Mencerna apa yang dimakan, menyaring menjadikannya nutrisi, nutrisi kehidupan^^v

Bismillah...proses belajar yang terus-menerus, seharusnya menjadikan diri semakin produktif, insya Alloh...

Selasa, 31 Agustus 2010

Dalam Dekapan Cinta part 12

Bismillah
Ketika hati ini hanya mengharapkan ridho MU
Ketika hati ini hanya mengharapkan cinta MU
dan ketika keikhlasan telah terpatri

Ya Robbi di malam ke dua puluh satu ini tautan hati cinta dan kasih antara dua insan yang saling berpegang teguh hanya pada tali yang cinta suci MU menaburkan janji. Hamba memohon Engkau memberikan kemudahan kepada kami untuk menautkan hati ini dengan hanya mengharapkan maghfiroh dari MU. Ya Aluloh kuatlanlah hamba.

" mendekap diantara semu, dalam bayang percik diri ini ingin kugapai, segala mimpi dan impian itu, ingin kugapai barokah dari ridho mu Ibu, hanya itu, dan ini kujadikan cita serta cinta yang terbesar dalam draft kehidupanku, ridhoilah Ya Alloh^^v"

Open Your Eyes

Album :
Munsyid : Maher Zain
http://liriknasyid.com



Open Your Eyes
Look around yourselves
Can't you see this wonder
Spreaded infront of you
The clouds floating by
The skies are clear and blue
Planets in the orbits
The moon and the sun
Such perfect harmony

Let's start question in ourselves
Isn't this proof enough for us
Or are we so blind
To push it all aside..
No..

We just have to
Open our eyes, our hearts, and minds
If we just look bright to see the signs
We can't keep hiding from the truth
Let it take us by surprise
Take us in the best way
(Allah..)
Guide us every single day..
(Allah..)
Keep us close to You
Until the end of time..

Look inside yourselves
Such a perfect order
Hiding in yourselves
Running in your veins
What about anger love and pain
And all the things you're feeling
Can you touch them with your hand?
So are they really there?

Lets start question in ourselves
Isn't this proof enough for us?
Or are we so blind
To push it all aside..?
No..

We just have to
Open our eyes, our hearts, and minds
If we just look bright to see the signs
We can't keep hiding from the truth
Let it take us by surprise
Take us in the best way
(Allah..)
Guide us every single day..
(Allah..)
Keep us close to You
Until the end of time..

When a baby's born
So helpless and weak
And you're watching him growing..
So why deny
Whats in front of your eyes
The biggest miracle of life..

We just have to
Open our eyes, our hearts, and minds
If we just look quiet we'll see the signs
We can't keep hiding from the truth
Let it take us by surprise
Take us in the best way
(Allah..)
Guide us every single day..
(Allah..)
Keep us close to You
Until the end of time..

Open your eyes and hearts and minds
If you just look bright to see the signs
We can't keep hiding from the truth
Let it take us by surprise
Take us in the best way
(Allah..)
Guide us every single day..
(Allah..)
Keep us close to You
Until the end of time..

Allah..
You created everything
We belong to You
Ya Robb we raise our hands
Forever we thank You..
الحمد الله
Alhamdulillah..

Senin, 30 Agustus 2010

Menimbang Manfaat yang Lebih Besar

Menimbang Manfaat yang Lebih Besar

(Fiqih Muwazanat)

1. Dinul Islam tidak semata-mata diturunkan, melainkan untuk kemaslahatan semesta, sebagaimana firman Allah SWT tentang misi Rasul saw.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiya:107)

Firman Allah swt. yang lain:

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Maidah:6)

2. Apabila kemaslahatan untuk semua orang tidak dapat dicapai, maka perintah syari’ah adalah agar mengupayakan kemaslahatan yang lebih besar. Sebagaimana firman Allah:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.” (Al-Baqarah:217)

Ayat ini mentoleransi atau bahkan mendispensasi untuk melakukan peperangan di bulan Haram, padahal status hukum berperang di bulan-bulan Haram adalah haram, tetapi untuk kemaslahatan yang lebih besar bagi dakwah Islamiyah, bahkan bagi umat manusia, maka mengambil inisiatif menyerang sekalipun adalah langkah yang dibenarkan oleh syariat.

Kemaslahatan yang lebih besar itu berupa dapat dilumpuhkan atau dihancurkannya kekuatan yang menghalangi dakwah Islam, lahirnya institusi kekufuran, penodaan terhadap tempat suci Masjidil Haram serta pengusiran kaum muslimin dari rumah dan kampung halaman mereka. Dan secara umum setiap bentuk upaya membelokkan manusia dari aqidah Islami merupakan “Fitnah” yang lebih dahsyat dari membunuh musuh di bulan terlarang ini.

3. Ketika dalam hidup, kita harus memilih antara dua perkara yang jaiz atau halal, tetapi tingkat atau dampak kemaslahatannya tidak sama, maka pilihan harus dijatuhkan kepada yang dikalkulasi lebih besar maslahatnya.

Rasulullah saw. manakala diberi pilihan antara dua perkara yang halal dan tidak mengandung dosa di dalamnya, maka beliau memilih mana yang lebih maslahat, lebih ringan, baik tenaga, waktu atau biayanya. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah:

وعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قالت: مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ أَحَدُهُمَا أَيْسَرُ مِنْ الْآخَرِ إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ

“Tidaklah Rasulullah saw. diberi pilihan antara dua hal, kecuali beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya, jika itu tidak perkara dosa. Jika itu perkara dosa, maka beliau paling menjahui dari perkara itu dibandingkan manusia siapapun.” (H.R. Bukhari-Muslim)

4. Apabila kewenangan untuk mempertimbangkan dan memilih mana yang diperhitungkan akan dapat lebih membawa maslahat, itu dimandatkan kepada seseorang melalui wakalah -perwakilan-, maka pihak wakil -yang diberi hak perwakilan- berhak dan tidak boleh dipersalahkan ketika menjatuhkan pilihan tertentu yang masih dalam lingkup wakalahnya. Ini berlaku untuk pemberian mandat khusus ataupun mandat umum, meskipun pihak penerima mandat sebagai perseorangan. Terlebih apabila mandat itu diberikan kepada suatu tim, atau grup atau struktur organisasi yang berposisi sebagai pemimpin yang terpilih. Ijtihad individual dari anggota organisasi itu tidak boleh menjadi alternatif bagi ijtihad pemimpin, apalagi melikuidasinya.

Di atas otoritas wakalah tersebut, ijtihad dan pilihan yang diambil pemimpin dalam menimbang (muwazanah) antara kemaslahatan, diperkuat pula dengan otoritas kewajiban taat (wujubut tha’ah) kepada ulil amri yang diperintahkan Al-Qur’an dalam surat An-Nisa, ayat 59.

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

5. Kemaslahatan itu ada yang berupa manfaat sesuatu yang kita pakai atau konsumsi secara fisik, hal ini dipertimbangkan berdasarkan empiris dan keahlian atau spesialisasi. Taujih Al-Qur’an menegaskan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ

“(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-A’raf: 157)

6. Pilihan yang dibuat sering harus diberlakukan juga antara beberapa kemungkinan yang bakal terjadi, melalui analisis konsekuensi atau dampak ke depannya atau kajian “Fiqhul Ma’alat”. Perbuatan yang jaiz bahkan ada kebaikannya, ternyata dilarang Al-Qur’an jika berdampak langsung (dzari’ah) dan menimbulkan hal-hal yang jauh lebih merugikan, lebih mafsadat atau madharat.

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Al-An’am:108)

Dalam hal keniscayaan mempertimbangkan apa yang bakal atau diperhitungkan terjadi di masa yang akan datang, pembenaran terhadap tindakan Khidir dalam Al-Qur’an adalah relevan untuk dikemukakan.

وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا .فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا

“Dan adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). (Al-Kahfi:80-81)

Dalam konteks politik Islam -siyasah syar’iyah-, imam Ibnu Taimiyah merekomendasikan pilihan figur untuk suatu pos jabatan publik, baik berupa pasangan atau satu pos tertentu. Ia minta agar mencontoh pasangan para khularaur rasyidin yang mendapat taufiq Allah.

Sosok Abu Bakar yang lembut lebih maslahat berpasangan dengan sosok Khalid bin Walid yang streng.

Model Umar yang streng lebih maslahat berpasangan dengan Abu Ubaidah, bukan dengan Khalid bin Walid.

Untuk posisi qadhi (hakim) ia menyarankan sosok orang yang pintar dan pemberani meskipun agak kurang amalan sunatnya.

Untuk seorang ahli fatwa (mufti), harus seorang yang pintar yang lebih hati-hati (‘alim yang wari’) meski kurang berani dan sangat hati-hati dalam bertindak.

Sedangkan untuk seorang panglima atau komandan, ia mengajukan orang yang kuat, pemberani meskipun kurang ke’aliman dan amalan sunatnya.

8. Contoh dari Ibnu Taimiyah di atas sekaligus cocok untuk wawasan tentang mempertimbangkan mana yang dampaknya pribadi dan mana yang berdampak umum. Keshalihan yang bersifat pribadi maslahatnya terbatas untuk diri pribadinya, sedang keshalihan atau kethalehan (ketidakshalihan) yang akan berdampak umum harus lebih dipertimbangkan.

Ini sesuai dengan arahan Rasulullah saw. tentang shalat dan jihad bersama seorang imam betapapun juga akhlaqnya.

اَلصَّلاَةُ وَرَاءَ كُلِّ إِمَامٍ، بِرًّا كَانَ أَوْ فَاجِرًا، وَالْجِهَادُ مَعَ كُلِّ إِمَامٍ، بِرًّا كَانَ أَوْ فَاجِرًا

“Melaksanakan shalat di belakang setiap imam, baik yang baik atau yang tidak baik. Dan berjihad bersama setiap imam, baik yang baik maupun yang tidak baik.”

Jangan tinggalkan shalat berjamaah bersama seorang pemimpin, meski ia seorang yang tidak baik (fajir), karena bagi ma’mum tetap untung dan mendapatkan pahala berjamaah, tidak ada ruginya. Sebab kefajiran pribadi pemimpin dalam hal shalat berjamaah bisa jadi pengurang pahala bagi dirinya, sedang kemaslahatan, serta pahala shalat berjamaah tetap didapat oleh ma’mum tanpa berkurang.

Sama halnya dengan jihad bersama pemimpin yang fajir, kefujurannya merugikan dirinya, sedangkan kemaslahatan jihad melumpuhkan musuh dakwah adalah untuk kemaslahatan umum.

Karena itu, fuqaha (para ahli fiqh) membuat kategorisasi antara kebaikan yang terbatas (al-khairul qashir) dengan kebaikan yang berdampak luas (al-khairul muta’addi).

Dalam konteks kemaslahatan umum yang luas (al-khairul muta’addi) yang harus lebih dipertimbangkan, sedangkan “al-khairul qashir” kalau ada, tentu akan lebih baik dan memper-elok. Jika tidak terpenuhi kedua-duanya, kebaikan pribadi mungkin bisa diupayakan atau didorong dengan perjalanan waktu bahkan bisa ditoleransi. Tidak demikian halnya dengan yang berdampak umum, kepositifan atau kenegatifan, bukan perkara yang bisa ditoleransi dan diserahkan kepada proses waktu.

8. Dalam menapaki perjuangan menuju keridhaan Allah, ada keharusan selalu memadukannya dengan doa, sebaliknya doa harus berpadu dengan upaya. Di sektor politik misalnya, perjuangan politik yang ditempuh dengan sabar dan punya target membangun bangsa dan pelayanan umat, maka di sinilah yang membedakan politik untuk kekuasaan dan politik untuk melayani. Sebagaimana arahan Kitabullah swt.:

وجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآَيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar[1195]. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As-Sajdah:24)

Ayat ini menegaskan bahwa imam adalah pemimpin (sulthan), dan pemimpin adalah imam. Keteladanan sebagai pemimpin dalam hal kepedulian, bebas KKN, dan pelayanan yang baik, ini dibina dengan segala kesabaran, untuk mampu membawa masyarakat pada kehidupan yang berjalan menurut guidance Allah swt., sehingga Allah swt. ridha kepada kita, dan kitapun ridha kepada-Nya

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

أللهم آمين


http://dedi.pksngawi.org/index.php?option=com_content&view=article&id=7:fiqh-muwazanat&catid=3:perjalanan&Itemid=2

Yang Tegar di Jalan Dakwah

Buku Tegar di Jalan Dakwah adalah karya Ust. Cahyadi Takariawan setelah Buku Menyongsong Mihwar Daulah. Tampaknya dua buku ini sengaja ditulis oleh Ust. Cahyadi Takariawan di akhir mihwar muassasi ini –biidznillah- sebagai kontribusi beliau kepada jamaah dakwah dan segenap aktivisnya agar benar-benar siap saat memasuki mihwar daulah nanti. Jika pada buku Menyongsong Mihwar Daulah tertera sub judul Mempersiapkan Kader-Kader Dakwah Menjadi Pemimpin Negara, maka pada buku Tegar di Jalan Dakwah ini dicantumkan sub judul: Bekal Kader Dakwah di Mihwar Daulah.

Sebagaimana tulisan beliau pada buku Menyongsong Mihwar Daulah: Masing-masing orbit saling berhubungan dengan yang lain secara sinergis, dan logika yang digunakan dalam konteks kesinambungan antarorbit ini bukanlah ‘meninggalkan’, melainkan ‘menambah’ dan kesadaran beliau akan: kelemahan dalam sebuah orbit berdampak panjang pada kelemahan di dalam orbit yang lain, maka buku Tegar di Jalan Dakwah bukan saja untuk membekali kader dakwah ketika berada di Mihwar Daulah nanti tetapi juga sebagai langkah antisipasi yang harus dimulai sejak saat ini.






Buku Tegar di Jalan Dakwah ini membahas empat hal besar yang masing-masing dijelaskan dalam bab tersendiri: problematika internal aktivis dakwah, problematika eksternal dakwah, daya tahan di medan dakwah, dan yang tegar di jalan dakwah. Meskipun judulnya problematika, bab 1 dan bab 2 juga mencantumkan solusi pada setiap problematika yang muncul. Solusi pada bab 1 lebih detail dan bersifat aplikatif karena menyangkut permasalahan internal kader, sementara solusi pada bab 2 lebih bersifat global terkait langkah apa yang perlu diambil oleh jamaah dakwah. Bab 3 berisi langkah-langkah sistematis “membangun” dan “menjaga” daya tahan di medan dakwah. Sedangkan bab 4 banyak berisi contoh-contoh dai atau jamaah dakwah yang tegar menghdapi beragam mihnah.

Problematika Internal Aktivis Dakwah

Pembahasan probelmatika internal lebih didahulukan dari pada pembahasan problematika eksternal karena problem terberat bagi semua jamaah dakwah adalah kendala internal. Ketika problematika internal sudah diselesaikan/dikelola dengan baik, maka amanah dakwah lebih mudah ditunaikan dan problematika eksternal lebih mudah diselesaikan.

Problematika internal yang sering dijumpai dalam jamaah dakwah adalah gejolak kejiwaan, ketidakseimbangan aktifitas, latar belakang dan masa lau, penyesuaian diri, dan friksi internal.

