tunggu ketika hatinya mulai luluh. Mungkin awalnya kamu harus belajar tapi lama-lama akan terbiasa untuk bisa bicara tanpa melukai hatinya. Percayalah Bu Kus, Bu Rin, dan saya sendiri pun pasti juga punya sisi baik yang bisa kautemukan nanti. Kamu harus menghadapi banyak ibu mertua, sedang saya menghadapi banyak madu,” kata Bu Wiji sambil tersenyum.

Serasa ada kesejukan di dadaku mendengar penuturan orang yang selama ini kuanggap asing. Kembali terngiang nasehat Mbak Sartika, guru ngajiku dulu, “ Dik Ani, niatkanlah pernikahanmu untuk beribadah pada Allah. Jadikanlah pernikahan sebagai ladang amal dan jihadmu untuk meraih ridho-Nya.”

Percakapan kami terhenti saat terdengar tangis Najma. Bu Wiji mendahului aku masuk kamar dan menggendong Najma. Diciuminya bocah montok itu. Jelas sekali nampak kerinduannya akan seorang momongan.

“ Aduh, cucu eyang lucu sekali. Maaf, eyang jarang nggendong ya. Sesekali anakmu dibawa ke rumahku saja, biar aku nggak rebutan sama Bu Arum,” katanya.

Tawa kami jadi meledak karena tiba-tiba Najma ngompol. Kembali Bu Wiji mendahuluiku menggantikan celana Najma. Ada kelegaan hatiku karena sudah mulai bisa masuk ke ibu mertuaku yang ini. InsyaAllah dan moga-moga sebentar lagi aku akan berhasil juga dengan ibu-ibu mertua yang lain. Ada harapan dan tekadku untuk jadi menantu yang baik dan berbakti, meski punya empat ibu mertua.

:: http://myquran.com/forum/archive/index.php/t-5338.html :::

[Cerpen] Menikah Lagi

Oleh Zaenal Radar T.

Aku berniat menikahi janda itu. Tapi, apakah istriku bersedia menerimanya? Dulu aku sudah berjanji pada istriku, bahwa kami akan setia sehidup semati. Kalau ia mendengar aku akan menikah lagi, apakah Ia sudi menjalaninya, menjadi istri yang dimadu?

Perempuan janda yang akan kunikahi itu tidak terlalu cantik. Usianya sekitar empat puluh lima tahun. Ia memiliki empat orang anak yang masih sekolah. Kehidupan keluarganya selalu kekurangan karena penghasilan yang tidak memadai. Sehari-harinya perempuan itu menjadi pelayan di sebuah rumah makan, Kupikir, kalau ia kunikahi, aku akan menjadi ayah dari anak-anak mereka, Menjadi penunjang ekonomi keluarganya.

Aku sudah lima kali berkunjung ke rumahnya, Keempat anaknya menerima kedatanganku dengan baik. Yang tertua kelas tiga SMA. Yang dua SMP dan satu lagi masih SMP. Tentu biaya yang ditanggung itu cukup berat bagi seorang perempuan tak bersuami yang tidak memiliki karir bagus dalam pekerjaannya.

Ketika berada di rumahnya, kusampaikan maksud kedatanganku, bahwa aku akan menikahinya, menjadi ayah anak-anaknya.

"Mas harus pikir masak-masak. Saya sendiri sangat bersedia menjadi istri mas. Dan anak-anak kelihatannya senang menerima kehadiran mas. MungKin mereka ingin memiliki ayah, seperti teman-temannya. Tapi, bagaimana dengan keluarga mas sendiri?"

Pertanyaan itu tak bisa kujawab. Aku sendiri belum tahu apa reaksi keluargaku bila mendengar aku akan menikah lagi. Apakah hal itu sebaiknya kurahasiakan?

Aku tidak mau berbohong pada istri dan anak-anakku. Aku tidak mau memberi contoh yang tidak baik pada mereka. Seadainya ditutup-tutupi, pasti suatu saat akan tercium juga. Baiknya aku berterus terang saja, menjelaskan pada mereka bahwa aku akan menikah lagi!

Suatu sore seluruh keluargaku kukumpulkan di ruang tengah. Istri dan anak-anakku tampak bertanya-tanya, mengapa aku mengumpulkan mereka. Seperti ada sesuatu yang sangat penting. Atau mungkin juga mereka berfikir akan mendapatkan kejutan.

"Ada apa sih, yah? Ayah mau membawa kami keliling Bandung lagi? Atau, mungkin kita akan berangkat umroh ke tanah suci sekeluarga untuk yang kedua kali?"

"Bukan, bukan itu, Nada. Kamu dengar dulu cerita ayah. Dan kalian semua, jangan dulu marah pada ayah, Ayah akan menceritakan. .."

Tiba-tiba aku berubah pikiran. Setelah kutimbang-timbang, rasanya tak baik menceritakan hal ini pada seluruh keluargaku. Mengapa tidak lebih baik kuceritakan pada istriku saja? Kalau istriku setuju, anak-anak mungkin lebih bisa diatur.

"Lho?! Kok, ayah jadi ragu begitu?" sosor Arman, anakku yang paling kecil. Hal itu membuat istriku tersenyum. Perempuan yang masih sangat kelihatan cantik itu tampak bangga melihat putra bontotnya kritis begitu.

"Ayo dong, yah! Ceritanya diterusin!"

"lya, ayah ini gimana sih? Katanya mau cerita??"

Kupandangi keempat anakku. Mereka terlihat penasaran pada cerita yang akan kusampaikan. Istriku masih tersenyum-senyum.

"Baik, akan ayah lanjutkan. Begini anak-anak. Besok kalian akan ayah titipkan di rumah nenek. Karena ayah dan ibu punya urusan yang sangat penting!"

"Maksud ayah apa?!" lagi-lagi Arman menyela. Dan ketiga anakku yang lain semakin bingung. Juga istriku, jadi ikut-ikutan bingung. Senyumnya tak lagi terlihat.

"Nanti saja akan ayah ceritakan setelah kalian pulang dari rumah nenek."

"Yaa, ayah...!"

Semua anak-anakku protes. Ibu mereka membujuk agar mereka mau mengerti.

Malam itu, saat anak-anak kutitipkan di rumah nenek mereka, aku akan berterus terang pada istriku. Mengapa hal ini kulakukan tidak di depan anak-anak, yakni agar menjaga kemungkinan yang tidak mengenakkan terjadi. Kalau tiba-tiba istriku mengamuk di depan anak-anak, khawatir akan menyebabkan kekacauan pada diri mereka nantinya. Dan seandainya istriku menahan amarahnya demi menjaga nama baiknya di depan anak-anak, ini juga tidak baik.

Aku ingin tahu tanggapan istriku sejujurnya, setelah mendengar apa yang akan kusampaikan nanti. Apakah ia bersedia bila aku menikah lagi?

Aku mesti mencari kalimat yang paling enak, paling masuk akal, paling beralasan, paling bisa diterima, sehingga istriku tidak terlalu terkejut. Ya, terkejut. Aku yakin istriku akan terkejut mendengar pengakuanku nanti. Dan aku tak mau ia akan terkejut dengan main-main, atau terkejut sekali! Aku ingin ia terkejut biasa-biasa saja. Aha, terkejut biasa-biasa saja...? Apa ada?

"Begini bu, tadi siang sebenarnya ayah ingin bercerita di depan anak-anak. Tapi ayah khawatir anak-anak tidak siap menerimanya. Dan ayah pikir, mereka belum mengerti pada hal-hal yang akan ayah ceritakan."
Istriku menatapku, dengan tak lupa menyunggingkan senyumnya. Aku melihat ia menghela napas perlahan, begitu rileksnya.

"Selama ini ayah telah bekerja keras demi ibu, demi anak-anak, juga demi persiapan kebutuhan kita kelak. Ayah ingin hidup kita bahagia, sampai akhir hayat..."

Istriku mengangguk. Senyumnya masih tersisa.

"Namun ayah merasa masih ada sesuatu yang kurang. Kita memang sudah cukup banyak beramal. Kita tak pernah lupa menyisihkan bagian harta kita untuk yayasan anak-anak yatim dan panti jompo. Setiap tahun kita pun tak pernah berhenti mengundang orang-orang tidak mampu untuk diberikan sedekah. Dan yang dimaksud kurang bagi ayah adalah..."

Kali ini istriku tak lagi tersenyum. Air mukanya seperti orang berharap-harap cemas. Menunggu sebuah keputusan yang tak bisa diterkanya.

"Ibu rasa.... ayah terus terang saja. Selama ini ibu merasa sudah menjadi ibu yang baik bagi ayah, bagi anak-anak, bagi keluarga besar kita, juga bagi lingkungan. Kalau masih ada yang kurang dari ibu, barangkali karena keterbatasan ibu sebagai manusia biasa, yang tak luput dari kekurangan."

"Maaf bu, ayah jadi tak enak mengutarakan ini... Sebab, ayah dan ibu pernah bersumpah sehidup semati..."

Tiba-tiba kulihat airmata istriku berair. Nampaknya perempuan cantik yang sangat kusayangi ini sudah mengetahui maksud pembicaraanku. Ia mulai terisak.

"Kalau ibu merasa bersalah... hiks... maafkan ibu... Tapi... jangan terlantarkan anak-anak kita.... Hiks... yang selama ini telah kita rawat dengan baik. Ibu cuma minta... kejujuran ayah... apa yang menyebabkan hal ini tejadi..."

Isak itu semakin menjadi-jadi. Aku sungguh beruntung telah mengungsikan anak-anak ke rumah nenek. Sebab kalau tidak, aku tak akan mampu menjelaskan pada anak-anak mengapa ibu mereka menangis.

"Bu,.. dengar dulu..."

"Kalau ayah sudah tak sayang padaku, ceraikan saja yah... ceraikan saja..." Istriku menangis.

"Ssst...Bu.. ."

''Ayah...tak usah...memberikan alasan macam-macam. ..! Tak perlu. bicara panjang lebar...! Hanya akan membuat sakit hati ibu! Hiks...Kalau ayah... hendak menceraikan ibu... ibu akan menerimanya dengan lapang dada...! Biarkan anak-anak ibu rawat..,! Dan ayah bisa pergi dengan perempuan lain yang menjadi pilihan ayah...!"

"Bu... dengar dulu..."

Tangis istriku makin menjadi-jadi. Aku bingung bagaimana menjelaskannya, Ia sudah termakan oleh perasannya sendiri.

"Bu, siapa yang mau menceraikan ibu?!"

Istriku diam, tapi isaknya masih sesekali terdengar. Aku merengkuh tubuhnya, tapi ia mengelak. Huh, baru kali ini ia begitu.

"Bu, dengar ya..."

Aku ceritakan tentang seorang janda yang memiliki empat anak yang masih sangat membutuhkan seorang ayah. Kuceritakan dengan jujur bagaimana perempuan yang hendak kunikahi itu.

"Bagaimana Bu? Apakah ibu mau menerimanya? ?!"

Istriku menarik nafas dengan berat. Menghelanya sambil menggelengkan kepala.

"Bu...?!"

Istriku tetap diam, lalu berlari ke kamarnya. Aku mengejarnya. Namun tak berhasil menangkapnya karena ia telah mengunci pintu kamar dari dalam, Semalaman ini istriku mengunci diri di dalam kamar, dan aku tak bisa tidur di ruang tengah.

Pagi-pagi sekali, ketika suara azan subuh terdengar, aku beranjak ke kamar mandi. Aku mengambil wudhu lalu melangkah ke ruang sembahyang. Di sana, aku sudah melihat istriku tengah bersujud, sambil tubuhnya terguncang-guncang karena isak tangis.

Selama seminggu aku dan istriku berdiam-diam. Kami bicara seperlunya saja. Di depan anak-anak, kami berpura-pura mesra. Namun selepas anak-anak keluar rumah, istriku ke kamarnya mengunci diri.

Namun suatu sore, saat aku pulang kantor, pintu kamarnya lupa terkunci, Padahal anak-anak belum pulang karena tes tambahan, atau yang terbesar mungkin sedang mampir di rumah salah satu temannya. Seminggu ini aku memang kehilangan konsentrasi mengurus anak-anak.

Di dalam kamar, aku tidak menemukan istriku. Lalu kuhubungi nomor telepon genggamnya. Ternyata tidak diaktifkan. Setelah itu kuhubungi anak-anakku satu persatu. Aku menyuruh mereka segera pulang.

Sebelum anak-anak pulang, istriku sudah kembali ke rumah. Ketika kutanya, ia tak menyahut. Rupanya, genderang perang sudah berbunyi. Namun aku tidak mau berperang dengan istriku sendiri. Selama ini kami tak pernah serius bertengkar. Kalau pun pernah, tak lebih dari dua jam kami akan akur kembali. Tapi kini, sudah seminggu kami berdiam-diam.

Aku tak mau menyalahkannya. Kesalahan harus kutumpahkan pada diriku sendiri. Aku tak mau mengorbankan keluarga hanya karena kepuasanku semata. Sejujurnya kuakui, keinginanku menikah dengan perempuan janda dengan empat orang anak itu bukan semata-mata rasa kasihan pada mereka. Namun juga karena benih cinta yang secara tak sengaja bersemi di antara aku dan janda penunggu rumah makan itu.

Selain ingin menikahinya, aku juga berharap mendapat kasih sayangnya, sekaligus bisa membantu keluarga perempuan itu. Dan nampaknya semua itu tak mungkin aku lakukan. Sebab aku harus menyelamatkan keluargaku.

Menarik kembali sayap istriku yang mungkin hendak terbang meninggalkanku!

Biar bagaimanapun, aku tak mau kehilangan istriku. Aku dan dia telah berjanji sahidup semati. Kami tak mungkin bisa dipisahkan, kecuali oleh ajal!

Sore menjelang malam, kami semua berkumpul. Istriku seperti biasa, terlihat sangat ceria di depan anak-anak. Padahal aku tahu, barangkali hatinya telah remuk. Ia memang perempuan yang sangat pandai menjaga perasan di depan anak-anak. Aku sangat beruntung menjadikannya sebagai istri.

Menjelang malam, anak-anak berangkat tidur. Istriku sepetri biasanya, masuk terlebih dahulu ke kamar. Tetapi kali ini ia tak menguncinya. Ketika kubuka, ia masih belum tidur. Ia kudapati tengah membaca sebuah majalah, terlihat begitu santai.

Di kamarku sendiri, aku bagai orang asing, Inilah mungkin hukuman bagi orang yang bersalah, yang merasa terpenjara oleh perasaannya sendiri.

"Bu..."

Istriku melipat majalah, memberikan konsentrasi penuh terhadapku. Sungguh perubahan yang sangat menggembirakan. Sebelum ini aku tak pernah mendapat kesempatan bicara padanya. Tapi kali ini, sepertinya ia siap mendengar kata-kataku.

"Bu, maafkan kata-kata ayah tempo hari. Ayah sungguh menyesal mengatakannya pada ibu. Ayah memang lelaki tak tahu di untung. Ayah lelaki yang tak mensyukuri karunia Tuhan..."

Aku berhenti. Tapi istriku tak menunjukkan perubahan sikap. Ia masih saja diam, seolah tak mau memotong kata-kataku.

"Bu... maafkan ayah..."

Baru kali ini, sepanjang sejarah pernikahan kami, aku meneteskan airmata kesedihan di depan istriku.

"Bu... maafkan bila ayah telah khilaf... Ayah tak mau kehilangan ibu. Demi Tuhan, ayah tak mau bercerai. Dan ayah berjanji tak akan menikah lagi..."

Istriku beranjak dari tempatnya, lalu merapatkan tubuhnya ke dekatku. Tak sadar, kepalaku sudah berada di pangkuannya. Dan kurasakan, ia membelai-belai rambutku. Menunjukkan kasih sayangnya, yang selama ini tak pernah hilang sejak kami menikah dulu.

"Ayah... ibu juga minta maaf..."

Sambil berkata begitu, istriku masih tetap membelai-belai rambutku. Aku menjadi seperti anak kecil yang manja pada orang tuanya.

"Ibu minta maaf telah menyusahkan ayah. Selama ini ibu mengurung diri bukan bermaksud membenci ayah. Ibu hanya perlu menenangkan diri agar perasaan sakit yang ibu rasakan tak terlihat oleh orang lain, apalagi oleh anak-anak kita... Tadi siang ibu sudah mendatangi perempuan yang menjanda itu, dan bertemu dengan anak-anak mereka. Nampaknya mereka memang memerlukan seorang lelaki untuk menjadi pelindung mereka..."