Gejolak kejiwaan sebenarnya merupakan persoalan yang dimiliki oleh semua manusia biasa. Dan yang perlu disadari adalah para aktivis dakwah juga manusia biasa. Gejolak ini tidak bisa dimatikan sama sekali, tetapi perlu dikelola dengan baik agar tidak merugikan dakwah dan aktifis dakwah.

Diantara gejolak kejiwaan itu adalah: Pertama, gejolak syahwat. Banyak orang yang terpeleset oleh gejolak ketertarikan pada lawan jenis ini. Bagi mereka yang belum menikah, gejolak ini biasanya lebih besar dan lebih berpeluang “menggoda.” Kedua, gejolak amarah. Seperti kisah Khalid saat menghadapi Jahdam dan pemuka bani Jazimah, gejolak amarah ini bisa berakibat fatal termasuk bagi citra dakwah, hubungan antar aktifis dakwah, dan terjadinya fitnah diantara kaum muslimin. Ketiga, gejolak heroisme. Semangat heroisme memang bagus dan sangat perlu, tetapi ketika sudah tidak proporsional ia akan mendatangkan sikap ekstrem yang berbahaya bagi kemaslahatan dakwah dan umat. Kasus pembunuhan terhadap Nuhaik yang dilakukan Usamah bin Zaid adalah contohnya. Keempat, gejolak kecemburuan. Seperti kecemburuan Anshar pada para mualaf yang mendapatkan hampir semua ghanimah perang Hunain, sikap ini bisa berefek pada melemahnya soliditas internal jamaah. Meskipun yang dicemburui oleh Anshar sebenarnya adalah perhatian Rasulullah dan bukan materi ghanimah-nya, gejolak ini segera diselesaikan Rasulullah karena jika dibiarkan bisa berdampak negatif.

Ketidakseimbangan aktifitas juga menimbulkan problematika tersendiri. Ketidakseimbangan antara aktifitas ruhaniyah dengan aktifitas lapangan, ketidakseimbangan antara dakwah di dalam dengan di luar rumah tangga, ketidakseimbangan antara aktifitas pribadi dengan organisasi, ketidakseimbangan antara amal tarbawi dengan amal siyasi, ketidakseimbangan antara perhatian terhadap aspek kualitas dengan kuantitas SDM; semuanya bisa berakibat negatif. Tawazun atau kesimbangan yang merupakan asas kehidupan, juga harus dipraktikkan dalam kehidupan berjamaah dan oleh semua aktifis dakwah.

Latar belakang dan masa lalu aktifis yang buruk bisa pula menjadi problematika internal dakwah jika tidak dilakukan langkah-langkah solutif. Latar belakang keagamaan keluarga, misalnya. Ia bisa berbentuk lemahnya tsaqafah Islam, tekanan keluarga yang menentang aktifitas dakwah, dan kerancuan dalam orientasi kehidupan. Sedangkan masa lalu yang “jahiliyah” bisa membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi kredibilitas sang aktifis dakwah. Solusi atas problem ini terangkum dalam kata “mujahadah.” Bagaimana seorang aktifis melakukan muhasabah, menyadari kelemahannya dan melakukan perbaikan diri. Masa lalu memang tidak bisa diubah, tetapi pengaruhnya bisa dikendalikan.

Problematika internal yang keempat adalah penyesuaian diri. Yakni penyesuaian diri terhadap karakteristik pendekatan dan sikap dakwah yang melekat pada masing-masing marhalah dan orbit dakwah. Sebagaimana corak dakwah yang berbeda antara fase Makkiyah dan Madaniyah, bahkan masa sirriyah dan jahriyah pada fase Makkah yang juga berbeda, dakwah saat ini juga mengalami hal yang sama; ada tahap-tahapnya. Antara mihwar tanzhimi yang berkonsentrasi pada konsolidasi internal dan mihwar muassasi yang konsen pada perjuangan politik membuat beberapa kader dakwah tidak mampu menyesuaikan diri. Hambatannya bisa karena sifat “kelambanan” kemanusiaan, kecenderungan jiwa, keterbatasan dan perbedaan tsaqafah, sampai keterbatasan kapasitas. Untuk mengatasi problem ini dibutuhkan peran kelembagaan dakwah. Jamaah dakwah perlu melakukan persiapan perubahan fase dakwah, mensosialisasikan cara pandang yang disepakati tentang batas-batas pengembangan dakwah sehingga jelas mana yang termasuk pengembangan (tathwir) dan mana yang termasuk penyimpangan (inhiraf). Jamaah dakwah juga harus mendefinisikan masa yang asholah dan tsawabit, serta mana yang mutaghayyirat.

Problem internal kelima adalah friksi internal. Friksi ini bisa timbul dari lingkungan yang kecil seperti intern sebuah lembaga dakwah, atau antarlembaga, atau antarpersonal pendukung dakwah. Banyak gerakan dakwah yang harus tutup usia dan kini tinggal nama karena problematika ini. Friksi dalam sejarah dakwah memberi beberapa pelajaran penting bagi kita: bahwa friksi merupakan indikasi kelemahan proses tarbiyah, friksi menandakan adanya kelemahan dalam penjagaan diri para aktifis dakwah, restrukturiasi dakwah tepat dilakukan terhadap orang-orang yang telah memahami karakter dakwah itu sendiri, friksi juga bukti keberadaan ego manusia, penumbuhan al-wa’yul islami (kesadaran berislam) dan al-wa’yu ad-da’awi (kesadaran dakwah) lebih utama dibandingkan sekedar meletupkan hamasah (semangat) bergerak, dan sangat mungkin friksi timbul karena hadirnya pihak ketiga yang sengaja “memecah” jamaah.

Problematika Eksternal Dakwah

Problematika eksternal dakwah yang bisa menjadi bahaya besar bagi kebaikan bangsa dan masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam meliputi problematika spiritual dan kultural, problematika moral, dan problematika sistemik.

Diantara problematika dakwah di Indonesia yang menyangkut aspek spiritual dan kultural adalah: berhala-berhala modern baik berupa teknologi yang dijadikan rujukan kebanaran, sains yang diabsolutkan, materi yang ditaati, maupun kekuasaan yang dipuja-puja; syirik, khurafat dan tahayul yang masih merebak di masyarakat; globalisasi dan dialektika kultural; serta tradisi baik yang sudah tergerus dan tergantikan dengan budaya negatif efek perkembangan peradaban.

Problematika moral diantaranya adalah minuman keras dan penyahgunaan obat-obatan, penyelewenangan seksual, perjudian dan penipuan, serta tindakan brutal dan kekerasan.

Sedangkan yang dimaksudkan dengan problematika sistemik adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kemiskinan, kebodohan, dan ancaman disintegrasi bangsa.

Daya Tahan di Medan Dakwah

Dakwah yang merupakan jalan panjang dan lintas generasi niscaya memerlukan daya tahan yang permanen. Bagi, individu kader dakwah daya tahan ini jug harus dimiliki agar tetap istiqamah sampai mengakhiri sejarah kehidupannya dengan husnul khatimah. Untuk itu, paling tidak ada lima faktor yang perlu dimiliki para aktifis dakwah untuk merealisir daya tahan di medan dakwah: menguatkan dan membersihkan motivasi, menggapai derajat iman, menggandakan kesabaran, kekuatan ukhuwah, dan dukungan soliditas struktur.

Untuk menguatkan dan membersihkan motivasi kita perlu selalu memahami makna ikhlas dan berupaya mencapainya dengan jalan: senantiasa memperbaharui niat, berusaha keras menunaikan kewajiban, berusaha keras mewujudkan kecintaan kepada Allah, merasakan pengawasan Allah, dan hati-hati dalam beramal.

Untuk mencapai derajat iman kita perlu : memiliki orientasi rabbani, yakni menjadikan seluruh aktifitas selalu berorientasi kepada Allah, dan sebaliknya, berhati-hati terhadap orientasi duniawi. Jika kita mampu mencapai derajat iman ini, maka Allah menjanjikan kemenangan atas musuh, jaminan bahwa orang-orang kafir takkan menguasai, mendapatkan izzah, mendapatkan kehidupan dan rezeki yang baik, menjadi khalifah di muka bumi, serta mendapatkan surga di akhirat nanti.

Untuk bisa menggandakan kesabaran kita perlu memberikan dorongan jiwa untuk mengejar dengan sungguh-sungguh faedah-faedah yang ditimbulkan oleh kesabaran, dan betapa besar buahnya bagi agama dan keduniaan kita serta melawan pengaruh hawa nafsu. Jika kesabaran telah kita miliki maka kita akan mendapatkan hikmahnya yang luar biasa: dijadikan pemimpin, pahala yang besar, kebersamaan Allah, dan mendapatkan berbagai macam kebaikan krn sabar.

Untuk membangun ukhuwah kita perlu memotivasi diri dengan keteladanan ukhuwah di zaman kenabian lalu memperbaiki hubungan sesama aktifis dakwah berlandaskan cinta dan kasih sayang. Kita juga harus meminimalisir penghambat-penghambat ukhuwah. Jika kekuatan ukhuwah ini terbangun kokoh, maka daya tahan kita sebagai aktifis dakwah maupun daya tahan jamaah di medan dakwah akan semakin kokoh.

Sedangkan upaya membangun soliditas struktur paling tidak meliputi konsolidasi manajerial dan konsolidasi operasional. Konsolidasi manajerial dilakukan dengan penataan manajemen yang bagus dan profesional dalam setiap jalur dan lini. Selain mengambil prinsip-prinsip dari Al-Qur'an dan Hadits, prinsip manajemen modern juga bisa diterapkan. Konsolidasi operasional dimaksudkan untuk menyinkronkan berbagai kegiatan dalam skala gerakan, sekaligus senantiasa mengarahkn gerak dakwah kepada tujuan yang ditetapkan. Selain itu, untuk membangun soliditas struktur perlu menghindari hal-hal yang bisa merusaknya yaitu munculnya sekat komunikasi dan lemahnya imunitas struktural (mana'ah tanzhimiyah).

Yang Tegar di Jalan Dakwah

Jalan dakwah ini pasti dipenuhi dengan beragam kesulitan, hambatan, rintangan, tribulasi. Para aktifisnya akan berhadapan dengan beragam mihnah, sebagaimana para dai generasi sebelumya sejak Rasulullah dan para shahabatnya, tabi'in, tabiut tabi'in, dan seterusnya.

Diantara mihnah itu ada yang berupa ejekan, gelombang fitnah, teror fisik, manisnya rayuan, tekanan keluarga, keterbatasan ekonomi, kemapanan, sampai kekuasaan. Kader dakwah harus tegar dalam menghadapi semua mihnah itu.

Agar tegar dalam menghadapi ejekan, sadarilah bahwa ejekan kepada Rasulullah jauh lebih hebat; maka biarkan saja semua orang mengejek, tidak perlu diladeni. Agar tegar dalam menghadapi fitnah, tetaplah bekerja dan beramal maka umat akan tahu siapa yang benar dan siapa yang tukang fitnah. Agar tegar dalam menghadapi teror fisik, tawakallah kepada Allah dan berdoalah senantiasa, di samping persiapan lain yang juga perlu dilakukan oleh struktur dakwah. Agar tegar dalam menghadapi manisnya rayuan, jagalah keikhlasan dan senantiasa memperbarui niat, waspada dan tetap bersama jamaah. Agar tegar dalam menghadapi tekanan keluarga, ketegasan harus diutamakan . Iman tidak bisa ditukar dengan keluarga, jika memang itu pilihannya. Agar tegar dalam kondisi kekurangan/keterbatasan ekonomi, bersabar adalah kuncinya. Kekuatan ukhuwah sesama aktifis dakwah juga berperan penting untuk menjaga kita tetap tegar. Agar tegar dalam kemapanan harus memiliki paradigma semakin banyak kekayaan, semakin banyak kontribusi bagi dakwah. Maka yang diteladani adalah Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Agar tegar di puncak kekuasaan, kelurusan orientasi perjuangan, ketaatan pada manhaj dakwah Rasulullah dan keyakinan akan janji-jani-Nya. Dan pada semua mihnah, kedekatan dengan Allah dan tawakkal kepada-Nya merupakan kunci utama agar tegar di jalan dakwah! [Muchlisin]

For the Rest of My Life Lyrics

For the Rest of My Life Lyrics

By: Maher Zain

I praise Allah for sending me you my love
You found me home and sail with me
And I`m here with you
Now let me let you know
You`ve opened my heart
I was always thinking that love was wrong
But everything was changed when you came along
OOOOO
And theres a couple words I want to say

For the rest of my life
I`ll be with you
I`ll stay by your side honest and true
Till the end of my time
I`ll be loving you. loving you
For the rest of my life
Thru days and night
I`ll thank Allah for open my eyes
Now and forever I I`ll be there for you

I know that deep in my heart
I feel so blessed when I think of you
And I ask Allah to bless all we do
You`re my wife and my friend and my strength
And I pray we`re together eternally
Now I find myself so strong
Everything changed when you came along
OOOO
And theres a couple word I want to say

For the rest of my life
I`ll be with you
I`ll stay by your side honest and true
Till the end of my time
I`ll be loving you. loving you
For the rest of my life
Thru days and night
I`ll thank Allah for open my eyes
Now and forever I I`ll be there for you

I know that deep in my heart now that you`re here
Infront of me I strongly feel love
And I have no doubt
And I`m singing loud that I`ll love you eternally

For the rest of my life
I`ll be with you
I`ll stay by your side honest and true
Till the end of my time
I`ll be loving you.loving you
For the rest of my life
Thru days and night
I`ll thank Allah for open my eyes
Now and forever I I`ll be there for you

I know that deep in my heart

Artist: Maher Zain
Album: Thank You Allah
Copyright: Awakening Records 2009


http://www.islamiclyrics.net/maher-zain/for-the-rest-of-my-life/

AKU mulai mencintai MU

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi Neraka Jahanam kebanyakan dari Jin dan Manusia,mereka mempunyai hati,tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah;mereka mempunyai mata,tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah;mereka mempunyai telinga,tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).Mereka itu seperti binatang ternak,bahkan mereka lebih sesat lagi ( 7:179 )”
“Ingatlah bahwa dalam jasad itu ada sekerat daging,jika ia baik,baiklah jasad seluruhnya.Dan jika ia rusak,maka rusaklah jasad seluruhnya.Sepotong daging itu adalah Hati ( HR.Bukhori dan Muslim )”