"Kalau sekiranya ayah bersungguh-sungguh mau membantu mereka, dan terbersit rasa sayang ayah terhadap perempuan itu, ibu ikhlas melepas ayah... untuk menjadi kepala keluarga bagi mereka... Hanya saja, biarkanlah hal ini menjadi rahasia kita berdua. Anak-anak jangan sampai tahu."

Dengan teramat tegar kata-kata itu diucapkannya. Namun ketika kutatap wajahnya, kulihat bola matanya basah.

"Bu..."

"Sudahlah, yah... jangan lagi bicarakan masalah ini. Semuanya sudah jelas. Mari kita tidur..."

Istriku menggeser tubuhnya, lalu beringsut mematikan lampu kamar. Ia meluruskan tubuhnya di ranjang, aku di sebelahnya. Tak lama kemudian kudengar dengkuran. halusnya. Dan malam itu, aku tak berkutik di sampingnya. Aku tak beranjak ke mana-mana, meski kedua biji mata ini sulit sekali kupejamkan

Mirna Abas
Pascasarjana Ilmu Ekonomi
Gedung PAU Ekonomi UI Lt. 1
Kampus UI


::: http://bundahilmy.multiply.com/journal/item/156/Cerpen_Menikah_Lagi_ :::

Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah

Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah

Gairah cinta dan kelesuan ukhuwah mungkin terjadi pada seseorang yang dahulunya saling mencintai akhirnya saling memusuhi dan sebaliknya yang sebelumnya saling bermusuhan akhirnya saling berkasih sayang.Sangat dalam pesan yang disampaikan Kanjeng Nabi SAW :

"Cintailah saudaramu secara proporsional, mungkin suatu masa ia akan menjadi orang yang kaubenci. Bencilah orang yang kau benci secara proporsional, mungkin suatu masa iaakan menjadi kekasih yang kau cintai." (HSR Tirmidzi, Baihaqi,Thabrani, Daruquthni, Ibn Adi, Bukhari).

Ini dalam kaitan interpersonal. Dalam hubungan kejamaahan, jangan ada reserve kecuali reserve syar'i yang menggariskan aqidah "La tha'ata limakhluqin fi ma'shiati'l Khaliq".Tidak boleh ada ketaatan kepada makhluq dalam berma'siat kepada Alkhaliq. (HR Bukhari, Muslim, Ahmad dan Hakim). Doktrin ukhuwah dengan bingkai yang jelas telah menjadikan dirinya pengikat dalam senang dan susah, dalam rela dan marah. Bingkai itu adalah : "Level terendah ukhuwah (lower), jangan sampai merosot ke bawah garis rahabatus' shadr (lapang hati) dan batas tertinggi tidak melampaui batas itsar (memprioritaskan saudara diatas kepentingan diri).

Bagi kesejatian ukhuwah berlaku pesan mulia yang tak asing di telinga dan hati setiap ikhwah : "Innahu in lam takun bihim falan yakuna bighoirihim, wa in lam yakunu bihi fasayakununa bighoirihi" (Jika ia tidak bersama mereka, ia tak akan bersama selain mereka. Dan mereka bila tidak bersamanya, akan bersama selain dia). Karenanya itu semua akan terpenuhi bila 'hati saling bertaut dalam ikatan aqidah',ikatan yang paling kokoh dan mahal. Dan ukhuwah adalah saudara iman sedang perpecahan adalah saudara kekafiran (Risalah Ta'lim, rukun Ukhuwah).

Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah

Karena bersaudara di jalan ALLAH telah menjadi kepentingan dakwah-Nya, maka "kerugian apapun" yang diderita saudara-saudara dalam iman dan da'wah,yang ditimbulkan oleh kelesuan, permusuhan ataupun pengkhianatan oleh mereka yang tak tahan beramal jama'i, akan mendapatkan ganti yang lebih baik. "Dan jika kamu berpaling, maka ALLAH akan gantikan dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan jadi seperti kamu" (Qs. 47: 38).

Masing-masing kita punya pengalaman pribadi dalam da'wah ini. Ada yang sejak 20 tahun terakhir dalam kesibukan yang tinggi, tidak pernah terganggu oleh kunjungan yang berbenturan dengan jadwal da'wah atau oleh urusan yang merugikan da'wah. Mengapa ? Karena sejak awal yang bersangkutan telah tegar dalam mengutamakan kepentingan da'-wah dan menepiskan kepentingan lainnya. Ini jauh dari fikiran nekad yang membuat seorang melarikan diri dari tanggungjawab keluarga. Ada seorang ikhwah sekarang sudah masuk jajaran masyaikh. Dia bercerita, ketika menikah langsung berpisah dari kedua orang tua masing-masing, untuk belajar hidup mandiri atau alasan lain, seperti mencari suasana yang kondusif bagi pemeliharaan iman menurut persepsi mereka waktu itu. Mereka mengontrak rumah petak sederhana."Begitu harus berangkat (berdakwah-red) mendung menggantung di wajah pengantinku tercinta", tuturnya. Dia tidak keluar melepas sang suami tetapi menangis sedih dan bingung, seakan doktrin da'wah telah mengelupas.

Kala itu jarang da'i dan murabbi yang pulang malam apalagi petang hari, karena mereka biasa pulang pagi hari. Perangpun mulai berkecamuk dihati, seperti Juraij sangabid yang kebingungan karena kekhususan ibadah (sunnah) nya terusik panggilanibu. "Ummi au shalati : Ibuku atau shalatku?" Sekarang yang membingungkan justru "Zauji au da'wati" : Isteriku atau da'wahku. Dia mulai gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat
pulang malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00. Dia katakan pada istrinya : "Kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita menemukan cinta dalam da'wah. Apa pantas sesudah da'wah mempertemukan kita lalu kita meninggalkanda'wah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya tapi kita pun cinta Allah".

Dia pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik setelah beberapa hari. Beberapa tahun kemudian setelah beranak tiga atau empat, saat kelesuan menerpanya, justru istri dan anak-anaknyalah yang mengingatkan, mengapa tidak berangkat dan tetap tinggal dirumah? Sekarang ini keluarga da'wah tersebut sudah menikmati berkah da'wah.

Lain lagi kisah sepasang suami istri yang juga dari masyarakat da'wah. Kisahnya mirip, penyikapannya yang berbeda. Pengantinnya tidak siap ditinggalkan untuk da'wah. Perang bathin terjadi dan malam itu ia absen dalam pertemuan kader (liqa'). Dilakukan muhasabah terhadapnya sampai menangis-menangis, ia sudah kalah oleh penyakit "syaghalatna amwaluna waahluna : kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga" (Qs. 48:11). Ia berjanji pada dirinya : "Meskipun terjadi hujan, petir dan gempa saya harus hadir dalam tugas-tugas da'wah". Pada giliran berangkat keesokan harinya ada ketukan kecil dipintu, ternyata mertua datang. "Wah ia yang
sudah memberikan putrinya kepadaku, bagaimana mungkin kutinggalkan?".Maka ia pun absen lagi dan dimuhasabah lagi sampai dan menangis-nangis lagi. Saat tugas da'wah besok apapun yang terjadi, mau hujan, badai, mertua datang dll pokoknya saya harus datang. Dan begitu pula ketika harus berangkat ternyata ujian dan cobaan datang kembali dan iapun tak hadir lagi dalam tugas-tugas dakwah. Sampai hari ini pun saya melihat jenis akh tersebut belum memiliki komitmen dan disiplin yang baik. Tidak pernah merasakan memiliki kelezatan duduk cukup lama dalam forum da'wah, baik halaqah atau pun musyawarah yang keseluruhannya penuh
berkah.

Sebenarnya adakah pertemuan-pertemuan yang lebih lezat selain pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh ikhwah berwajah jernih berhati ikhlas ? Saya tak tahu apakah merekamenemukan sesuatu yang lain, "in lam takun bihim falan takunabighoirihim". Di Titik Lemah Ujian. Datang Akhirnya dari beberapa kisah ini saya temukan jawabannya dalam satu simpul. Simpul ini ada dalam kajian tematik ayat QS Al-A'raf Ayat 163 :

"Tanyakan pada mereka tentang negeri di tepi pantai, ketika mereka melampaui batas aturan Allah di (tentang) hari Sabtu, ketika ikan-ikan buruan mereka datang melimpah-limpah pada Sabtu dan di hari mereka tidak bersabtu ikan-ikan itu tiadad atang. Demikianlah kami uji mereka karena kefasikan mereka".

Secara langsung tema ayat tentang sikap dan kewajiban amar ma'ruf nahyi munkar. Tetapi ada nuansa lain yang menambah kekayaan wawasan kita. Ini terkait dengan ujian. Waktu ujian itu tidak pernah lebih panjang daripada waktu hari belajar, tetapi banyak orang tak sabar menghadapi ujian, seakan sepanjang hanya ujian dan sedikit hari untuk belajar. Ujian kesabaran, keikhlasan, keteguhan dalam berda'wah lebih sedikit waktunya dibanding berbagai kenikmatan hidup yang kita rasakan. Kalau ada sekolah yang waktu ujiannya lebih banyak dari hari belajarnya, maka sekolah tersebut dianggap sekolah gila. Selebih dari ujian-ujian
kesulitan, kenikmatan itu sendiri adalah ujian. Bahkan, alhamdulillah rata-rata kader da'wah sekarang secara ekonomi semakin lebih baik. Ini tidak menafikan (sedikit) mereka yang roda ekonominya sedang dibawah.

Seorang masyaikh da'wah ketika selesai menamatkan pendidikannya di Madinah, mengajak rekannya untuk mulai aktif berda'wah. Diajak menolak, dengan alasan ingin kaya dulu, karena orang kaya suaranya didengar orang dan kalau berda'wah, da'wahnya diterima. Beberapa tahun kemudian mereka bertemu. "Ternyata kayanya kaya begitu saja", ujar Syaikh tersebut. Ternyata kita temukan kuncinya, "Demikianlah kami uji mereka karena sebab kefasikan mereka". Nampaknya Allah hanya menguji kita mulai pada titik yang paling lemah. Mereka malas karena pada hari Sabtu yang seharusnya dipakai ibadah justru ikan datang, pada hari Jum'at jam 11.50 datang pelanggan ke toko. Pada saat-saat jam da'wah datang orang menyibukkan mereka dengan berbagai cara. Tapi kalau mereka bisa
melewatinya dengan azam yang kuat, akan seperti kapal pemecah es. Bila diam salju itu tak akan menyingkir, tetapi ketika kapal itu maju, sang salju membiarkannya berlalu.

Kita harus menerobos segala hal yang pahit seperti anak kecil yang belajar puasa, mau minum tahan dulu sampai maghrib. Kelezatan, kesenangan dan kepuasan yang tiada tara, karena sudah berhasil melewati ujian dan cobaan sepanjang hari.

Iman dan Pengendalian Kesadaran Ma'iyatullah

Aqidah kita mengajarkan, tak satupun terjadi di langit dan di bumi tanpa kehendak ALLAH. ALLAH berkuasa menahan keinginan datangnya tamu-tamu yang akan menghalangi kewajiban da'wah. Apa mereka fikir orang-orang itu bergerak sendiri dan ALLAH lemah untuk mencegah mereka dan mengalihkan mereka ke waktu lain yang tidak menghalangi aktifitas utama dalam da'wah? Tanyakan kepada pakarnya, aqidah macam apa yang dianut seseorang yang tidak meyakini ALLAH menguasai segalanya? Mengapa mereka yang melalaikan tugas da'wahnya tidak berfikir perasaan sang isteri yang keberatan ditinggalkan beberapa saat, juga sebenarnya batu ujian yang dikirim ALLAH, apakah ia akan mengutamakan tugas da'wahnya atau keluarganya yang sudah punya alokasi waktu ? Yang ia beri mereka makanan dari kekayaan ALLAH ? Karena itu mari melihat dimana titik lemah kita. Yang lemah dalam berukhuwah, yang gerah dan segera ingin pergi
meninggalkan kewajiban liqa', syuro atau jaulah. Bila mereka bersabar melawan rasa gerah itu, pertarungan mungkin hanya satu dua kali, sesudah itu tinggal hari-hari kenikmatan yang luar biasa yang tak tergantikan. Bahkan orang-orang salih dimasa dahulu mengatakan "Seandainya para raja dan anak-anak raja mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam dzikir dan majlis ilmu, niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi kitadengan pedang". Sayang hal ini tidak bisa dirampas, melainkan diikuti, dihayati dan diperjuangkan.

Berda'wah adalah nikmat, berukhuwah adalah nikmat, saling menopang dan memecahkan problematika da'wah bersama ikhwah adalah nikmat,andai saja bisa dikhayalkan oleh mereka menelantarkan modal usia yang ALLAH berikan dalam kemilau dunia yang menipu dan impian yang tak kunjung putus. Ayat ini mengajarkan kita, ujian datang di titik lemah. Siapa yang lemah di bidang lawan jenis, seks dan segala yang sensual tidak diuji di bidang keuangan, kecuali ia juga lemah disitu. Yang lemah dibidang keuangan, jangan berani-berani memegang amanah keuangan kalau kamu lemah di uang hati-hati dengan uang. Yang lemah dalam gengsi, hobi popularitas, riya' mungkin- dimasa ujian - akan menemukan orang yang terkesan tidak menghormatinya. Yang lidahnya tajam dan berbisa mungkin diuji dengan jebakan-jebakan berkomentar sebelum tabayun. Yang lemah dalam kejujuran mungkin selalu terjebak perkara yang membuat dia hanya 'selamat' dengan
berdusta lagi. Dan itu arti pembesaran bencana.

Kalau saja Abdullah bin Ubay bin Salul, nominator pemimpin Madinah (d/h Yatsrib) ikhlas menerima Islam sepenuh hati dan realistis bahwa dia tidak sekaliber Rasulullah SAW, niscaya tidak semalang itu nasibnya. Bukankah tokoh-tokoh Madinah makin tinggi dan terhormat, dunia dan akhirat dengan meletakkan diri mereka di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW ? Ternyata banyak orang yang bukan hanya bakhil dengan harta yang ALLAH berikan, tetapi juga bakhil dengan ilmu, waktu, gagasan dan kesehatan yang seluruhnya akan menjadi beban tanggung jawab danpenyesalan.

Seni Membuat Alasan

Perlu kehati-hatian - sesudah syukur - karena kita hidup di masyarakat Da'wah dengan tingkat husnuzzhan yang sangat tinggi. Mereka yang cerdas tidakakan membodohi diri mereka sendiri dengan percaya kepada sangkaan baik orangkepada dirinya, sementara sang diri sangat faham bahwa ia tak berhak atas kemuliaan itu. Gemetar tubuh Abu Bakar RA bila disanjung.

"Ya ALLAH, jadikan daku lebih baik dari yang mereka sangka, jangan hukum daku lantaran ucapan mereka dan ampuni daku karena ketidaktahuan mereka", demikian ujarnya lirih. Dimana posisi kita dari kebajikan Abu Bakr Shiddiq RA ?"Alangkah bodoh kamu, percaya kepada sangka baik orang kepadamu, padahalengkau tahu betapa diri jauh dari kebaikan itu", demikian kecaman Syaikh Harits Almuhasibi dan Ibnu Athai'Llah.

Diantara nikmat ALLAH ialah (penutup) yang ALLAH berikan para hamba-Nya, sehingga aibnya tak dilihat orang. Namun pelamun selalu mengkhayal tanpa mau merubah diri. Demikian mereka yang memanfaatkan lapang hati komunitas da'wah tumbuh dan menjadi tua sebagai seniman maaf, "Afwan ya Akhi".Tetapi ALLAH-lah Yang Memberi Mereka Karunia Besar Kelengkapan Amal Jama'i tempat kita 'menyumbangkan' karya kecil kita, memberikan arti bagi eksistensi ini. Kebersamaan ini telah melahirkan kebesaran bersama. Jangan kecilkan makna kesertaan amal jama'i kita, tanpa harusmengklaim telah berjasa kepada Islam dan da'wah. "Mereka membangkit-bangkitkan (jasa) keislaman mereka kepadamu.