KEMENANGAN itu ada untuk KITA
Pada dasarnya kemenangan kita raih pada saat kita yang mengaku dirinya sebagia sosok seorang aktivis itu mampu untuk menjaga jiwa kita agar tetap bersih, dimana dalam jiwa yang bersih itulah keimanan mampu untuk tumbuh dengan kokoh, di dalam hati yang bersih akan memancarkan tekad kita yang kuat membaja dalam melakukan kebaikan, membela kebenaran, serta menegakkan keadilan. Di dalam jiwa yang bersih pula akan muncul kecintaan kita untuk memperjuangkan “ Risalah Illahi “ serta mampu menolak diri dalam melakukan kebenaran. Teringat sebuah pesan dari al akh dimana ketika kita terindikasi lepas dari pengawasan Alloh SWT adalah disaat kita sudah tidak mampu lagi merasakan salah ketika kita melakukan kesalahan, dalam hal ini konteks nya kesalahan kecil maupun kesalahan besar.
Ada sebuah pesan menarik yang disampaikan oleh Khalifah Umar bin Khatthab tatkala memberangkatkan pasukan perang yang di pimpin Sa’ad bin Abi Waqash yang hendak melawan Persia, yang penduduknya menyembah api. Saat itu, 30.000 mujahidin siap berangkat ke Al-qadisiyah, berbatasan dengan negri Kisra. Sebelum mereka berangkat berperang, Khalifah Umar r.a. memberikan wasiat sebagai berikut: “Bismillah wa ‘ala barakatillah. Wahai Sa’ad bin Abi Waqash, janganlah engkau tertipu dan sombong lantaran engkau adalah paman Rasulullah SAW dan salah seorang sahabatnya. Ketahuilah, semua orang di mata Allah, baik bangsawan maupun bukan, adalah sama. Di sisi Allah, hamba yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa kepada-Nya”
“Ya sa’ad. aku wasiatkan kepadamu dan kepada pasukanmu, agar senantiasa bertakwa kepada Allah. kalau kita melanggar perintah-Nya, berarti kita sama dengan musuh-musuh kita dalam bermaksiat. Padahal musuh kita jauh lebih besar, baik jumlah pasukan maupun perlengkapan perangnya. Dengan demikian, bila kita telah melakukan maksiat, maka dengan mudah mereka akan menghancurkan kita!”
“ya Sa’ad, aku tidak takut pasukan kita akan dikalahkan oleh musuh, tetapi yang aku takutkan adalah bila pasukan kita melakukan dosa. Selamat jalan, ya Sa’ad, semoga Allah selalu memberkati dan melindungimu!”
Demikianlah pesan Khalifah Umar r.a kepada pasukan Islam yang nantinya mencapai kemenangan dalam peperangan di Qadisiyah. Khalifah Umar justru lebih mengkhawatirkan perbuatan maksiat yang dilakukan oleh pasukan Islam daripada realitas musuh itu sendiri.
Maksiat memang berpotensi menyebabkan kegagalan dan kehancuran gerakan dakwah. Citra diri da’i dan dakwah akan rusak, umat kehilangan kepercayaan, dan pada akhirnya kebaikan bisa terabaikan. Dan maksiat juga bisa menyebabkan dakwah ini tidak berkah.
Kemudian kemengan yang kedua adalah ketika kita mempunyai soliditas struktur gerakan dakwah yang bagus. Sebuah kejahatan yang terstruktur mampu mengalahkan kebaikan yang tidak tersruktur. Hal ini mampu mengingatkan kita bahwasanya dalam berjuang ini kita tidak bias main-main,semuanya harus terstrategi dengan baik,minimal hal yang akan kita perjuangkan ini mempunyai konsep yang jelas. . . . .
Kemudian yang ketiga adalah ketika kita mempunyai program kerja yang terprogram secara rapi dan berkesinambungan. Dalam hal ini sering kali kita sebagai pelaku yang berkecimpung dalam sebuah wadah yang dinamakan organisasi masih saja kita terpaku pada program jam kerja yang mengacu pada aturan tertulis. Cobalah. . .

jiwa yang bersih, soliditas struktur gerakan dakwah yang bagus, serta program yang terprogram rapi dan berkesinambungan. Jiwa yang bersih merupakan modalitas utama bagi para pelaku dakwah. tanpa ini, tak akan mungkin tercapai kemenangan hakiki dalam dakwah.
KUJAGA HATIKU UNTUK NYA
Imam Ghozali berkata : Hati laksana sebuah cermin sehingga memudahkan seseorang untuk mengaca diri adakah cacat di tubuhnya,Hati yang kotor laksana cermin yang buram dan kusam membuat seseorang sulit mengaca atau bahkan tidak tahu lagi rua diri apakah ada cacat ditubuhnya.

MENGENAL JENIS HATI

HATI YANG SEHAT ( Qolbun Salim )
Hati yang sehat adalah kunci keselamatan dunia dan akhirat,seseorang tidak akan selamat pada hari kiamat,kecuali jika menghadap Allah dengan hati yang sehat itu.
Allah SWT berfirman :
Pada hari harta dan anak tidak berguna,kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang sehat itu.( Asy Syuaro : 88 – 89 )
Hati yang sehat adalah hati yang selamat dari setiap syahwat yang menentang perintah Allah SWT dan larangan-Nya,hati yang terhindar dari setiap syubhat yang menentang tuntunan-Nya,hati yang selamat dari beribadah kepada selain-Nya dan hati yang selamat dari berhukum dengan hokum selain hukum selain Rasul-Nya.Dengan demikian hati itu hanya benar-benar beribadah kepada Allah SWT semata,mulai dari kehendaknya,kecintaanya, kepasrahanya,taubatnya,,rasa takutnya hingga harapannya pun semata-mata hanya ditujukan kepada Allah SWT.
Tanda – tanda hati yang sehat :
1. Hati yang selalu mencintai Allah SWT dengan bukti ia banyak mengingat-Nya
2. Senantiasa mendorong orang yang memilikinya untuk selalu kembali kepada Allah dan bergantung kepada-Nya
3. Jasmani merasa letih dalam berkhidmat kepada Allah,sementara hati tidak merasa jemu
4. Senantiasa merindukan untuk berkhidmat kepada Allah,melebihi keinginan orang yang lapar dan haus pada makanan dan minuman
5. Saat melakukan shalat,maka hilanglah kegundahan dan ketegangannya dari permasalahan dunia
6. Lebih kikir terhadap waktu,karena ia khawatir waktu itu hilang begitu saja tanpa dipergunakan untuk mengerjakan ketaatan kepada Allah
7. Menaruh perhatian lebih terhadap kualitas amal daripada sekedar kuantitas amal
8. Tidak sempat membaca wirid atau mengerjakan suatu ketaatan kepada Allah,maka ia menyesali hal tersebut melebihi penyesalan orang rakus yang kehilangan hartanya
9. Menjadikan keinginan atau cita-cita hanya satu menjadikannay hanya berorientasi kepada Allah SWT
10. Merasa tentram dengan Allah SWT,ia merana dari mengingat dan berinteraksi dengan selain-Nya

HATI YANG MATI ( Qolbun Mayyit )
Adalah hati yang tidak ada kehidupan di dalamnya,hati yang tidak mengenal Rabbnya,hati yang tidak mencintai apa yang di cintai dan di ridhoi-Nya,hati itu selalu bergandengan dengan nafsu syahwat dan kesenangan nafsunya.
Sebab - sebab kematian hati :
Ibrahim Bin Adham berkata : Sepuluh hal yang menyebabkan kematian hati dan menghambat do’a kalian diantaranya adalah :
1. Kalian telah mengenal Allah tetapi tidak menunaikan hak-hak-Nya
2. Kalian telah membaca Al-Qur'an tetapi tidak mengamalkan isinya
3. Kalian mengaku cinta kepada Rasulullah tetapi meninggalkan sunnahnya
4. Kalian mengaku benci kepada syetan tetapi kalian justru mematuhi ajakannya
5. Kalian mengaku ingin selamat dari api Neraka tetapi kalian menjerumuskan diri kedalamnya
6. Kalian mengaku ingin masuk Syurga tetapi tidak memenuhi syarat-syaratnya
7. Kalian meyakini bahwa kematian adalah kepastian tetapi kalian tidak mempersiapkannya
8. Kalian sibuk mengurusi keburukan orang lain tapi justru kalian mengabaikan keburukan sendiri
9. Saat kalian mengubur orang yang mati tetapi kalian tidak merenung untuk mengambil pelajaran
10. Kalian telah mendapatkan nkmat Allah tapi tidak pernah mensyukurinya

HATI YANG SAKIT ( Qolbun Maridh )
Adalah hati yang hidup namun dalam kondisi tidak sehat,ia mempunyai dua materi yang karenanya terkadang ia hidup dan terkadang ia mati.jika hati itu di dominasi oleh rasa cinta kepada Allah,iman kepada-Nya,ikhlas kepada-Nya dan tawakal berpasrah diri kepada-Nya berarti itulah materi yang menyebabkan hati hidup sebaliknya jika hati di dominasi cinta lebih memprioritaskan dan berambisi untuk mendapatkan kesenangan dunia atau mengembangkan dengki,ujub dan sombong dengan kedudukan dan jabatan.Itulah materi yang menyebabkan hati itu hancur dan celaka.

Tanda - tanda hati yang sakit :
1. Pemiliknya memiliki kesulitan untuk mengenal Allah,mencintai-Nya,rindu kepada-Nya dan kembali bertaubat kepada-Nya
2. Bila berbuat maksiyat ia tidak merasakan sakit
3. Tidak merasa sakit oleh ketidak tahuannya pada kebenaran
4. Orang yang memiliki hati yang sakit itu hakikatnya beralih dari mengkonsumsi makanan yang bermanfaat kepada makanan yang beracun dan berbahaya
5. Merasa tentram dengan kesenangan dunia sehingga ia merasa puas dengannya

Pintu-pintu masuk syetan ke hati :
Hati ibarat sebuah benteng pertahanan musuh dan syetan berusaha menembus benteng pertahanan tersebut untuk menguasainya.Adapun pintu-pintu yang biasa dimasuki syetan adalah sebagai berikut :
1. Amarah dan Syahwat
2. Hasad dan Rakus
3. Terlalu kenyang makan
4. Tergesa – gesa
5. Bakhil dan takut kefakiran
6. Fanatik buta terhadap kelompok atau madzhab
7. Berprasangka buruk terhadap kaum muslimin
Terapi hati dalam rangka membentengi semua jalan yang biasa dimasuki syetan adalah dengan menyucikan hati dari sifat-sifat tercela

RACUN – RACUN HATI

Dr.Ahmad Farid memaparkan beberapa perkara yang menyebabkan hati teracuni diantaranya adalah :
1. Berkata secara berlebihan
Lidah termasuk nikmat Allah yang terbesar dan keindahan penciptaanya yang unik,memang ukurannya kecil tetapi ia mempunyai andil yang besar dalam melaksanakan ketaatan dan mengerjakan dosa bahkan kekufuran dan keimanan belum menjadi suatu dosa yang jelas sebelum lidahnya mengucapkan kesaksian
2. Mengucapkan sesuatu yang tidak berguna
Waktu merupakan modal manusia yang paling berharga dalam kehidupannya.
Rasulullah SAW bersabda : Ciri keislaman seseorang yang sejati ialah meninggalkan apa-apa yang tidak berguna
3. Menggunjing
Beberapa faktor bahaya dari Ghibah :
o Merusak Ukhuwah
o Merusak tatanan dakwah ( Tandzim )
o Mendapatkan Azab di akhirat

Faktor pendorong Ghibah :
o Pelampiasan kemarahan
o Bermujamalah ( Bermuka manis ) dengan mereka dan membantu mentertawakan kehormatan seseorang
o Berkeinginan untuk mengangkat dirinya dan merendahkan orang lain
o Menjadikan senda gurau untuk membuat masyarakat tertawa
4. Adu domba ( Namimah )
Makna Namimah adalah menyebar luaskan ucapan di tengah-tengah masyarakat dengan tujuan untuk membuat kekacauan,permusuhan dan kebencian.faktor seseorang yang mendorong adu domba adalah ingin menodai kebaikan orang yang di adu domba menampakan kecintaan kepada orang yang di ajak adu domba atau sekedar berbicara kesana kemari
Enam hal yang harus di perhatikan ketika menemui orang yang gemar adu domba adalah :
o Tidak mempercayai orang yang suka mengadu domba
o Melarang orang yang mengadu domba,menasihatinya dan menjelaskannya bahwa perbuatan yang dilakukannya itu perbuatan buruk dan tercela
o Membenci orang yang mengadu domba karena Allah
o Menjauhi prasangka buruk
o Tidak mencari-cari kesalahan orang lain
o Setelah dilarang dan dinasihati perlu dijelaskan tentang manfaat diam
5. Pujian
Pujian bisa mendatangkan bahaya bagi orang yang memuji dan bagi orang yang dipuji,jika mereka telah mabuk pujian maka akan membuka peluang terjadinya penyimpangan niat dan tujuan,mereka bersemangat melakukan kegiatan dakwah ketika ada pujian namun tidak bersemangat bahkan patah hati dan kecewa karena tidak adanya pujian,puian bisa menimbulkan rasa sombong dan bangga diri
6. Memandang secara berlebihan
Maksudnya adalah memnadang lawan jenis yang terlarang ( bukan mahram ) dengan pandangan bebas dan nafsu.
Bahaya berlebihan dalam memandang :
o Memandang berlebihan merupakan bentuk kemaksiatan dan pelanggaran terhadap perintah Allah
o Memandang yang berlebihan bisa memecah,mengoyak dan menjauhkan hati dari Allah SWT
o Menyebabkan hati lemah dan sedih sementara menundukan pandangan membuat hati kuat
o Menyebabkan hati gelap gulita
o Menyebabkan hati menjadi keras dan pintu ilmu tertutup bagi dirinya
o Secara otomatis mempersilakan syetan masuk ke hati
o Membuat seseorang jatuh kedalam kelengahan karena memperturutkan nafsunya
o Menimbulkan reaksi kedalam hati seperti reaksi anak panah menuju sasarannya
o Menimbulkan penyesalan,kesedihan dan kelukaan
o Membuat hati luka namun luanya tidak membuat jera si pelaku,ia akan mengulangi pandangan –pandangan itu sehingga lukanya tambah parah
o Dapat menghilangkan cahaya ketajaman jiwa
o Menyebabkan hati jatuh dalam kehinaan
o Menyebabkan hati jatuh kedalam tawanan syahwat
o Menyebabkan jiwa lalai dari Allah dan kampung akhirat akibat ia mabuk dan gila kesesatan
7. Berinteraksi secara berlebihan
Berlebihan dalam bergaul merupakan interaksi yang tidak ada manfaatnya,sebuah pergaulan yang hanya memenuhi selera nafsunya tanpa mempertimbangkan aspek kemanfaatannya yang diperoleh.bergaul secara berlebihan berpotensi menjadi penyakit yang mendatangkan ketidak baikan
8. Makan secara berlebihan
Menurut penelitian,Perut merupakan sumber syahwat dan tempat tumbuhnya berbagai penyakit dan kerusakan.Dari perut syahwat berkembang biak ke syahwat kemaluan akhirnya kerusakan menjalar kekemaluan itu,diikuti keinginan keras untuk menggapai kedudukan dan memperoleh harta,kedudukan atau pangkat dan harta merupakan alat untuk menikmati makanan dan syahwat sepuasnya
9. Tidur secara berlebihan
Tidur secara berlebihan dan terlalu banyak dapat mengakibatkan hati mati,badan terasa berat,waktu terbuang sia-sia,suka lupa dan malas.Oleh karena itu ada tidur yang dimakruhkan yaitu tidur yang tidak membawa kemanfaatan sama sekali,dan tidur yang bermanfaat yaitu tidur ketika timbul keinginan yang sangat untuk tidur.Tidur dipermulaan malam lebih bermanfaat dari pada tidur di akhir malam,tidur di pertengahan siang lebih bermanfaat dari pada tidur di pagi dan sore hari

UPAYA MENGHIDUPKAN HATI

Penyucian diri ( Tazkiyah Nafs ) adalah sebuah langkah strategis dalam dakwah islam,ia merupakan kunci yang membukakan mata hati dan fikiran para aktifis dakwah sehingga senantiasa suasana jiwanya dalam kondisi bersih dan suci untuk bisa melaksanakan tugas yang suci,Rasulullah SAW dan para sahabatnya mencontohkan aktifitas tazkiyah dalam kehidupan dakwah,sehingga mencapai hidup barokah dan kemenangan indah.