Katakan : 'Janganlah bangkit-bangkitkan keislamanmu (sebagai sumbangan bagi kekuatan Islam,(sebaliknya hayatilah) bahwa ALLAH telah memberi kamu karunia besar denganmembimbing kamu ke arah Iman, jika kamu memang jujur" (Qs. 49;17). ALAH telah menggiring kita kepada keimanan dan da'wah. Ini adalah karunia besar. Sebaliknya, mereka yang merasa telah berjasa, lalu - karena ketidakpuasan yang lahir dari konsekwensi bergaul dengan manusia yang tidak maksum dan sempurna - menunggu musibah dan kegagalan, untuk kemudian mengatakan: "Nah,r asain!" Sepantasnya bayangkan, bagaimana rasanya bila saya tidak bersama kafilah kebahagiaan ini?. Saling mendo'akan sesama ikhwah telah menjadi ciri kemuliaan pribadi mereka, terlebih doa dari jauh. Selain ikhlas dan cinta tak
nampak motivasi lain bagi saudara yang berdoa itu. ALLAH akan mengabulkannya dan malaikat akan mengamininya, seraya berkata :"Untukmu pun hak seperti itu", seperti pesan Rasulullah SAW. Cukuplah kemuliaan ukhuwah dan jamaah bahwa para nabi dan syuhada iri kepada mereka yangsaling mencintai, bukan didasari hubungan kekerabatan, semata-mata iman
dan cinta fi'llah.

"Ya ALLAH, kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu
dan cinta kepada segala yang akan mendekatkan kami kepada cinta-Mu"

Posting : Muhammad Arfian di milis Surau.


Catatan: Oleh : KH. Rahmat Abdullah

Barak Allahu Lakuma

Barak Allahu Lakuma
Album : Thank You Allah
Munsyid : Maher Zain
http://liriknasyid.com


We're here on this special day
Our hearts are full of pleasure
A day that brings the two of you
Close together
We're gathered here to celebrate
A moment you'll always treasure
We ask Allah to make your love
Last forever
Let's raise our hands and make Do'a
Like the Prophet taught us
And with one voice
Let's all say, say, say

Baraka allahu lakuma
Wa baraka alaikuma
Wa jama’a bainakuma fi khair(2x)

From now you'll share all your chores
Through heart-ship to support each other
Together worshipping Allah
Seeking His pleasure
We pray that He will fill your life
With happiness and blessings
And grants your kids who make your home
Filled with laughter
Let's raise our hands and make Do'a
Like the Prophet taught us
And with one voice
Let's all say, say, say

Baraka allahu lakuma
Wa baraka alaikuma
Wa jama’a bainakuma fi khair(2x)

Baraka allah(4x)
Baraka allahu lakum walana(2x)
Allah barik lahuma, Allah adim hubbahuma
Allah solli wassalim a’la rasulillah
Allah tuba’laina, Allah irdho anna
Allah ihdi khotona a’al sunnat nabiina

Let's raise our hands and make Do'a
Like the Prophet taught us
And with one voice
Let's all say, say, say

Baraka allahu lakuma
Wa baraka alaikuma
Wa jama’a bainakuma fi khair(4x)

Mengemis Kasih

Mengemis Kasih
Album : Secercah Pewarna
Munsyid : The Zikr
http://liriknasyid.com


Tuhan dulu pernah aku menagih simpati
Kepada manusia yang alpa jua buta
Lallu terheretlah aku dilorong gelisah
Luka hati yang berdarah kini jadi parah

Semalam sudah sampai kepenghujungnya
Kisah seribu duka ku harap sudah berlalu
Tak ingin lagi kuulangi kembali
Gerak dosa menhiris hati

Tuhdan dosaku menggunung
Taki rahmat-Mu melangit luas
Harga selautan syukurku
Hanyalah setitis nikmat-Mu di bumi

Tuhan walau taubat sering kumungkir
Namun pengampunan-Mu tak pernah bertepi
Bila selangkah kurapat pada-Mu
Seribu langkah Kau rapat padaKu

Selasa, 06 Juli 2010

MEMILIHMU KARENA ENGKAU ADALAH YANG TERINDAH

Waktu terus bergulir
Meniti langkah dalam genggaman kalbu diantara kesunyian
Nyanyian rindu melambaikan cerita
Akankah hidup hanya pandangan
Ataukah kehausan retorika semata

Karena engkau yang terindah
Diantara bulir-bulir padi pilihan
Diantara sayup-sayup dengungan kuasa Illahi
Diantara semerbak wangian kasturi
Dan jeritan kalam Illahi

Lagkah fajar mulai kembali berputar
Dalam degupan jantung
Dan asa yang kian membentang
Engkau ada bersama nafas
Dan diantar puing-puing keindahan itu ada kau
Yang terindah

Kehidupan adalah anugerahNya
Dan kematian adalah takdir Nya
Aku memilihmu
Aku menantimu
Hingga nafas terakhirku

Aku berharap cinta itu semerbak
Aku berharap perjuangan ini manis
Dan aku limpahkan cinta diatas cintaku
Engkau karunia terindahNya
Engkau adalh yang terindah

::: Mom, I Love so much^^ :::

Kubuka album biru
Penuh debu dan usang
Ku pandangi semua gambar diri
Kecil bersih belum ternoda

Pikirkupun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang
Tentang riwayatku

Reff:
Kata mereka diriku slalu dimanja
Kata mereka diriku slalu dtimang

Nada nada yang indah
Slalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku
Takkan jadi deritanya

Tangan halus dan suci

Tlah mengangkat diri ini
Jiwa raga dan seluruh hidup
Rela dia berikan

Back to reff

Oh bunda ada dan tiada dirimu
Kan slalu ada di dalam hatiku

@ Penantian 06072010

Bukan Permata Biasa

Mei 12
Bukan Permata Biasa
Add Comment

Di Madinah ada seorang wanita cantik shalihah lagi bertakwa. Bila malam mulai merayap menuju tengahnya, ia senantiasa bangkit dari tidurnya untuk shalat malam dan bermunajat kepada Allah. Tidak peduli waktu itu musim panas ataupun musim dingin, karena disitulah letak kebahagiaan dan ketentramannya. Yakni pada saat dia khusyu’ berdoa, merendah diri kepada sang Pencipta, dan berpasrah akan hidup dan matinya hanya kepada-Nya.

Dia juga amat rajin berpuasa, meski sedang bepergian. Wajahnya yang cantik makin bersinar oleh cahaya iman dan ketulusan hatinya.

Suatu hari datanglah seorang lelaki untuk meminangnya, konon ia termasuk lelaki yang taat dalam beribadah. Setelah shalat istiharah akhirnya ia menerima pinangan tersebut. Sebagaimana adat kebiasaan setempat, upacara pernikahan dimulai pukul dua belas malam hingga adzan subuh. Namun wanita itu justru meminta selesai akad nikah jam dua belas tepat, ia harus berada di rumah suaminya. Hanya ibunya yang mengetahui rahasia itu. Semua orang ta’jub. Pihak keluarganya sendiri berusaha membujuk wanita itu agar merubah pendiriannya, namun wanita itu tetap pada keinginannya, bahkan ia bersikeras akan membatalkan pernikahan tersebut jika persyaratannya ditolak. Akhirnya walau dengan bersungut pihak keluarga pria menyetujui permintaan sang gadis.

Waktu terus berlalu, tibalah saat yang dinantikan oleh kedua mempelai. Saat yang penuh arti dan mendebarkan bagi siapapun yang akan memulai hidup baru. Saat itu pukul sembilan malam. Doa ‘Barakallahu laka wa baaraka alaika wa jama’a bainakuma fii khairin’ mengalir dari para undangan buat sepasang pengantin baru. Pengantin wanita terlihat begitu cantik. Saat sang suami menemui terpancarlah cahaya dan sinar wudhu dari wajahnya. Duhai wanita yang lebih cantik dari rembulan, sungguh beruntung wahai engkau lelaki, mendapatkan seorang istri yang demikian suci, beriman dan shalihah.

Jam mulai mendekati angka dua belas, sesuai perjanjian saat sang suami akan membawa istri ke rumahnya. Sang suami memegang tangan istrinya sambil berkendara, diiringi ragam perasaan yang bercampur baur menuju rumah baru harapan mereka. Terutama harapan sang istri untuk menjalani kehidupan yang penuh dengan keikhlasan dan ketakwaan kepada Allah.

Setibanya disana, sang istri meminta ijin suaminya untuk memasuki kamar mereka. Kamar yang ia rindukan untuk membangung mimpi-mimpinya. Dimana di kamar itu ibadah akan ditegakkan dan menjadi tempat dimana ia dan suaminya melaksanakan shalat dan ibadah secara bersama-sama. Pandangannya menyisir seluruh ruangan. Tersenyum diiringi pandangan sang suami mengawasi dirinya.

Senyumnya seketika memudar, hatinya begitu tercekat, bola matanya yang bening tertumbuk pada sebatang mandolin yang tergeletak di sudut kamar. Wanita itu nyaris tak percaya. Ini nyatakah atau hanya fatamorgana? Ya Allah, itu nyanyian? Oh bukan, itu adalah alat musik. Pikirannya tiba-tiba menjadi kacau. Bagaimanakah sesungguhnya kebenaran ucapan orang tentang lelaki yang kini telah menjadi suaminya. Oh…segala angan-angannya menjadi hampa, sungguh ia amat terluka. Hampir saja air matanya tumpah. Ia berulang kali mengucap istighfar, Alhamdulillah ‘ala kulli halin. "Ya bagaimanapun yang dihadapi alhamdulillah. Hanya Allah yang Maha Mengetahui segala kegaiban."

Ia menatap suaminya dengan wajah merah karena rasa malu dan sedih, serta setumpuk rasa kekhawatiran menyelubung. "Ya Allah, aku harus kuat dan tabah, sikap baik kepada suami adalah jalan hidupku." Kata wanita itu lirih di lubuk hatinya. Wanita itu berharap, Allah akan memberikan hidayah kepada suaminya melalui tangannya.

Mereka mulai terlibat perbincangan, meski masih dibaluti rasa enggan, malu bercampur bahagia. Waktu terus berlalu hingga malam hampir habis. Sang suami bak tersihir oleh pesona kecantikan sang istri. Ia bergumam dalam hati, "Saat ia sudah berganti pakaian, sungguh kecantikannya semakin berkilau. Tak pernah kubayangkan ada wanita secantik ini di dunia ini." Saat tiba sepertiga malam terakhir, Allah ta’ala mengirimkan rasa kantuk pada suaminya. Dia tak mampu lagi bertahan, akhirnya ia pun tertidur lelap. Hembusan nafasnya begitu teratur. Sang istri segera menyelimutinya dengan selimut tebal, lalu mengecup keningnya dengan lembut. Setelah itu ia segera terdorong rasa rindu kepada mushalla-nya dan bergegas menuju tempat ibadahnya dengan hati melayang.

Sang suami menuturkan, "Entah kenapa aku begitu mengantuk, padahal sebelumnya aku betul-betul ingin begadang. Belum pernah aku tertidur sepulas ini. Sampai akhirnya aku mendapati istriku tidak lagi disampingku. Aku bangkit dengan mata masih mengantuk untuk mencari istriku. Mungkin ia malu sehingga memilih tidur di kamar lain. Aku segera membuka pintu kamar sebelah. Gelap, sepi tak ada suara sama sekali. Aku berjalan perlahan khawatir membangunkannya. Kulihat wajah bersinar di tengah kegelapan, keindahan yang ajaib dan menggetarkan jiwaku. Bukan keindahan fisik, karena ia tengah berada di peraduan ibadahnya. Ya Allah, sungguh ia tidak meninggalkan shalat malamnya termasuk di malam pengantin. Kupertajam penglihatanku. Ia rukuk, sujud dan membaca ayat-ayat panjang. Ia rukuk dan sujud lama sekali. Ia berdiri di hadapan Rabbnya dengan kedua tangan terangkat. Sungguh pemandangan terindah yang pernah kusaksikan. Ia amat cantik dalam kekhusyu’annya, lebih cantik dari saat memakai pakaian pengantin dan pakaian tidurnya. Sungguh kini aku betul-betul mencintainya, dengan seluruh jiwa ragaku."

Seusai shalat ia memandang ke arah suaminya. Tangannya dengan lembut memegang tangan suaminya dan membelai rambutnya. Masya Allah, subhanallah, sungguh luar biasa wanita ini. Kecintaannya pada sang suami, tak menghilangkan kecintaannya kepada kekasih pertamanya, yakni ibadah. Ya, ibadah kepada Allah, Rabb yang menjadi kekasihnya. Hingga bulan kedepan wanita itu terus melakukan kebiasaannya, sementara sang suami menghabiskan malam-malamnya dengan begadang, memainkan alat-alat musik yang tak ubahnya begadang dan bersenang-senang. Ia membuka pintu dengan perlahan dan mendengar bacaan Al-Qur’an yang demikian syahdu menggugah hati. Dengan perlahan dan hati-hati ia memasuki kamar sebelah. Gelap dan sunyi, ia pertajam penglihatannya dan melihat istrinya tengah berdoa. Ia mendekatinya dengan lembut tapi cepat. Angin sepoi-sepoi membelai wajah sang istri. Ya Allah, perasaan laki-laki itu bagai terguyur. Apalagi saat mendengar istrinya berdoa sambil menangis. Curahan air matanya bagaikan butiran mutiara yang menghiasi wajah cantiknya.

Tubuh lelaki itu bergetar hebat, kemana selama ini ia pergi, meninggalkan istri yang penuh cinta kasih? Sungguh jauh berbeda dengan istrinya, antara jiwa yang bergelimang dosa dengan jiwa gemerlap di taman kenikmatan, di hadapan Rabbnya.

Lelaki itu menangis, air matanya tak mampu tertahan. Sesaat kemudian adzan subuh. Lelaki itu memohon ampun atas dosa-dosanya selama ini, ia lantas menunaikan shalat subuh dengan kehusyuan yang belum pernah dilakukan seumur hidupnya.

Inilah buah dari doa wanita shalihah yang selalu memohonkan kebaikan untuk sang suami, sang pendamping hidup.

Beberapa tahun kemudian, segala wujud pertobatan lelaki itu mengalir dalam bentuk ceramah, khutbah, dan nasihat yang tersampaikan oleh lisannya. Ya lelaki itu kini telah menjadi da’i besar di kota Madinah.

Memang benar, wanita shalihah adalah harta karun yang amat berharga dan termahal bagi seorang lelaki bertakwa. Bagi seorang suami, istri shalihah merupakan permata hidupnya yang tak ternilai dan "bukan permata biasa". (Ummu Asyrof dari kumpulan kisah nyata, Abdur Razak bin Al Mubarak)

Diambil dan diketik ulang oleh Redaksi dari: Majalah Elfata edisi 08 volume 07 tahun 2007
disalin dari Jilbab.Online

20 prinsip memahami ISLAM

1.Agama Islam merupakan sebuah nidhom (aturan) universal yang mencakup seluruh segi kehidupan manusia. Sehingga ia tidak bisa dipisahkan darinegara dan tanah air atau pemerintah dan rakyat (ummat). Ia adalah moral(akhlaq) dan kekuatan (power), atau rahmat dan keadilan, ia adalah sebuah peradaban dan undang-undang, atau ilmu pengetahuan dan hukum. Ia adalah sebuah materi dan sumber alam atau usaha dan kekayaan, ia adalah jihad dan dakwah, atau pasukan tentara dan fikrah. Seperti juga ia adalah sebuah aqidah yang mantap dan ibadah yang benar. Semuanya sama, tidak bisa dipilah-pilah.

2.Al Qur’aanul Kariim dan sunnah rasul yang suci adalah rujukan setiap muslim dalam mencari hukum-hukum Islam. Dalam memahami Al Qur’aan harus sesuai dengan kaidah dan aturan bahasa arab tanpa ada penyelewengan dan paksaan, dan dalam memahami sunnah rasul (hadits) harus merujuk pada tokoh-tokoh dan ahli ilmu hadits yang terperaya.

3.Iman yang mantap dan jujur, ibadah yang benar dan sungguh-sungguh, didalamnya ada cahaya dan kelezatan serta kenikmatan yang Allah curahkan pada hati siapa saja yang ia kehendaki dari hamba-hamba Nya. Namun seperti ilham, mimpi, dan hal-hal yang bersifat mistik lainnya itu bukan dan tidak termasuk dalam kategori sumber hukum syariat Islam, kecuali kalau memang tidak berbenturan dengan hukum agama dan nash-nash-Nya.