Beberapa aktifitas yang membersihkan dan membuat hati hidup adalah ;

1. Zikir kepada Allah SWT
Para aktifis dakwah tidak boleh melewatkan hari-hari,menit dan bahkan detik-detik kehidupannya tanpa aktifitas zikir,sesungguhnya zikir memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi para aktifis dakwah untukmembentuk karakter diri yang dekat dengan Allah senantiasa berlindung dan berserah diri secara total kepada-Nya serta merasakan adanya pengawasan yang bersifat permanen dari-Nya.
Manfaat zikir diantaranya adalah :
o Zikir dapat menguatkan hati dan badan,menerangi wajah dan hati serta mendatangkan rezki
o Zikir dapat mewariskan muroqobatullah sehingga pelakunya masuk dalam katagori ihsan
o Zikir menyebabkan pelakunya diingat Allah SWT
o Zikir membuat hati hidup
o Zikir membuat hati bersih dari noda maksiat
o Zikir dapat menghapus dan menghilangkan semua dosa
o Zikir merupakan penyebab turunnya rahmat dan ketenangan
o Zikir penyebab lidah jauh dari ghibah,namimah,fitnah,dusta,berkata jorok dan keji
o Zikir merupakan tanaman syurga
o Zikir dapat mendatangkan kucuran karunia Allah SWT
o Zikir menyebabkan pelakunya tidak dilupakan Allah
o Zikir merupakan penawar hati yang keras
o Zikir membuat Allah dan para malaikat bersalawat kepada pelakunya
o Zikir memberikan kekuatan pada hati dan badannya
o Zikir membuat pelakunya terhindar dari virus kemunafikan
o Zikir membuat pelakunya mendapat keeruntungan
o Zikir merupakan sifat dari ulil albab
2. Membaca Al-Qur'an dan menghafalnya
Zikir yang paling utama adalah membaca Al-Qur'an,karena mencakup semua pengobatan penyakit hati.para aktifis dakwah sudah seharusnya dekat dan akrab dengan Al-Qur'an,dia dapat dibaca sebagai hiburan dan pembersih hati,dihafal,difahami maknanya dan kemudian dilaksanakan kandunganny
3. Istghfar
Istighfar atau permohonan ampunan kepada Allah SWT menunjukan kemampuan seseorang untuk mengenali kesalahan,dosa,dan kemaksiatan yang telah ia lakukan untuk kemudian muncul perasaan menyesal dan tekat kuat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama yang telah dilakukan
4. Do’a
Manusia dan kehidupan keseharian senantiasa dekat dengan aktifitas do’a.bagi para aktifitas dakwah tidak layak menggantungkan diri kepada kemampuan manajerial dan strategi mereka semata,ingat keberhasilan itu datang dari Allah SWT dan untuk mencapai itu semua dibutuhkan sarana yaitu Do’a
5. Shalawat kepada Nabi SAW
Sesungguhnya shalawat kepada Nabi SAW akanmenyambungkan spiritualitas dakwah kita kepada Nabi SAW dan menjaga kesinambungan gerakan,dengan jalan menjaga kesinambungan,kecintaan,dan kedekatan kita dengan pembawa risalah yang agung Nabi Muhammad SAW
6. Qiyamullail
Inilah sarana Tazkiyah yang harus senantiasa dilakukan oleh para aktifis dakwah.Bangun malam dan melaksanakan shalat Tahajud akan membersihkan hati dan jiwa dari berbagai macam kotoran.Kebersihan hati akan bedampak kepada ketenangan jiwa dan bersihnya fikiran,sehingga dakwah akan bisa dilakukan secara optimal dan hasil yang bisa diharapkan.

Manusia adalah unsur inti dari kehidupan. Peningkatan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) senantiasa menjadi isu penting semua organisasi. Bahkan disaat teknologi dianggap sebagai parameter sebuah negara dikatakan maju, SDM tetap menjadi persoalan penting yang diyakini mempengaruhi secara signifikan eksistensi negara tersebut dalam peradaban dunia. “The man behind the gun”, begitu kira-kira orang sana membahasakan betapa pentingnya unsur manusia disamping teknologi. Bagaimanapun canggihnya teknologi, tidak akan bermanfaat bila tidak ada manusia yang bisa menggunakannya. Bahkan ia dapat menjadi bencana bila manusia menyalah gunakannya.
Dari sini, kita memperoleh dua kata kunci tentang SDM ini. Pertama, dan ini yang terpenting, adalah persoalan pembentukan kepribadian manusia, sehingga ia tak menyalah gunakan apapun yang berada ditangannya. Kedua, peningkatan kemampuan, kompetensi dan kapabilitas manusia sesuai bakat, minat dan spesialisasinya. Bahwa pengembangan dalam teknologi, metodologi atau apapun tak akan berarti apa-apa jika tak diiringi dengan peningkatan kemampuan manusianya. Singkatnya, kita dapat mengatakan bahwa teknologi, metodologi dan kawan-kawannya hanyalah tools atau alat, manusialah yang menentukan apakah ia bermanfaat atau justru menjadi bencana.
Dua aspek penting yang terkait SDM, pembentukan kepribadian dan peningkatan kemampuan manusia inilah yang menjadi core kerja tarbiyah kita. Keduanya harus berjalan seiring dan seimbang. Jadi kerja tarbiyah intinya adalah membentuk kepribadian manusia secara bertahap sehingga menjadi pribadi yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya, lalu meningkatkan kemampuannya hingga menjadi kader yang mampu melaksanakan tugas yang diamanahkan kepadanya dalam rangka mengembalikan kejayaan Islam dan kaum muslimin.
Disinilah letak persoalannya. Tarbiyah merupakan metodologi, cara, sarana, alat atau tools. Tarbiyah memerlukan unsur lain agar dapat diaplikasikan. Kita asumsikan unsur lain itu adalah manhaj, idarah (manajemen), Murabbi dan Mutarabbi.
Mari kita renungkan lebih dalam. Untuk aspek manhaj, kita sudah memilikinya. Bahkan untuk menjaga ta’shil (orisinalitas) dan mengikuti perkembangan lapangan,manhaj tarbiyah terus dievaluasi dan direvisi secara berkala. Lebih jauh, seluruh kader dapat secara langsung memiliki dan mengakses manhaj itu karena telah dibukukan. Untuk aspek idarah pun demikian, kader dapat mengakses sistem itu dengan mudah, apalagi idarah ini bukanlah suatu konsep yang sulit dan rumit bagi rata-rata kader.
Tetapi sebagaimana “kaidah” diawal tulisan ini, betapapun bagus dan lengkapnya manhaj atau idarah yang dimiliki, tak akan berarti apa-apa jika tak ada yang mampu dan mau mengaplikasikannya. Jadi, suka tidak suka kita harus kembali kepada pentingnya unsur manusia (dalam konteks ini adalah Murabbi dan Mutarabbi) untuk membuat tarbiyah berjalan dengan baik.
Maka, upaya merevisi manhaj dan idarah harus diiringi dengan upaya penyiapan dan peningkatan kemampuan para Murabbi. Ini karena para Murabbi adalah “The man behind The Manhaj and The Idarah”. Lalu, siapa yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan program penyiapan dan peningkatan kemampuan para Murabbi? Ya, jawabannya adalah struktur yang memiliki program tersebut. Dan siapa yang berada di struktur itu? Manusia juga kan? Maka upaya yang harus dilakukan juga adalah meng up grade mereka yang berada di struktur tarbiyah hingga punya kemampuan dan kemauan melaksanakan program yang menjadi tanggung jawabnya.
Demikianlah persoalan ini akan saling terkait satu dengan lainnya. Tetapi pada intinya, faktor manusia (kader) senantiasa menjadi yang sangat signifikan mempengaruhi keberhasilan dakwah, bersama faktor tools lainnya tadi.
Tengoklah sejarah. Keberhasilan dakwah Rasulullah bisa dikatakan sangat didukung oleh dua faktor SDM, disamping tentu saja faktor bimbingan manhaj Alllah SWT. Faktor pertama adalah beliau sendiri sebagai SDM Murabbi yang handal, dan faktor kedua yang tak boleh diabaikan, adalah adanya SDM mutarabbi kader-kader yang berkualitas, yang dalam istilah Syaikh Sayyid Quthb disebut sebagai al-Jiil al-Qur’an al-Fariid (Generasi Qur’ani Yang Unik). Itulah Abu Bakr ash-Sidq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amr bin Yasir, Abdullah bin Mas’ud dan masih banyak lagi. Merekalah generasi shahabat Rasululllah SAW yang mempersembahkan hidup mati mereka demi tegaknya izzul Islam wal muslimin.
Jadi, jika ingin meraih kembali kemenangan dakwah, kita harus membenahi kader disemua jenjang dan lapisnya. Kader jajaran pimpinan, kader fungsionaris struktur, kader yang berada di lembaga legislatif atau eksekutif, kader kepala daerah, kader birokrat, kader profesional, kader Murabbi dan kader Mutarabbi, semuanya harus dikokohkan secara terus menerus tarbiyahnya. Konsekwensinya adalah program-program yang berorientasi pada pengokohan tarbiyah kader harus menjadi prioritas kita. Agar kader memiliki energi dahsyat untuk melakukan kerja-kerja dakwah. Agar Allah memberikan pertolongan- Nya. Maka dengan kekuatan kader dan pertolongan Allah, insya Allah dakwah ini akan mengembalikan izzul islam wal muslimin. Allahu Akbar!

PENDIDIKAN IPS

Judul: PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS DI TINGKAT SEKOLAH DASAR
Bahan ini cocok untuk Perguruan Tinggi bagian IPS / SOCIAL SCIENCE.
Nama & E-mail (Penulis): Arief Achmad Mangkoesapoetra
Saya Guru di SMAN 21 Bandung
Topik: Model Pembelajaran
Tanggal: 16 Agustus 2005
Menyongsong Diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi :
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN IPS DI TINGKAT SEKOLAH DASAR
Oleh :
Drs. ARIEF ACHMAD MSP., M.Pd.

Pendahuluan

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) secara nasional akan diimplementasikan pada tahun pembelajaran 2004-2005, meskipun semenjak digulirkan (2001) sudah ada beberapa sekolah yang memberlakukannya, dalam bentuk uji coba atau menjadi pilot project dari Depdiknas. Gaung KBK kiranya sudah menggema ke seluruh pelosok persada tanah air tercinta, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), khususnya di kalangan pendidikan. Demikian halnya harapan yang sama ditujukan bagi KBK pendidikan IPS di tingkat SD.

Tulisan ini mencoba memberikan deskripsi tentang hal-hal apa saja yang perlu diketahui, dipahami, dan diimplementasikan dari KBK IPS di tingkat SD itu.

Pendidikan IPS untuk Sekolah Dasar

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget (1963) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (=kongkrit), dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami (=abstrak). Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.

Berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak itu dipahami anak. Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk mengkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan symbolic melalui percontohan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta, grafik, lambang, keterangan lanjut, atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat dipahami siswa. Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang kongkrit ke yang abstrak dengan mengikuti pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas (expanding environment approach) dan pendekatan spiral dengan memulai dari yang mudah kepada yang sukar, dari yang sempit menjadi lebih luas, dari yang dekat ke yang jauh, dan seterusnya : dunia-negara tetangga-negara-propinsi-kota/kabupaten-kecamatan-kelurahan/desa-RT/RW-tetangga-keluarga-Aku.

Pola Pendekatan Lingkungan yang Semakin Meluas

Pembelajaran IPS SD akan dimulai dengan pengenalan diri (self), kemudian keluarga, tetangga, lingkungan RT, RW, kelurahan/desa, kecamatan, kota/kabupaten, propinsi, negara, negara tetangga, kemudian dunia. Anak bukanlah sehelai kertas putih yang menunggu untuk ditulisi, atau replika orang dewasa dalam format kecil yang dapat dimanipulasi sebagai tenaga buruh yang murah, melainkan, anak adalah entitas yang unik, yang memiliki berbagai potensi yang masih latent dan memerlukan proses serta sentuhan-sentuhan tertentu dalam perkembangannya. Mereka yang memulai dari egosentrisme dirinya kemudian belajar, akan menjadi berkembang dengan kesadaran akan ruang dan waktu yang semakin meluas, dan mencoba serta berusaha melakukan aktivitas yang berbentuk intervensi dalam dunianya. Maka dari itu, pendidikan IPS adalah salah satu upaya yang akan membawa kesadaran terhadap ruang, waktu, dan lingkungan sekitar bagi anak (Farris and Cooper, 1994 : 46).

Pendidikan IPS dalam Struktur Program Kurikulum (KBK) SD

Pendidikan IPS SD disajikan dalam bentuk synthetic science, karena basis dari disiplin ini terletak pada fenomena yang telah diobservasi di dunia nyata. Konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian dari synthetic science ditentukan setelah fakta terjadi atau diobservasi, dan tidak sebelumnya, walaupun diungkapkan secara filosofis. Para peneliti menggunakan logika, analisis, dan keterampilan (skills) lainnya untuk melakukan inkuiri terhadap fenomena secara sistematik. Agar diterima, hasil temuan dan prosedur inkuiri harus diakui secara publik (Welton and Mallan, 1988 : 66-67).

IPS SD diprogramkan dalam bentuk pelajaran Sejarah bersama-sama Kewargaanegara (Citizenship) dengan alokasi waktu 3 jam pelajaran setiap minggu, dan Ilmu Sosial (Social Sciences) sebanyak 3 jam pelajaram setiap minggu sejak kelas III, IV, V, dan VI. Kemungkinan besar alasan pembagian seperti ini dilandasi oleh pertimbangan, bahwa tiga tradisi besar IPS (Social Studies) adalah good citizenship, social sciences, dan reflective inquiry.

Tema-tema IPS SD yang Perlu Mendapat Perhatian

Secara gradual, di bawah ini akan diungkapkan beberapa tema IPS SD yang perlu mendapat perhatian kita bersama, antara lain :

(1) IPS SD sebagai Pendidikan Nilai (value education), yakni :
• Mendidikkan nilai-nilai yang baik yang merupakan norma-norma keluarga dan masyarakat;
• Memberikan klarifikasi nilai-nilai yang sudah dimiliki siswa;
• Nilai-nilai inti/utama (core values) seperti menghormati hak-hak perorangan, kesetaraan, etos kerja, dan martabat manusia (the dignity of man and work) sebagai upaya membangun kelas yang demokratis.

(2) IPS SD sebagai Pendidikan Multikultural (multicultural eduacation), yakni
• Mendidik siswa bahwa perbedaan itu wajar;
• Menghormati perbedaan etnik, budaya, agama, yang menjadikan kekayaan budaya bangsa;
• Persamaan dan keadilan dalam perlakuan terhadap kelompok etnik atau minoritas.

(3) IPS SD sebagai Pendidikan Global (global education), yakni :
• Mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan peradaban di dunia;
• Menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa;
• Menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa di dunia;
• Mengurangi kemiskinan, kebodohan dan perusakan lingkungan.