4.Jampi-jampi, mantera-mantera, perdukunan dan peramalan serta ilmu ilmu yang bersifat mistis yang mengaku tahu akan hal-hal ghaib, semuanya itu merupakan kemungkaran yang wajib diberantas. Kecuali kalau memakai ayat-ayat Al Qur’aan atau penyembuhan (jampi jampi/do’a-doa) yang bernara sumber dari Rasulullah SAW.

5.Pendapat seorang imam atau wakilnya dalam suatu masalah yang tidak ada ketentuan nash di dalamnya dan masih banyak kemungkinan yang lain, juga dalam hal kepentingan umum, bisa dipakai (bisa dijadikan rujukan) selama tidak bertentangan dengan kaidah agama. Dan bisa jadi pendapat itu berubah dan berganti (tidak dipakai lagi sebagai rujukan) tergantung situasi dan kondisi, kebiasaan dan adat istiadat tertentu. Pada dasarnya, ibadah dan bentuk peribadatan itu sendiri sesungguhnya tidak melihat kepada arti atau makna yang terkandung dalam ibadah tersebut atau kepada adat istiadat tertentu, juga tidak melihat kepada rahasia, hikmah atau maksud dan tujuan dari ibadah tersebut.

6.Setiap orang yang ditolak ucapannya, kecuali Al ma’shum (yang dijaga dari dosa) Muhammad SAW saja, dan setiap sesuatu dari para pendahulu kita (salafush-sholeh) ridha Allah semoga dilimpahkan kepada mereka yang sesuai dengan Al Qur’aan dan sunnah kami terima. Kalau tidak, maka cukuplah Al Qur’aan dan sunnah sebagai panutan. Namun kami tidak mengecam orang-orang dalam masalah yang masih diperselisihkan, dengan menjelek-jelekkan serta mengolok-oloknya, kami hanya menyerahkannya kepada kehendak dan niat mereka, sebab mereka telah mendapatkan apa yang telah mereka kerjakan atau kemukakan.

7.Bagi setiap muslim yang belum sampai pada derajat “ahli” dalam masalah masalah fiqhiyah dan cabang cabang agama agar mengikuti seorang imam dari banyak imam dalam agama. Lebih baik lagi dalam masalah taqlid ini kalau bisa dikatakan demikian ia berijtihad sebatas yang ia mampu dalam mencari dalil yang dipakai pijakan oleh imam tadi. Dan mau menerima setiap petunjuk yang disertai dalil kapan saja yang menurutnya benar dengan membenarkan orang yang meberi petunjuk tadi. Lalu menyempurnakan kekurangan dalam keilmuan, jika ia termasuk ahli ilmu, sehingga ia dapat mencapai jenjang seorang ahli.

8.Perbedaan masalah Fiqh dalam cabang-cabangnya tidak boleh memicu perpecahan, permusuhan dan perseteruan dalam agama. Setiap mujtahid akan mendapat ganjarannya masing-masing, tidak dilarang dalam mewujudkan suasana keilmuan yang obyektif dalam masalah-masalah khilafiah (perbedaan) kita rajut benang-benang hubungan (cinta kasih) karena Allah, saling kerjasama dalam mencapai hakikat permasalahan yang sebenarnya, tidak sampai menjurus pada fanatik golongan yang tercela.

9.Setiap masalah yang tidak berorientasi pada kerja dan amal, maka menggelutinya termasuk urusan yang dipaksa-paksakan (takalluf) yang dilarang oleh agama, Seperti memperlebar cabang-cabang hukum agama yang belum pernah terjadi. Juga termasuk dalam takalluf adalah terjun dan menggeluti dalam mencari-cari arti ayat-ayat Al Qur’aan yang belum dijangkau oleh ilmu pengetahuan, serta perdebatan dalam membeda-bedakan keutamaan para sahabat Radhiyallahu Anhum, dan perbedaan yang terjadi di kalangan mereka. Setiap mereka punya keutamaan dalam mengikuti jejak Rasulullah SAW. Dan pahala niatnya, sedangkan dalam meraba-raba dan menerka-nerka itu sendiri ada keleluasaan dan kelapangan berfikir (berpendapat).

10.Ma’rifatullah (mengenal Allah Tabarakta Wata’ala), mengesakan-Nya, mensucikan-Nya, adalah aqidah Islami tertinggi, dan termasuk di dalamnya ayat-ayat sifat dengan hadits-hadits shohihnya dan apa yang serupa dengan hal itu, kami mengimani sepenuhnya apa adanya, tanpa mengubah dan menafsiri yang bukan-bukan, juga tak perlu sampai membahasnya dengan bertele-tele sambil menyebutkan perbedaan ulama di dalamnya dan cukuplah bagi kami untuk berwawasan seperti wawasan Rasulullah SAW beserta para sahabat dalam masalah asma dan sifat, dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semua itu dari sisi Tuhan kami” (Ali Imran.27)

11.Segala bentuk bid’ah dalam agama Islam yang tidak punya landasan berpijak dibuat bagus oleh orang dengan hawa nafsunya sendiri baik dengan menambahi atau dengan menguranginya adalah sesat, yang harus diperangi dan dikikis habis dengan cara-cara terbaik yang tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih buruk dari sebelumnya.

12.Sedangkan bid’ah idhofiyah (tidak bersifat esensial dalam agama) dan berpijak pada ibadah-ibadah umum sifatnya adalah perbedaan dalam masalah fiqih saja, setiap orang mempunyai pendapat masing-masing. Dan boleh dilakukan penelitian lebih lanjut, mana yang paling benar dengan syarat harus berdasarkan dalil dan bukti yang kuat.

13. Cinta, hormat serta memuji orang-orang sholeh karena kebajikan amalannya merupakan cara untuk mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah SWT. Yang dinamakan para ahli Allah adalah mereka yang didalam Al Qur’aan dikatakan: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa” (yunus:63). Adapun karomah benar-benar dimiliki (diberikan kepadanya) dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh agama. Dengan suatu keyakinan bahwa mereka mendapat ridho dari Allah SWT. tidak bisa memberikan manfaat dan bahaya bagi dirinya sendiri dalam kehidupan dunia maupun setelah mati, apalagi bisa memberikan sesuatu bagi orang lain.

14.Ziarah kubur, dalam bentuk apapun adalah sunnah, yang disyariatkan oleh agama dengan cara yang sesuai dan bersumber dari Rosulullah SAW. Tapi meminta pertolongan kepada ahli kubur dalam bentuk apapun, memohonnya untuk mengatasi problem dan masalah, baik dari dekat maupun dari jauh, serta apa saja yang bisa digolongkan dalam masalah ini adalah termasuk bid’ah dan dosa besar yang harus diberantas. Kita juga tidak boleh menyalahkan perbuatan-perbuatan itu sebagai jalan pintas untuk membendung perbuatan yang lebih besar dosanya dari yang awal.

15.Berdo’a untuk bertaqorrub kepada Allah swt, dengan tawassul (perantara) kepada salah seorang hamba-Nya adalah masalah khilafiyah (silang pendapat) dari cabang agama dalam bentuk tata cara berdo’a. Bukan termasuk dalam masalah-masalah aqidah.

16. Adat istiadat atau budaya yang salah tidak dapat mengubah hakikat arti lafazh-lafazh yang sudah baku dalam agama. Bahkan seharusnya ditegaskan lagi pada batas-batas arti yang terkandung dalam lafazh tersebut, tidak boleh melampauinya apalagi sampai mengubah arti tersebut pada sisi-sisi dunia dan akhirat maka yang lebih ditekankan disini adalah sebuah ‘ibroh (patokannya) adalah pada arti dan makna yang terkandung didalamnya bukan hanya nama-nama atau sebutan saja.

17.Aqidah adalah sumber atau asas dari suatu amal, sedangkan perbuatan hati itu lebih penting dan lebih banyak pengaruhnya dari pada amalan anggota badan. Namun untuk mencapai kesempurnaan keduanya adalah yang dituntut oleh agama. walaupun keduanya berbeda dalam segi kualitas.