Metode Pembelajaran IPS SD

Sesuai dengan karakteristik anak dan IPS SD, maka metode ekspositori akan menyebabkan siswa bersikap pasif, dan menurunkan derajat IPS menjadi pelajaran hafalan yang membosankan. Guru yang bersikap memonopoli peran sebagai sumber informasi, selayaknya meningkatkan kinerjanya dengan metode pembelajaran yang bervariasi, seperti menyajikan cooperative learning model, role playing, membaca sajak, buku (novel), atau surat kabar/majalah/jurnal agar siswa diikutsertakan dalam aktivitas akademik. Tentu saja guru harus menimba ilmunya dan melatih keterampilannya, agar ia mampu menyajikan pembelajaran IPS SD dengan menarik.

Penutup

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur program kurikulum KBK, yang menyangkut pembelajaran IPS berikut pembagiannya menjadi Kewarganegaraan (Citizenship) dan Sejarah serta Ilmu Sosial, masih belum jelas kerangka berfikir berikut landasannya. Landasan permasalahan yang menyangkut kondisi kemasyarakatan membebani IPS SD dengan tekanan-tekanan dalam bentuk tuntutan keinginan dan harapan yang tidak sesuai dengan tingkat kematangan fisik, mental, dan intelektual siswa SD, dan berada di luar jangkauan peraihannya.

Bagi guru, tekanan dan tuntutan melaksanakan program baru ini juga tidak kecil. Mereka harus dipersiapkan agar mampu menyajikan ilmu sosial untuk jenjang Sekolah Dasar dengan metode-metode pembelajaran yang beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Bruner, J. (1978). The Process of Educational Technology. Cambridge : Harvard University.

Farris, P.J. and Cooper, S.M. (1994). Elementary Social Studies. Dubuque, USA : Brown Communications, Inc.

Weton, D. A and Mallan, J.T. (1988). Children and Their World. Boston : Houghton Mifflin Coy.


Pendidikan IPS SD
1. Karakteristik Pendidikan IPS di Sekolah Dasar
Untuk membahas karakteristik IPS, dapat dilihat dari berbagai pandangan. Berikut ini dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya.
A. Materi IPS
Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
• Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
• Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
• Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
• Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
• Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, keluarga.
B. Strategi Penyampaian Pengajaran IPS
Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagaian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia. Tipe kurikulum seperti ini disebut “The Wedining Horizon or Expanding Enviroment Curriculum” (Mukminan, 1996:5).
Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode keserasian bersekolah, artinya
anak sudah matang untuk besekolah. Adapun kriteria keserasian bersekolah adalah sebagai berikut.
• Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan teman-teman sebaya, tidak boleh tergantung pada ibu, ayah atau anggota keluarga lain yang dikenalnya.
• Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya dapat mengenal bagian-bagian dari keseluruhannya, dan dapat menyatukan kembali bagian-bagian tersebut.
• Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah.
Menurut Preston (dalam Oemar Hamalik. 1992 : 42-44), anak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
• Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam aspek dari dunia sekitarnya.Anak secara spontan menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada disekitarnya. Mereka memiliki minat yang laus dan tersebar di sekitar lingkungnnya.
• Anak adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki dan menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui.
• Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu, mereka ingin aktif, belajar, dan berbuat
• Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau terperinci yang seringkali kurang penting/bermakna
• Anak kaya akan imaginasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam pengalaman-pengalaman seni yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah.
Berkaitan dengan atmosfir di sekolah, ada sejumlah karakteristik yang dapat diidentifikasi pada siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD.
A. Karakteristik pada Masa Kelas Rendah SD (Kelas 1,2, dan 3)
a. Ada hubungan kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
b. Suka memuji diri sendiri
c. Apabila tidak dapat menyelesaikan sesuatu, hal itu dianggapnya tidak penting
d. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain dalam hal yang menguntungkan dirinya
e. Suka meremehkan orang lain
B. Karakteristik pada Masa Kelas Tinggi SD (Kelas 4,5, dan 6).
a. Perhatianya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari
b. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis
c. Timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus
d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.
Menurut Jean Piagiet, usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium operasional konkrit. Oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa, misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu panjang, peristiwa belajar harus bervariasi, dan yang tidak kalah pentingnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa.
2. Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Untuk memperoleh pengalaman yang lebih luas tentang ilmu pengetahuan sosial (IPS) dapat dijelaskan bahwa IPS ialah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alamnya, fisik maupun sosialnya yang bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial seperti geografi, sejarah, antropologi, sosiologi, ilmu politik dan psikologi sosial. Dari pengertian tersebut diatas tampak jelas bahwa IPS itu terdiri dari himpunan pengetahuan tentang kehidupan manusia dan dari bahan realitas kehidupan sehari-hari didalam masyarakat.
Saya berpendapat bahwa pembelajaran IPS adalah merupakan suatu program pengajaran yang materinya berasal dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan juga bahan dari masyarakat setempat yang tidak tergolong pada salah satu disiplin ilmu sosial yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan pendagogis untuk kebutuhan serta disesuaikan tingkat perkembangan peserta didik.
Pendidikan IPS di Sekolah Dasar adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan sosial berdasarkan pada kajian geografi, ekonomi, antropologi, tatanegara dan sejarah.
Penerapan pembelajaran IPS pada jenjang pendidikan sekolah dasar tidak hanya berorientasi pada pengembangan sosial tetapi juga berorientasi pada pengembangan keterampilan berfikir kritis, dan kecakapan-kecakapan dasar siswa yang berpihak pada kenyataan kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari serta memenuhi kebutuhan sosial siswa di masyarakat ( Kurikulum 1994).
Hakikat IPS, adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dengan kemajuan teknologi pula sekarang ini orang dapat berkomunikasi dengan cepat di manapun mereka berada melalui handphone dan internet. Kemajuan Iptek menyebabkan cepatnya komunikasi antara orang yang satu dengan lainnya, antara negara satu dengan negara lainnya. Dengan demikian maka arus informasi akan semakin cepat pula mengalirnya. Oleh karena itu diyakini bahwa “orang yang menguasai informasi itulah yang akan menguasai dunia”.

LANDASAN DAN PEMIKIRAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

LANDASAN DAN PEMIKIRAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN


Landasan dan Pemikiran Teknologi Pembelajaran
Oleh : Taman Firdaus
1. Landasan Filsafat dan Landasan Teoritik
A. Landasan Filsafat
Berdasarkan tinjauan filsafat ilmu, setiap pengetahuan mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang didukungnya, termasuk Teknologi Pembelajaran sebagai disiplin ilmu. Ketiga tiang penyangga dimaksud yaitu landasan ontologi (apa), landasan epitimologi (bagaimana) dan landasan aksiologi (siapa). Ontologi merupakan azas dalam menetapkan ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan, serta penafsiran tentang hakikat realitas dari objek tersebut. Epistemologi merupakan azas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan aksiologi merupakan azas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka yang menjadi ruang lingkup objek penelaahan (azas ontologi) teknologi pembelajaran sebagai suatu bidang ilmu adalah masalah “BELAJAR” pada manusia, karena : belajar merupakan hak semua orang dan berlangsung sepanjang hayat, mengenai apa, dari siapa, bagaimana saja belajar tersebut. Akan tetapi kesempatan belajar yang ada masih terbatas, sumber tradisional juga semakin terbatas, serta sumber yang ada dan potensial belum didayagunakan. Oleh karena itu, perlu adanya usaha khusus untuk mewujudkan kesempatan belajar dengan mengoptimalkan sumber dan potensial yang ada, perlu adanya pengelolaan yang inovatif, dan reformatif tentang belajar pada manusia. Alasan lain, kenapa masalah belajar menjadi objek formal kajian (azas ontologi) teknologi pembelajaran adalah tidak lepas dari pemikiran tentang pendidikan itu sendiri. Dimana, agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan. Didalam situasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk berperilaku individual dan/atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan tetapi pada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu kegiatan pendidikan yang berskala mikro. Sedangkan Dasar epistemologis dari teknologi pembelajaran adalah berangkat dari sebuah konsesi dasar filsafati bahwa dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Demikianpun dalam teknologi pembelajaran sebagai bidang kajian (bidang ilmu). Dalam kaitan dengan ini, pendekatan dalam menyusun dan membangun pengetahuan (azas pistemologis) yang dikembangkan dalam teknologi pembelajaran memiliki ciri sebagai berikut: (1) keseluruhan masalah belajar dan upaya pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua situasi yang ada diperhatikan dan dikaji saling kaitannya, dan bukannya dikaji secara terpisah-pisah; (2) unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu proses kompleks secara sistemik, yaitu dirancang, dikembangkan, dinali dan dikelola sebagai suatu kesatuan dan ditujukan untuk memecahkan masalah; (3) penggabungan ke dalam proses yang kompleks dan perhatian atas gejala secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau sinergisme, berbeda dengan hal di mana masing-masing fungsi berjalan sendiri-sendiri. Kemudian, azas aksiologi teknologi pembelajaran di sini berkenaan dengan kegunaan dan pemanfaatan pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang meliputi 5 kawasan teknologi pembelajaran. Dalam kaitannya dengan hal ini, berikut kegunaan potensial teknologi pembelajaran: (1) meningkatkan produktifitas pendidikan dengan jalan memperlaju penahapan belajar, membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik, dan mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan kegairahan belaar anak; (2) memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual, dengan jalan mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional, memberikan kesempatan anak berkembang sesuai dengan kemampuannya; (3) memberikan dasar pengajaran yang lebih ilmiah, dengan jalan perencanaan program pengajaran yang lebih sistemik, pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi dengan penelitian tentang perilaku; (4) lebih memantapkan pengajaran, dengan jalan meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai media komunikasi, penyajian informasi dan data secara lebih kongkrit; (5) memungkinkan belajar secara lebih akrab karena dapat mengurangi jurang pemisah antara pelajaran di dalam dan di luar sekolah, memberikan pengetahuan tangan pertama; (6) memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata, terutama dengan jalan pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langka secara lebih luas, penyajian informasi menembus batas geografi. Disamping itu, manfaat lain yang dapat diambil dengan adanya bidang teknologi pembelajaran ialah antara lain: Peningkatan mutu pendidikan (menarik, efektif, efisien, relevan), penyempurnaan system pendidikan, meluas dan meratanya kesempatan serta akses pendidikan, penyesuaian dengan kondisi pembelajaran, penyelarasan dengan perkembangan lingkungan, peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan.
B. Landasan Teoritis
Landasan Teori dari Ilmu Perilaku
Lumsdaine menyatakan bahwa teori belajar behavioristik memiliki andil besar dalam perkembangan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline berpendapat bahwa teknolgi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku, yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistemik guna keperluan pembelajaran. Selanjutnya, Saetler melalui stdi penelusurannya terhadap sejarah perkembangan teknologi pembelajaran kemudian sampai kepada kesimpulan bahwa pemikiran Thorndike dengan teori psikologi perkembangannya yang beraliran behavioristik merupakan landasan pertama kearah teknologi pembelajaran. Tiga hukum utama yang diajukan oleh thorndike yaitu: (1). Law of exercise (hukum latihan). Prinsip yang melekat pada hukum ini yaitu bahwa makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu, makin besar kemungkinan dicamkan. Terkait dengan hukum ini, Thorndike memperkenalkan dua prinsip yaitu prinsip law of use dan prinsip law of disuse. Law of use atau hukum penggunaan ialah koneksi antara stimulus dan respons akan menguat saat keduanya dipakai. Dengan kata lain, melatih koneksi (hubungan) antara situasi yang menstimulasi dengan suatu respons akan memperkuat koneksi diantara keduanya. Sementara Law of disuse atau hukum ketidakgunaan ialah koneksi antara situasi dan respons akan melemah apabila praktik hubungan dihentikan, atau jika ikatan neural tidak dipakai; (2) Law of Effect (hukum efek). Prinsip mendasar dari hukum effek ini adalah bahwa suatu respon akan semakin diperkuat bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang; (3) Law of Readiness (hukum kesiapan). Hukum kesiapan ini dikemukakan oleh Thorndike dalam bukunya yang berjudul The Original Nature of Man, (Thorndike 1913a,p.125), dapat dijelaskan disini antara lain adalah; (1) apabila suatu konduksi siap menyalurkan (to conduct), maka penyaluran dengannya akan memuaskan, (2) apabila suatu konduksi siap untuk menyalurkan, maka tidak menyalurkannya akan menjengkelkan, (3) apabila suatu unit konduksi belum siap untuk penyaluran dan dipaksa untuk menyalurkan, maka penyaluran dengannya akan menjengkelkan. Selanjutnya, pemikiran inilah yang menjadi landasan awal perkembangan teknologi pembelajaran. Disamping itu, rumusannya tentang prinsip-prinsip aktivitas diri, minat/motivasi, kesiapan mental, individualisasi dan sosialisasi pada fase berikutnya “menurut Saettler” menjadi entri point dalam perkembangan teknologi pembelajaran selanjutnya. Untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut seorang guru harus mengendalikan kegiatan belajar anak di dalam kelas ke arah yang dikehendaki, namun tetap dengan memperhatikan minat dan respons anak terhadap stimulus yang diberikan. Stimulus yang diberikan tersebut perlu disesuaikan dengan kesiapan mental anak serta perbedaan karakteristik masing-masing individu. Oleh karena itu situasi dan lingkungan belajar perlu dirancang sedemikian rupa serta dalam praksis pembelajarannya sedapat mungkin menggunakan media, agar terjadi hubungan antara apa yang sudah diketahui anak dengan hal yang baru. Kemudian, teori berikutnya yang menjadi landasan perkembangan teknologi pembelajaran adalah teori penguatan (reinforcement) yang dikemukakan oleh Skiner. Skiner menyaatakan bahwa belajar dengan memperoleh jawaban yang tepat menjadi suatu hal yang tidak penting dalam pendidikan. Dia menyatakan bahwa fokus nyata pada pendidikan haruslah pada pemberian penguatan yang konsisten, segera dan positif bagi tingkah laku yang tepat dan bagi pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkannya. Lebih lanjut dia menyimpulkan bahwa dari hasil-hasil percobaannya menunjukkan bahwa siswa akan lebih mudah menjawabnya apabila dilengkapi dengan suatu pengalaman belajar. Pelajaran diawali dengan tugas-tugas yang relatif mudah dan sudah dikenal kemudian meningkat secara perlahan-lahan melalui tugas-tugas dan bahan baru. Berangkat dari pandangannya inilah kemudian Skiner mengembangkan Mesin Pengajaran yang disebut dengan Theaching Machine sebagai media untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Prinsip kerja mesin ini, yaitu jika jawaban siswa salah maka mesin tidak akan memberikan reaksi namun sebaliknya jika jawaban siswa benar mesin akan memberikan reaksi dalam bentuk menghadirkan pertanyaan baru. Reaksi pemberian pertanyaan baru ini lah yang kemudian disebut dengan proses reinforcement. Dalam kaitannya dengan penguatan ini, Skiner mengemukakan tiga variabel penting yaitu: (1) peristiwa dimana perilaku berlangsung; (2) perilaku itu sendiri; (3) akibat dari perilaku itu. Kalau semula mengajar hanya memperhatikan bagaimana mengatur stimulus atau pesan yang disampaikan kepada siswa, maka dengan pendapat ini yang lebih diperhatikan adalah respons dari siswa serta tanggapan kepada siswa atas responsnya itu. Kemudian beberapa prinsip yang dijabarkan dari teori penguatan ini, diantaranya adalah perilaku yang diperkuat, cenderung untuk lebih bertahan; penguatan positif lebih berarti dari yang negatif; penguatan langsung lebih efektif dari penguatan tertunda; penguatan yang sering diberikan lebih efektif dari pada yang jarang. Berangkat dari paradigma Skiner inilah kemudian menjadi landasan perkembangan teknologi pembelajaran sebagai teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar. Teori selanjutnya yang menjadi landasan perkembangan teknologi pembelajaran adalah teori kurikulum dan pembelajaran. Teori ini mulai muncul pada sekitar akhir tahun 1950-an bersamaan dengan gerakan pembaharuan kurikulum. Pada saat itu dirasakan perlunya landasan yang lebih ilmiah dan sistematik untuk penyusunan kurikulum. Brunner (1966) mengemukakan teori penyusunan dan pelaksanaan kurikulum dengan suatu paradigma di mana suatu tim besar yang terdiri dari ahli bidang studi, guru, dan ahli psikologi mulai menyusun kurikulum yang kemudian dijadikan bahan untuk membuat buku, media atau bahan lain dan saran kegiatan di kelas. Keseluruhan bahan ini lebih lanjut oleh tim lokal (wilayah) untuk penyempurnaan dan penentuan cara penyajian, yaitu melalui pembelajaran di kelas atau pembelajaran bermedia, yang keduanya saling berkaitan. Bruner, mendasarkan pandangannya ini pada dua premis dasar yaitu; (1) guru kelas tidak mungkin dapat mengikuti perkembangan bidang studi sambil mengajar dengan penuh; dan (2) guru kelas tidak mempunyai keterampilan metodologi yang cukup untuk melaksanakan pendekatan pemecahan masalah. Keterampilan ini akan diperoleh dengan melaksanakan suatu model yang disajikan melalui pembelajaran bermedia.
Landasan Teori dari Ilmu Komunikasi
Sebagaimana telah dipahami bahwa teknologi pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual. Edgar Dale yang terkenal dengan “kerucut pengalamannya” (cone of exsperience) menyatakan bahwa teori komunikasi merupakan suatu metode yang paling berguna dalam usaha meningkatkan efektifitas bahan audiovisual. Pemikiran Edgar Dale ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dan komunikasi audiovisual. Kerucut pengalaman Edgar Dale dengan rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, dari yang bersifat kongkrit ke yang abstrak telah menyatukan teori pendidikan John Dewey dengan gagasan-gagasan dalam bidang psikologi. Selanjutnya, teori komunikasi lainnya yang menjadi landasan perkembangan teknologi pembelajaran sebagai bidang studi adalah teori komunikasi yang dikemukakan oleh Shanon dan Weaver. Teori komunikasi yang dikemukakan oleh Shanon dan Weaver bersifat linear dengan arah tertentu dan tetap yaitu dari sumber (komunikator) kepada penerima (komunikan). Satu unsur yang perlu diperhatikan menurut teori ini bahwa dalam proses komunikasi pasti terdapat gangguan (noise), yang senantiasa ada dalam setiap situasi komunikasi. Teori Shannon dan Weaver ini kemudian disempurnakan oleh Schramm dengan menambahkan dua unsur baru yaitu adanya lingkup pengalaman (field of experience) dan umpan balik. Dengan adanya dua unsur baru ini Schramm menekankan pada adanya kesaaan interpretasi akan arti lambang yang dipakai. Kemudian, teori komunikasi berikutnya yang melandasi perkembangan teknologi pembelajaran adalah teori komunikasi yang dikembangkan oleh Berlo dan teori komunikasi konvergensi yang dikembangkan oleh Rogers dan Kincaid. Teori komunikasi yang dikembangkan oleh Berlo membawa implikasi dalam perkembangan teknologi pembelajaran, dimana dimasukkannya orang dan bahan sebagai sumber yang merupakan bagian integral dari teknologi pembelajaran. Isi pesan beserta struktur dan penggarapannya juga merupakan bagian dari teknologi pembelajaran. Segala bentuk pesan (lambang, verbal, taktil, serta ujud nyata) merupakan bagian dari keseluruhan proses komunikasi, dan dengan demikian juga menjadi bagian dari teknologi pembelajaran. Sedangkan dalam teori komunikasi konvergensi yang dikembangkan oleh Rogers dan Kincaid mendasarkan pada sebuah prinsip bahwa komunikasi itu berlangsung tanpa awal dan akhir, sepanjang manusia sadar akan diri dan lingkungannya. Proses komunikasi tidak berlangsung antar individu saja melainkan dalam suatu realitas sosial. Pengaruh teori ini dalam pendidikan adalah: (1) pendidikan seumur hidup yang berlangsung sepanjang orang sadar akan diri dan lingkungannya; (2) pendidikan gerak cepat dan tepat yang lebih mengacu pada kemampuan untuk hidup di masyarakat; (3) pendidikan yang mudah dicerna dan diresapi; (4) pendidikan yang menarik perhatian dengan cara penyajian yang bervariasi dan merangsang sebanyak mungkin indera; (5) pendidikan yang menyebar, baik pelayanannya maupun peranannya; dan (6) pendidikan yang mustari (tepat saat) menyusup tanpa niat sebelumnya, yaitu pada saat ada kekosongan pikiran. Kesemunya itu, merupakan landasan strategis dalam perkembangan teknologi pembelajaran sebagai sebuah bidang kajian. Pada bagian lain, teknologi pembelajaran sebagai sebuah bidang profesi sekaligus sebagai sebuah bidang kajian, tentunya mengalami proses pengkajian jati diri kearah yang lebih baik. Proses ini, tentunya melalui tahapan-tahapan pengkajian yang sistematis dan terencana dengan hasil yang terukur. Proses dimaksud dilakukan melalui kegiatan penelitian untuk menopang perkembangan ke lima kawasan teknologi pembelajaran.