18. Agama Islam membebaskan akal dan menganjurkan untuk tadabbur alam (merenungi keajaiban ciptaan Allah) serta mengangkat derajat ilmu dan orang yang berilmu, juga menerima segala bentuk kemaslahatan yang bermanfaat, sebab hikmah (’ibroh dan pelajaran) itu adalah barang orang mukmin yang hilang, dimana saja ia menemukannya maka ia adalah orang yang paling berhak atas barang tersebut.

19.Pandangan agama dan pandangan akal masing-masing punya daerah pandang sendiri-sendiri, tidak boleh bercampur aduk antara keduanya dan tidak boleh tumpang tindih antara keduanya. Namun demilian, keduanya tidak bisa berbeda pandang dalam hal-hal yang qoth’i (pasti kebenarannya), dan tidak akan berbenturan antara hakikat keilmuan yang benar dengan aqidah agama yang tsabit (jelas kebenarannya). jika diantara keduanya ada yang bersifat zhonni (tidak pasti kebenarannya) dan yang lain bersifat qoth’i maka yang zhonny tadi dita’wil(ditafsiri) dengan makna lain agar sesuai dengan yang qoth’i. Tapi kalau keduanya sama-sama zhonny maka pandangan agama lebih didahulukan sehingga fikiran merasa mantap atau tidak dipakai.

20.Kita tidak boleh mengkafirkan seorang Muslim yang menyatakan dua kalimah syahadat, beramal sesuai dengan aturan agama atau melaksanakan segala kewajiban, kecuali kalau ia memang benar-benar menyatakan kekufuran atau mengingkari ajaran agama yang bersifat darurat (penting dan wajib), atau mendustakan ayat-ayat Al Qur’aan yang sudah jelas artinya dan menafsirinya dengan tafsir yang tidak sesuai dengan uslub (cara) dan kode etik bahasa Arab, atau mengerjakan perbuatan yang tidak bisa ditafsiri selain tafsiran kafir.


http://tiyaimoet.blog.friendster.com/

Minggu, 04 Juli 2010

Perjalanan panjang JAMBORE 1000 anak yatim se- JATENG

Perjalanan panjang JAMBORE 1000 anak yatim se- JATENG

Bismillah . . .
Kutapaki jalan yang panjang, perjalanan panjang menuju kota klten penuh INSPIRASI dahsayt di bulan Juli ini. Setapak demi setapak ku langkahkan kaki, kupacu motor yang senantisa menemaniku “vegaz”. Hari ini kami seharusnya sudah berada di bumper “manisrenggo” Klaten, namun karena ada suatu hal yang Qodarulloh semoga ini adalah pilihan yang terbaik dari Nya. Kupacu motorku dengan kecepatan sedang menuju ke rumah saudariku satu perjuangan di LAZIS SOLO, sekitar 20 menit akhirnya kau sampi di jalan tempat kami janjian. Namun saying nya ternyata saudaraku “masih proses berbenah sehingga aku pun diminta untuk menunggu dulu dipinggir jalan. Selang setengah jam kemudian setelah kulitku cukup menghitam (lebay nya kumat) aku pun diminta saudariku menjemput di depan rumah nya. So, kami pun memulai perjalanan “inspirastif” ini.
Kenapa kami meyebut perjalanan ini perjalanan onspiratif, karena ini adalah kali pertamanya “vegaz” harus melanglangbuana ke kota “Seribu Candi” ini. Selang satu setenagh jam akhirnya kami pun sampai juga di “ Bumper Manisrenggo” langsung breefing sebentar dan dhuha pagi ( dhuha-nya g jadi jama’ah coz dah ditinggal, rencananya kami mau dhuha=dzikir bersama ust.Yusuf Mansyur, tapi karena kontingen Solo memilih untuk di Bumper Manisrenggo yang semula akan diadakan di Bumper Magelang tomatis kan pesertane juga g jadi 1000, tapi just for “Solo”). Salut untuk kontingen Solo yang telah bijak memutuskan keputusan besar ini. Akhirnya Jambore 1000 ank yatim diadakan di dua tempat karena “Solo” telah memilih
Kembali ke cerita. Kami pun mulai jadi tim outbond adik-adik ( ya walaupun kami sebenarnya kalah semangat, tapi salut lagi ahh untuk adik-adik dari “Mardhotillah” yang telah memberikan banyak pembelajaran untuk saya manfaatkan untuk kehidupa, kami saling share deu di sela-sela outbond). Sebelum dhuhur kami pun rehat dan kembali ke agenda outbond ceria sampai sore. Adapun pos-pos yang panitia persiapkan diantaranya adalah: meniti tali 5meter, playing force, lomba bakiak, jarring-jaring listrik, tarik tambang, dan banyak lagi.
Malam pun beranjak, saatnya pentas seni pun dimula. Banyak hal seru yang adik-adik tampilkan di panggung, ada da’I cilik, tilawah, MTQ, drama, nasyid, puisi, serta ada juga modern qosidah.
Semakin malam acara pun semakin seru dilanjutkan dengan “baker jagung bare” juga ditemani munsyid “ALKALINE” binaan ustadz Indrawan ( yang sekalugus nanti sebagai trainer motivation).
Malamnya kami pun bobok di tenda, ya walaupun banyak panitia ikhwan yang berada di luar tenda untuk menjaga adik-adik, salut untuk semua, kalian is the best.
***
Pagi pun beranjak, dimulai dengan sholat subuh berjama’ah di masjid dekat Bumpe (heheh Bumper ini komplit leh, jadoi so bias untuk ikhwah referensi). Kemudian kami senam bareng, heheh senamnya pun syar’I lho, tau g kenapa??? Ada deh ( pasti penasaran). Lanjut adik-adik sarapan, mandi, dan Training Motivation pun dimulai. Kesan yang saya rsakan hanya ada satu kata yakni “Subhanallohhhhhhhhhhhhh), adik-adik ku LUAR BIASA. Semoga Alloh SWT memberikan kemudahan di setiap langkahmu dik, semoga tercapai semua cita-citamu kelak, “salam SUPER DAHSYAT semoga menjadi pribadi yang SUKSES dunia dan AKHERAT. Amiin.
Bumi masih terus berputar, dan siang pun mulai beranjak. Saatnya kami pun pulang kembali ke Solo. Ada 4 bus besar yang emnampung 180-an adik-adik, pendamping, panitia, dan so pasti perkap kami yang semuanya kami bawa dari Solo ( syukron untuk panitia ikhwan , lagi harus memuji kali ini ikhwan thok lhe panitiane, solid, sistematis, dan sukses luar biasa)
Barokalloh untuk yang telah mendapatkan “sedikit” kenang-kenangan yang “LUAR BIASA DAHSYAT” ini, semoga Alloh senantiasa menjaga kita semua. Amiin.
***
Salam SEMANGAT DAHSYAT untuk panitia ikhwan, pak makmur, pak arif, pak sholeh, pak narti, pak indrawan, pak eksa, pak eko, de el el.
Salam SEMANGAT BERMIMPI untuk ustadzah dan pendamping, ibu jannah, ibu “kreatif”, ukh umi, ukh parmi, ukh zaki, de el el.
Untuk adik-adikku yang aku sayangi yakinlah bahwasannya “BERAWAL dari MIMPI kemudian kita rencanakan hal yang PSTi, insya Alloh biidznillah kita pun akan menjadi pribadi yang bermanfaat SUKSES luar biasa. Yakinlah adik-adikku. Salam untuk NTT, Flores, Sulawesi, dan Medan tempat kalian dilahirkan, semoga suatu saat nanti mbak bias silaturrohmi kesana, amiin.
Teruntuk “ 7 srikandi”, tetep SEMANGAT ya ukh, yakin JODOH, RIZKI dari Alloh todak akan tertukar dan keliri, insya Alloh.
Teuntuk all panitia Magelang, SUKSES DAHSYAT LUAR BIASA.
***
Sekali lagi SEMANGAT DAHSYAT, semoga ini adalah langkah-langkah awal menuju KESUKSESAN PASTI, biidznillah.

Ini adalah jarring laba-laba yang tidak akan pernah putus, semoga UKHUWAH ini senantiasa membawakan barokah uintuk kita semua. Amiin.

d^^b
Bumi Perkemahan Kepurun Mansrenggo Klaten
2-4 Juli 2010