2. Kedudukan penelitian pada domain teknologi pembelajaran.
Minimal ada empat sebab yang melatar belakangi orang melakukan penelitian termasuk dalam mengembangkan teknologi pembelajaran sebagai bidang kajian menurut Sukmadinata (2008 : 2) yaitu Pertama, karena pengetahuan, pemahaman dan kemampuan manusia sangat terbatas dibandingkan dengan lingkungannya yang begitu luas. Banyak hal yang tidak diketahui, dipahami, tidak jelas dan meimbulkan keraguan dan pertanyaan tentang teknologi pembelajaran baik yang berkenaan dengan landasan perkembangannya, sejarah dan berbagai aspek yang terkait dengan kawasan teknologi pembelajaran. Ketidaktahuan, ketidakpahaman, dan ketidakjelasan seringkali menimbulkan rasa takut dan rasa terancam. Oleh karena itu, penelitian menjadi pilihan untuk menguraikan ketidakjelasan tersebut . Kedua, manusia memiliki dorongan untuk mengetahui atau cariousity. Manusia selalu bertanya, apa itu, bagaimana itu, mengapa begitu dan sebagainya. Bagi kebanyakan orang, jawaban-jawaban sepintas dan sederhana mungkin sudah memberikan kepuasan, tetapi bagi orang-orang tertentu, para ilmuwan, peneliti dan para pemimpin dibutuhkan jawaban yang lebih mendalam, lebih rinci dan lebih komrehensif. Pertanyaan-pertanyaan yang berangkat dari dorongan cariousity tersebut juga berlaku dalam teknologi pembelajaran sebagai bidang kajian. Pertanyaan itu misalnya, bagaimana mengembangkan teknologi pembelajaran, apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas teknolog pembelajaran, dan berbagai pertanyaan lainnya. Jawaban dari berbagai pertanyaan itu tentunya harus lahir dari proses analisa berdasarkan data yang dapat dipertangungjawabkan secara ilmia. Untuk kepentingan itu, maka penelitian dalam teknologi pembelajaran berkedudukan sebagai alat untuk menyediakan data-data ilmiah dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ketiga, manusia di dalam kehidupannya selalu dihadapkan kepada masalah, tantangan, ancaman, kesulitan baik di dalam dirinya, keluarganya, masyarakat sekitarnya serta dilingkungan kerjanya. Masalah, tantangan dan kesulitan tersebut membutuhkan penjelasan, pemecahan dan penyelesaian. Tidak semua masalah dan kesulitan dapat segera dipecahkan. Masalah-masalah yang pelik, sulit dan kompleks membutuhkan penelitian untuk pemecahan dan penyelesaiannya. Keempat, manusia merasa tidak puas dengan apa yang telah dicapai, dikuasai, dan dimilikinya, ia selalu ingin yang lebih baik, lebih sempurna, lebih memberikan kemudahan, selalu ingin menambah dan meningkatkan “kekayaan” dan fasilitas hidupnya. Dari hasil penelitian, manusia dapat mengembangkan pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan ilmiah maupun kehidupan sosial. Berangkat dari kerangka pikir tersebut di atas, maka berlaku pula dalam mengembangkan domain/kawasan teknologi pembelajaran. Sebab disadari bahwa setiap bidang kajian termasuk teknologi pembelajaran dapat berkembang secara maksimal bila didukung oleh pengkajian ilmiah yang dilakukan secara terus menerus. Penelitian merupakan salah satu bentuk sistematis dari kegiatan pengkajian ilmiah. Jadi penelitian dalam domain/kawasan teknologi pembelajaran berkedudukan sebagai model pengkajian ilmiah yang sistematis untuk menjawab dan memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam domain/kawasan teknologi pembelajaran. Disamping itu, lewat penelitian akan dapat diketahui mengenai kelayakan dan efektifitas berbagai inovasi baru yang ditemukan dan dikembangkan pada ke lima kawasan teknologi pembelajaran. Contohnya, pada kawasan desain. Ciri utama desain adalah adanya dugaan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedurnya didasarkan pada hasil penelitian. Misalnya, kita ingin mengembangkan sebuah model desain pesan yang dapat dipergunakan pada pembelajaran anak-anak tuna netra. Maka dalam proses pengembangan sampai validasi produk harus dilakukan secara sistematis melalui mekanisme penelitian yang terencana dengan prosedur yang ketat pula. Hal ini dilakukan agar model desain pesan yang tengah kita kembangkan benar-benar valid dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
3. Implementasi teori preskriptif dalam pembelajaran
pembelajaran harus dikelola secara kompetitif dan inovatif. Sebab, lewat pembelajaran yang kompetitif, diyakini akan dapat melahirkan manusia-manusia yang memiliki kemampuan kompetisi pula. Pribadi yang kompetitif disini bukan berarti pribadi yang egoistik (Tilaar, 2000: 15). Pribadi yang kompetitif disini adalah pribadi yang inovatif melalui pembudayaan sikap kerja sama. Dengan kerja sama, dapat dikembangkan kompetisi yang sehat sehingga produk IPTEK yang dihasilkan berkualitas. Pembelajaran harus menyentuh aspek kontekstual masyarakat sekitar. Artinya, pembelajaran memiliki relevansi dengan kehidupan keseharian. Oleh karena itu, materi yang diberikan harus terintegrasi satu sama lain. Contoh, misalnya ketika seorang anak belajar tentang hukum dan demokrasi pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harusnya disamping dia belajar tentang teori “namun” dia seharusnya mengalami proses hukum dan demokratisasi dalam bentuk miniatur kehidupan yang dilandaskan oleh hukum dan demokrasi di kelas. Hal ini dapat diwujudkan melalui praktek “Role Playing” dan atau “demonstrasi” yang berkaitan dengan isu-isu hukum dan demokrasi. Di sisi lain, anak didik dapat dihadapkan dengan situasi nyata, melalui metode penugasan kepada anak didik untuk mereview proses hukum yang terjadi dilembaga-lembaga hukum yang ada seperti lembaga peradilan dan kepolisian. Dengan proses pembelajaran seperti tersebut, anak didik akan memiliki kekayaan teori dan praktek yang terkait dengan hukum dan demokrasi yang selanjutnya menjadi informasi penting bagi pembentukan pribadi yang sadar hukum dan demokratis. Implikasinya adalah dalam praktek pendidikan lewat praksis pembelajaran dikelas harus dikelola dan diselenggarakan dengan pendekatan pendidikan “andragogy”. Knowlis sebagaimana dikutip oleh Wiliam F. O’neil (2002: xviii) menjelaskan bahwa andragogy atau pendekatan pendidikan orang dewasa merupakan pendekatan yang menempatkan peserta didik sebagai orang dewasa. Di balik pengertian ini, Knowles ingin menempatkan murid sebagai subjek dari sistem pendidikan. Murid sebagai orang dewasa diasumsikan memiliki kemampuan aktif untuk merencanakan arah, memilih bahan dan materi yang dianggap bermanfaat, memikirkan cara terbaik untuk belajar, menganalisis dan menyipulkan serta mampu mengambil manfaat pendidikan. Fungsi guru adalah sebagai fasilitator dan bukan menggurui. Oleh karena itu, relasi antara guru dan murid bersifat “multicomunication” (Knowles, 1970). Dengan pendekatan ini, maka anak didik deberikan ruang untuk mengkontruk pengetahuan berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya. Peran guru dalam pembelajaran hanya sebatas menyiapkan iklim belajar yang kondusif sehingga siswa dapat membelajarkan dirinya dari sumber-sumber belajar yang ada dan media belajar yang disediakan guru.
4. Desain Pembelajaran berdasarkan aspek perkembangan teknologi informasi.
Sebagaimana diketahui bahwa kawasan desain adalah suatu proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan untuk menciptakan strategi dan produk. Terkait dengan hal ini, maka guru sebagai pengelola pembelajaran pada era teknologi informasi saat sekarang dalam mendesain pembelajaran harus mampu menghadirkan materi dari berbagai sumber informasi yang bervariasi. Langkah ini tentunya dilandasi pada sebuah prisnsip bahwa semakin banyak informasi yang diperoleh siswa tentang sebuah masalah, maka semakin mudah lah bagi siswa untuk memecahkan masalah tersebut Prinsip ini mensyaratkan bahwa belajar adalah suatu proses pengolahan, pemanfaatan dan penggunaan informasi. Dalam konteks ini, maka semakin beragamnya informasi yang diterima oleh siswa dari berbagai sumber belajar tentunya akan semakin memperkaya pengetahuan dan pemahaman siswa itu sendiri tentang suatu objek yang sedang dibahas. Untuk kepentingan itu, maka guru harus mampu memanfaatkan dan mengembangakan berbagai teknologi informasi baik dalam bentuk CD Pemebelajaran maupun lewat WEB pembelajaran yang sedang trend saat ini. Dengan meningkatnya daya muat untuk mengumpulan, menyimpan, memanipulasikan dan meyajikan informasi pada era saat ini maka seyogyanya guru harus mampu mendayagunakan kelebihan tersebut dalam penyampaian materi pembelajaran kepada siswa. Misalnya desain pembelajaran berbasis internet. Sebagai media yang diharapkan akan menjadi bagian dari suatu proses belajar mengajar di sekolah, internet mampu memberikan dukungan bagi terselenggaranya proses komunikasi interaktif antara guru dan siswa sebagaimana yang dipersyaratkan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Poin penting lainnya, desain pembelajaran dengan pendekatan teknologi informasi adalah bahwa guru harus mampu mendesain materi sebaik mungkin, materi yang mudah dicerna oleh siswa, materi yang dapat ditangkap oleh berbagai indera yang dimiliki oleh siswa mulai indera pendengaran sampai indera penglihatan, materi yang dianggap penting dan relevan dengan kebutuhan belajar siswa. Dengan cara itu, maka informasi yang diperoleh siswa dalam bentuk materi tersebut akan tersimpan lama dalam long term memory, yang pada gilirannya nanti akan dapat dimanfaatkan oleh siswa secara tekstual.
5. Cara menjembatani perkembangan teknologi informasi yang bergitu cepat yang tidak didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah.
Satu hal yang harus menjadi catatan penting bahwa esensi dari pembelajaran adalah bagaimana terjadinya interaksi komunikatif antara beragai unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran, baik interaksi antara siswa dengan siswa maupun interaksi antara siswa dengan guru. Lewat interaksi yang terbangun itu kemudian, siswa akan memperoleh berbagai pengalaman belajar yang dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas pengetahuan dan pemahamannya terhadap sebuah persoalan atau materi tertentu. Meski trend saat ini, pembelajaran lebih bersifat online namun tidak serta merta trend ini menjadi sesuatu yang harus diterapkan pada seluruh situasi pembelajaran. Sebab, bagaimanapun juga sarana dan prasara menjadi faktor kunci bagi kelancaran kegiatan dengan memanfaatkan teknologi informasi yang bergitu canggih saat ini. Untuk itu, dalam menjembatani hal ini tiada jalan lain, selain dengan memaksimalkan dan mendayagunakan berbagai sumber belajar yang tersedia disekitar lingkungan peserta didik. Proses memaksimalkan ini dapat dilakukan baik dengan cara memanipulasi atau merekayasa media dan sumber belajar yang tersedia ke arah yang lebih baik dan representatif sehingga kaya akan berbagai informasi yang berimplikasi positif bagi kegiatan pembelajaran. Di samping itu, harus dipahami pula bahwa teknologi informasi baik berupa internet, email dan lain sebagainya hanya merupakan alat dan sarana pendukung kelancaran kegiatan pembelajaran, yang terpenting adalah bagaimana dalam proses pembelajaran terbangun proses yang kompleks dan terpadu. Kompleks dan terpadu disini tentunya terkait dengan pelibatan orang, prosedur, gagasan, peralatan meski seadanya namun telah dimanipulasi sehingga kaya akan informasi-informasi yang relevan dengan kegiatan pembelajaran, dan organisasi dalam menganalisis masalah, mencari jalan pemecahannya, melaksanakan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar siswa. Inilah inti dari teknologi pembelajaran, bukan hanya dalam hal pemanfaatan teknologi informasi dalam bentuk peralatan namun yang lebih penting bagaimana proses tersebut di atas dapat diwujudkan sehingga keterbatasan sarana dan prasarana tidak menjadi kendala yang berarti dalam membelajarkan peserta didik.
6. Implementasi aspek budaya dalam pembelajaran di era global yang sarat dengan perkembangan TIK
Dalam era global seperti saat ini, setuju atau tidak, mau atau tidak mau, kita harus berhubungan dengan teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini disebabkan karena teknologi tersebut telah mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, maka proses ini tentunya akan berimplikasi pada pembentukan budaya baru dalam pembelajaran. Kalau selama ini, siswa tidak melek pada perkembangan TIK maka seiring dengan semakin menguatnya arus TIK, anak didik harus dibiasakan untuk bersentuhan dengan berbagai produk teknologi khususnya yang memiliki relevansi dengan kegiatan pembelajaran. Pembudayaan nilai kerjasama menjadi catatan penting dalam penerapan pembelajaran berbasis TIK. Hal ini dapat dilakukan dengan menugaskan kepada siswa untuk mengumpulkan berbagai informasi yang terkait dengan materi tertentu dalam pembelajaran, selanjutnya meminta masing-masing siswa untuk memverifikasi dan saling bertukar informasi satu sama lain. Dengan proses tersebut, maka kerjasama antar siswa dapat terbangun dan dikembangkan secara sistematis. Pada bagian lain, pembudayaa budaya saling ketergantungan dan membutuhkan dapat dilakukan dalam pembelajaran berbasis TIK. Siswa akan terhubung dengan berbagai orang di dunia maya misalnya, saling bertukar informasi, berbagi materi dan lain sebagainya. Proses ini kemudian lambat laun akan memunculkan budaya ketergantungan dikalangan siswa dengan berbagai orang yang tergabung dalam dunia maya, pada akhirnya proses ini pula akan memunculkan budaya menghargai dan menghormati sesama bangsa.

Teori Belajar, Program Dan Prinsip Pembelajaran

Teori Belajar, Program Dan Prinsip Pembelajaran
1. Teori Disiplin Mental
Sebelum abad ke-20, telah berkembang beberapa teori belajar, salah satunya adalah teori disiplin mental. Teori belajar ini dikembangkan tanpa dilandasi eksperimen, dan ini berarti dasar orientasinya adalah “filosofis atau spekulatif”. Tokoh teori disiplin mental adalah Plato dan Aristoteles. Teori disiplin mental ini menganggap bahwa dalam belajar, mental siswa harus didisiplinkan atau dilatih.
2. Teori Behaviorisme
Rumpun teori ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati atau diukur. Teori-teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya molekul-molekul. Beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu:
a. Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil
b. Bersifat mekanistis
c. Menekankan peranan lingkungan
d. Mementingkan pembentukan reaksi atau respons
e. Menekankan pentingnya latihan
Ada beberapa teori belajar yang termasuk pada rumpun behaviorisme ini, antara lain:
a. Teori Koneksionisme
Menurut teori belajar ini, belajar pada hewan dan pada manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama.
Selanjutnya, dalam teori koneksionisme dikemukakan hukum-hukum belajar sebagai berikut:
1) Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Dimana hubungan antara stimulus dan respons akan mudah terbentuk manakala ada kesiapan dalam diri individu. Implikasi praktis dari hukum ini adalah, bahwa keberhasilan belajar seseorang sangat tergantung dari ada atau tidak adanya kesiapan.
2) Hukum Latihan (Law of Exercise)
Hukum ini menjelaskan kemungkinan kuat dan lemahnya hubungan stimulus dan respons. Implikasi dari hukum ini adalah makin sering suatu pelajaran diulang, maka akan semakin dikuasainya pelajaran itu.
3) Hukum Akibat (Law of Effect)
Hukum ini menunjuk kepada kuat atau lemahnya hubungan stimulus dan respons tergantung kepada akibat yang ditimbulkannya. Implikasi dari hukum ini adalah apabila mengharapkan agar seseorang dapat mengulangi respons yang sama, maka harus diupayakan agar menyenangkan dirinya,
b. Teori Pengkondisian (Conditioning)
Teori pengkondisian (conditioning) merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme. Tokoh teori ini adalah Ivan Pavlov (1849-1936). Ia adalah ahli psikologi-refleksologi dari Rusia.
c. Teori Penguatan (Reinforcement)
Kalau pada teori pengkondisian (conditioning) yang diberi kondisi adalah perangsangnya (stimulus), maka pada teori penguatan yang dikondisi atau diperkuat adalah responsnya. Seorang anak yang belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam ulangan atau ujian, maka guru memberikan penghargaan pada anak itu dengan nilai yang tinggi, pujian, atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan ini, maka anak tersebut akan belajar lebih rajin dan lebih bersemangat lagi. Hadiah itu me-reinforce hubungan antara stimulus dan respons.
d. Teori Operant Conditioning
Psikologi penguatan atau “operant conditioning” merupakan perkembangan lebih lanjut dari teori koneksionisme dan “conditioning”. Tokoh utamanya adalah Skinner. Skinner adalah seorang pakar teori belajar berdasarkan proses “conditioning” yang pada prinsipnya memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkah laku adalah karena adanya hubungan antara stimulus dengan respons.
3. Teori Cognitive Gestalt-Filed
Teori kognitif dikembangkan oleh para ahli psikologi kognitif. Menurut teori ini, bahwa yang utama pada kehidupan manusia adalah mengetahui (knowing) dan bukan respons.
Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insight”, yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan.
Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental. Rumpun psikologi Gestalt bersifat molar, yaitu menekankan keseluruhan yang terpadu, alam kehidupan manusia dan perilaku manusia selalu merupakan suatu keseluruhan, suatu keterpaduan.
Beberapa prinsip penerapan teori belajar ini adalah:
a. Belajar itu berdasarkan keseluruhan
Teori Gestalt menganggap bahwa keseluruhan itu lebih memiliki makna dari bagian-bagian. Bagian-bagian hanya berarti apabila ada dalam keseluruhan. Makna dari prinsip ini adalah bahwa pembelajaran itu bukanlah berangkat dari fakta-fakta, akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui masalah itu siswa dapat mempelajari fakta.
b. Anak yang belajar merupakan keseluruhan
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa membelajarkan anak itu bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengembangkan pribadi anak seutuhnya. Oleh karenanya mengajar itu bukanlah menumpuk memori anak dengan fakta-fakta yang lepas-lepas, tetapi mengembangkan keseluruhan potensi yang ada dalam diri anak.
c. Belajar berkat insight
Telah dijelaskan bahwa insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Dengan demikian, belajar itu akan terjadi manakala dihadapkan kepada suatu persoalan yang harus dipecahkan. Belajar bukanlah menghafal fakta.
d. Belajar berdasarkan pengalaman
Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap perilaku individu.
C. Prinsip-Prinsip Pengajaran
Tugas guru mengelola pengajaran dengan lebih baik, efektif, dinamis, efisien, ditandai dengan keterlibatan peserta didik secara aktif, mengalami, serta memperoleh perubahan diri dalam pengajaran. Ada beberapa prinsip pengajaran diantaranya adalah:
Prinsip Aktivitas
Pengalaman belajar yang baik hanya bisa didapat bila peserta didik mau mengaktifkan dirinya sendiri dengan bereaksi terhadap lingkungan. Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis. Aktifitas fisik adalah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan. Dalam prinsip ini, maka tugas guru dalam mengajar antara lain:
Prinsip Motivasi
Motivasi berasal kata motive–motivation yang berarti dorongan atau keinginan, baik datang dari dalam diri (instrinsik) maupun dorongan dari luar diri seseorang (ekstrinsik). Motif atau biasa juga disebut dorongan atau kebutuhan, merupakan suatu tenaga yang berada pada diri individu atau siswa, yang mendorongnya untuk berbuat dalam mencapai suatu tujuan. Beberapa cara untuk menumbuhkankembangkan motivasi pada siswa adalah:
Prinsip Individualitas (Perbedaan Individu)
Setiap manusia adalah individu yang mempunyai kepribadian dan kejiwaan yang khas. Secara psikologis, prinsip perbedaan individualitas sangat penting diperhatikan karena:
a. Setiap anak mempunyai sifat, bakat, dan kemampuan yang berbeda
b. Setiap individu berbeda cara belajarnya
c. Setiap individu mempunyai minat khusus yang berbeda
d. Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda
e. Setiap individu membutuhkan bimbingan khusus dalam menerima pelajaran yang diajarkan guru sesuai dengan perbedaan individual
f. Setiap individu mempunyai irama pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda
Maksud dari irama pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda adalah bahwa siswa belajar dalam kelas dalam usia perkembangan. Masing-masing siswa tidak sama perkembangannya, ada yang cepat ada yang lambat maka guru harus bersabar dalam tugas pelayanan belajar pada anak didiknya.
Prinsip Lingkungan
Lingkungan adalah sesuatu hal yang berada di luar diri individu. Lingkungan pengajaran adalah segala hal yang mendukung pengajaran itu sendiri yang dapat difungsikan sebagai sumber pengajaran atau sumber belajar. Diantaranya; guru, buku, dan bahan pelajaran yang menjadi sumber belajar.
Prinsip Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan secara penuh terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan atau berlangsungnya suatu peristiwa. Konsentrasi sangat penting dalam segala aktivitas, terutama aktivitas belajar mengajar.
Prinsip Kebebasan
Prinsip kebebasan dalam pengajaran yang dimaksud adalah kebebasan yang demokratis, yaitu kebebasan yang diberikan kepada peserta didik dalam aturan dan disiplin tertentu. Dan disiplin merupakan suatu dimensi kebebasan dalam proses penciptaan situasi pengajaran. Seorang guru dituntut berusaha bagaimana menerapkan suatu metode mengajar yang dapat mengembangkan dimensi-dimensi kebebasan self direction, self discipline,dan self control.
Prinsip Peragaan
Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Peragaan adalah menggunakan alat indera untuk mengamati, meneliti, dan memahami sesuatu. Pemahaman yang mendalam akan lahir dari analisa yang komprehensif sehingga menghasilkan gambaran yang lengkap tentang sesuatu.
Agar siswa dapat mengingat, menceritakan, dan melaksanakan suatu pelajaran yang pernah diamati, diterima, atau dialami di kelas, maka perlu didukung dengan peragaan-peragaan (media pengajaran) yang bisa mengkonkritkan yang abstrak.
Prinsip Kerjasama Dan Persaingan
Kerjasama dan persaingan adalah dua hal berbeda. Namun dalam dunia pendidikan (prinsip pengajaran) keduanya bisa bernilai positif selama dikelola dengan baik. Persaingan yang dimaksud bukan persaingan untuk saling menjatuhkan dan yang lain direndahkan, tetapi persaingan yang dimaksud adalah persaingan dalam kelompok belajar agar mencapai hasil yang lebih tinggi tanpa menjatuhkan orang atau siswa lain.
Prinsip Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata ”Apperception” berarti menyatupadukan dan mengasimilasikan suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki. Atau kesadaran seseorang untuk berasosiasi dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki dibarengi dengan pengolahan sehingga menjadi kesan yang luas. Kesan yang lama itu disebut bahan apersepsi.
Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak didik mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru.
Prinsip Korelasi
Korelasi yaitu menghubungkan pelajaran dengan kehidupan anak atau dengan pelajaran lain sehingga pelajaran itu bermakna baginya. Korelasi akan melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga dapat membangkitkan minat siswa pada pelajaran yang disampaikan.
Prinsip Efisiensi dan Efektifitas
Prinsip efisiensi dan efektifitas maksudnya adalah bagaimana guru menyajikan pelajaran tepat waktu, cermat, dan optimal. Alokasi waktu yang telah dirancang tidak sia-sia begitu saja, seperti terlalu banyak bergurau, memberi nasehat, dan sebagainya. Jadi semua aspek pengajaran (guru dan peserta didik) menyadari bahwa pengajaran yang ada dalam kurikulum mempunyai manfaat bagi siswa pada masa mendatang.
Prinsip Globalitas
Prinsip global atau integritas adalah keseluruhan yang menjadi titik awal pengajaran. Memulai materi pelajaran dari umum ke yang khusus. Dari pengenalan sistem kepada elemen-elemen sistem. Pendapat ini terkenal dengan Psikologi Gestalt bahwa totalitas lebih memberikan sumbangan berharga dalam pengajaran.
Prinsip Permainan dan Hiburan
Setiap individu atau peserta didik sangat membutuhkan permainan dan hiburan apalagi setelah terjadi proses belajar mengajar. Bila selama dalam kelas siswa diliputi suasana hening, sepi, dan serius, akan membuat peserta didik cepat lelah, bosan, butuh istirahat, rekreasi, dan semacamnya. Maka guru disarankan agar memberikan kesempatan kepada anak didik bermain, menghibur diri, bergerak, berlari-lari, dan sejenisnya untuk mengendorkan otaknya.
Beberapa Hal Pokok Dalam Proses Belajar Mengajar
Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh guru, sedangkan siswa belajar. Menurut Saiful sagala pembelajaran ialah membelajarkan siswa dengan menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar, yang kesemua menjadi penentu dalam keberhasilan pendidikan. Menurut Corey pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia ikut serta dalam tingkah laku dalam kondisi khusus atau menghasilakn respon terhadap situasi tertentu. Menurut Omar Hamalik pembelajaran adalah
1. upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.
2. pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik.
3. pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi masyarakat sehari-hari.
Proses pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling tergantung. Walaupun komponen-komponennya cukup baik, seperti tersedianya prasarana dan sarana serta biaya yang cukup, juga ditunjang dengan pengelolaan yang andal maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikian pula bila pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan
mengakibatkan hasil yang tidak optimal.
Unsur-Unsur Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu :
1) Subjek yang dibimbing (peserta didik).
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai sepanjang hidupnya
2) Orang yang membimbing (pendidik).
Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat/organisasi.
3) Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan memanifulasikan isi, metode serta alat-alat pendidikan. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).
4) Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak. Tujuan demikian bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sulit untuk dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu.
5) Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional yang mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan.
6) Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).
Alat dan metode pendidikan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
7) Tempat peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Tugas dan Peran Guru dalam Proses Belajar-Mengajar
Kegiatan Proses belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams & Decey dalam Basic Principles Of Student Teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partissipan, ekspeditor, perencana, suvervisor, motivator, penanya, evaluator dan konselor.
Tugas Guru
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari “citra” guru di tengah-tengah masyarakat.
Peran Seorang Guru
a. Dalam Proses Belajar Mengajar
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangar signifikan dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
1) Demonstrator
2) Manajer/pengelola kelas
3) Mediator/fasilitator
4) Evaluator
b. Dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai:
1) Pengambil insiatif, pengarah dan penilai kegiatan
2) Wakil masyarakat
3) Ahli dalam bidang mata pelajaran
4) Penegak disiplin
5) Pelaksana administrasi pendidikan
c. Sebagai Pribadi
Sebagai dirinya sendiri guru harus berperan sebagai:
1) Petugas sosial
2) Pelajar dan ilmuwan
3) Orang tua
4) Teladan
5) Pengaman
d. Secara Psikologis
Peran guru secara psikologis adalah:
1) Ahli psikologi pendidikan
2) Relationship
3) Catalytic/pembaharu
4) Ahli psikologi perkembangan
Peran Pendidik dalam Proses Belajar-Mengajar
Peran guru dalam proses belajar-mengajar , guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar (teacher), seperti fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor) dan manager belajar (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi dari peran guru masa depan.
Kehadiran guru dalam proses belajar mengajar atau pengajaran, masih tetap memegang peranan penting. Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder ataupun oleh komputer yang paling modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem, nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan Iain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Di sinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.
Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
1) Demonstrator
2) Manajer/pengelola kelas
3) Mediator/fasilitator
4) Evaluator
Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menetukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Guru Sebagai Pengelola Kelas
Mengajar dengan sukses berarti harus ada keterlibatan siswa secara aktif untuk belajar. Keduanya berjalan seiring, tidak ada yang mendahului antara mengajar dan belajar karena masing-masing memiliki peran yang memberikan pengaruh satu dengan yang lainnya. Keberhasilan/kesuksesan guru mengajar ditentukan oleh aktivitas siswa dalam belajar, demikian juga keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan pula oleh peran guru dalam mengajar.
Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar.
Guru sebagai evaluator
Dalam dunia pendidikan, setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan akan diadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan tadi orang selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Rencana Program Pembelajaran
Penyusunan program memberikan arah pada suatu program itu sendiri. Penyusunan program pembelajaran akan berujung pada persiapan mengajar sebagai produk program pembelajaran jangka pendek, yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program.
Komponen program mencakup kompetensi dasar, materi standar, metode, teknik, media dan sumber belajar, waktu belajar, dan daya dukung lainnya.
Dalam mengembangkan persiapan mengajar terlebih dahulu harus diketahui arti dan tujuannya, serta menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terdapat dalam persiapan mengajar.
Dalam persiapan mengajar harus jelas kompetensi dasar yang harsu dimiliki oleh peserta didik, apa yang harsu dilakukan, apa yang dipelajari,bagaimana mempelajari, serta bagaimana guru mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai kompetensi tertentu.
Fungsi persiapan pembelajaran adalag sebagai fungsi perencanaan, dan fungsi pelaksanaan.
Prinsip-prinsip pengembangan persiapan mengajar:
1. kompetensi yang dirumuskan dalam persiapan mengajar harus jelas.
2. persiapan mengajar harus sederhana dan fleksibel, serta dapat dilaknasanakan dalam kegiatan pembelajaran.
3. kegiatan-kegiatan yang disusun harus menunjang dan sesuai dengan kompetensi dasar.
4. persiapan mengajar harsu utuh dan menyeluruh.
5. harus ada koordinasi antar komponen pelaksana program di sekolah.
Rumusan Tujuan Pembelajaran
A. Konsep, Fungsi dan Sumber Tujuan Pendidikan
1. Konsep Tujuan Pendidikan
Tujuan adalah merupakan komponen utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum. Zais (1976:297) menegaskan bahwa sebagai komponen dalam kurikulum, tujuan merupakan bagian yang paling sensitif, sebab tujuan bukan hanya akan mempengaruhi bentuk kurikulum tetapi juga secara langsung merupakan fokus dari suatu program pendidikan.
Tujuan pendidikan ini sangat luas. Biasanya merupakan pernyataan tujuan pendidikan umum, yang dapat dipakai sebagai petunjuk pendidikan seluruh negara tersebut.
Beberapa istilah tujuan yang menggambarkan pada tingkat yang berbeda-beda, seperti: Aims yang menunjukkan arah umum pendidikan. Secara ideal, aims merefleksikan suatu tingkat tujuan pendidikan berdasarkan pemikiran filosofis dan psikologis masyarakat. Menurut Zais, (1976:298) aims untuk tujuan pendidikan jangka panjang yang digali dari nilai-nilai filsafat suatu Bangsa.
Di Indonesia kita kenal tingkatan/hirarkis tujuan itu dalam beberapa istilah seperti Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler, dan Tujuan Instruksional Umum dan Khusus. (Depdikbud, 1984/1985:5)
2. Tujuan Pembelajaran
Tujuan institusional/goal dan tujuan kurikuler dijabarkan lagi dalam tujuan pembelajaran, tujuan ini lebih konkret dan lebih operasional yang pencapaiannya dibebankan kepada tiap pokok bahasan yang terdapat dalam tiap bidang studi. Pada saat ini tujuan pembelajaran umum dikenal dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar.
3. Fungsi Tujuan
Rumusan tujuan pendidikan yang tepat dapat berfungsi dan bermanfaat dalam kegiatan pengembangan kurikulum, minimal sebagai berikut:
1) Tujuan akan menjadi pedoman bagi disainer untuk menyusun kurikulum yang efektif, (Davies: 1976: 73, Pratt, 1980: 145) dengan demikian memberikan arah kepada para disainer kurikulum dalam pemilihan bahan pelajaran, yaitu bahan pelajaran yang menopang tercapainya tujuan pendidikan.
2) Tujuan merupakan pedoman bagi guru dalam menciptakan pengalaman belajar (Pratt, 1980: 145)
3) Tujuan memberikan informasi kepada siswa apa yang harus dipelajari (Pratt: 145, Davies: 73)
4) Tujuan merupakan patokan evaluasi mengenai keberhasilan program (proses belajar mengajar) (Pratt: 145, Daveis: 74)
5) Tujuan menyatakan kepada masyarakat tentang apa yang dikehendaki sekolah, apa yang hendak dicapai (Pratt: 145 – 146)
Dari uraian di atas jelas bahwa tujuan pendidikan merupakan patokan, pedoman orientasi bagi para pelaksana/pendesain pendidikan.
4. Sumber Tujuan
Kriteria yang yang hampir sama diajukan oleh Tyler (1949) yakni studi tentang pelajar, studi tentang kehidupan masyarakat di luar sekolah, dan saran-saran dari ahli mata pelajaran. Lebih jauh Tyler menekankan pendapatnya bahwa filsafat dan psikologi belajar merupakan “saringan” atau kriteria bagi penetapan lebih lanjut tujuan-tujuan pendidikan tersebut.
Menurut Zais (1976:301) sumber-sumber tujuan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni sumber empirik, sumber filosofi, dan sumber bidang kajian atau subject matter.
Smith, Stanley dan Shores (1957) mengajukan juga kriteria lain bagi penetapan tujuan yaitu keterwakilan, kejelasan, keterpertahankan, konsistensi dan fisibilitas.
Perumusan Tujuan Pendidikan
1. Klasifikasi Tujuan Pendidikan
Schubert (1986, 202-206) mengajukan empat tujuan pendidikan yaitu; (1)sosialisasi, (2)pencapaian, (3) pertumbuhan, dan (4)perubahan sosial. Sosialisasi merupakan tujuan yang harus dicapai anak didik agar mereka dapat hidup dengan baik dimasyarakat, dan dengan kebudayaannya.
Tujuan pendidikan pertumbuhan personal memerlukan penyesuai kurikulum yang mengakomodir kebutuhan pribadi, bakat, minat, dan kemapuan anak yang berbeda-beda. Perubahan sosial, menurut aliran ini sekolah dapat dan harus mengusahakan perbaikan sosial (Muhammad Ansyar, 1989:102).
2. Klasifikasi Tujuan Pembelajaran
Oleh karena sukar menetapkan tingkat suatu tujuan yaitu, apakah itu pada tingkat tujuan pendidikan nasional (aims), atau pada tingkat sekolah, atau ruang kelas, maka Zais (1976: 308-309) mengajukan tiga kategore (fakta, keterampilan, dan sikap) biasa dipakai sebagai cara utama untuk menyusun tujuan kurikulum (goals) dan tujuan pembelajaran (objectives).
Klasifikasi tujuan yang lebih sistematis telah dikemukakan Bloom (1956) dan Krathwohl, Bloom dan Masia (1964) seperti tertera dalam Zais (1976: 304-310) Tanner dan Tanner (1975:121-131). Tujuan pendidikan diklasifikasikan pada tiga ranah besar yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Proses kognitif diklasifikasikan ke dalam suatu urutan hirarkis, dari tingkat berpikir yang sederhana ke tingkat intelektual yang lebih kompleks:
1) Pengetahuan
2) Pemahaman
3) Aplikasi
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi
Ranah afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan demensi perasaan, tingkah laku, atau nilai, seperti apresiasi terhadap karya seni, berbudi pekerti luhur, dan lain-lain.
Ranah afektif dibagi menjadi lima tingkatan yang bergerak dari kesadaran yang sederhana menuju kekondisi di mana perasaan memegang peranan penting dalam mengontrol tingkah laku:
1) Menerima
2) Responsif
3) Menghargai
4) Organisasi
5) Karakteristik
Ranah psikomotor dibagi empat tingkatan, dari yang paling sederhana kepada tingkat yang paling kompleks, yaitu:
1) Observasi
2) Meniru
3) Praktek
4) Adaptasi.
3. Kriteria Perumusan Tujuan Pembelajaran
Dalam pendahuluan telah dikemukakan betapa pentingnya tujuan pendidikan dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum dan pengajaran. Tujuan merupakan dasar orientasi sekaligus sesuatu yang akan dicapai dalam semua program kegiatan pendidikan. Seperti dikatakan Hilda Taba dalam (Davies, 1976: 56)
Merumuskan tujuan seperti dijelaskan sebelumnya harus runtun yaitu tujuan umum dijabarkan pada tujuan khusus. Selanjut tujuan khusus diteliti jenis-jenisnya, dinilai kepentingannya dan dicek berdasarkan kriteria, syarat-syarat tujuan lebih formal dan terinci, sehinga setiap komponen yang ada tidak terlampaui.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan yang merupakan kriteria tujuan yang baik seperti berikut ini:
1. Tujuan harus selalu kosisten dengan tujuan tingkat di atasnya (Pratt, 1980:185). Tujuan-tujuan yang bersifat penjabaran dari suatu tujuan yang lebih tinggi jenjangnya harus sesuai atau tidak bertentangan dengan hal-hal yang diisayaratkan oleh tujuan tersebut. Misalnya tujuan instruksional yang dijabarkan langsung dari tujuan kurikuler harus mencerminkan tujuan kurikuler itu.
2. Tujuan harus tepat seksama dan teliti. Tujuan hanya berguna jika ia dirumuskan secara teliti dan tepat sehingga memungkinkan orang mempunyai kesamaan pengertian terhadapnya. Perumusan tujuan yang cermat akan memungkinkan kita untuk melaksanakannya dengan penuh kepastian.
3. Tujuan harus diidentifikasikan secara spesifik yang menggambarkan keluaran belajar yang dimaksudkan. Tujuan yang dirumuskan harus menunjuk pada pengertian keluaran dari pada kegiatan. Tujuan yang menunjukkan tingkat kemampuan atau pengetahuan siswa merupakan maksud utama kurikulum. Akan tetapi jika ia tidak pernah mengidentifikasi keluarannya, ia bukanlah tujuan kurikulum yang kualifait (Pratt, 1980:184).
4. Tujuan bersifat relevan (Davies, 1976:17) dan berfungsi (Pratt,1980:186). Masalah kerelevansian berhubungan dengan persoalan personal dan sosial, atau masalah praktis yang dihadapi individu dan masyarakat. Memang harus diakui bahwa terdapat perbedaan pengertian tentang kerelevansian itu karena adanya perbedaan masalah dan kepentingan antara tiap individu dan masyarakat. Jadi kerelevansian itu berkaitan dengan pengertian untuk siapa dan kapan. Di samping relevan, tujuan pun harus berfungsi personal maupun sosial. Suatu tujuan dikatakan berfungsi personal jika ia memberi manfaat bagi individu yang belajar untuk masa kini dan masa akan datang, dan berfungsi sosial jika ia memberi mafaat bagi masyarakat di samping pelajar.
5. Tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dicapai. Tujuan yang dirumuskan harus memungkinkan orang, pelaksana kurikulum untuk mencapainya sesuai kemampuan yang ada. Masalah kemampuan itu berkaitan dengan masalah tenaga, tingkat sekolah, waktu, dana, skope materi, fasilitas yang tersedia, dan sebagainya. Perumusan tujuan yang terlalu muluk (karena terasa lebih ideal) dan melupakan faktor kemampuan atau realitas hanya akan berakibat tujuan itu tak tercapai. Suatu program kegiatan dikatakan efektif jika hasil yang dicapai dapat sesuai atau paling tidak, tidak terlalu jauh berbeda dengan perencanaan.
6. Tujuan harus memenuhi kriteria kepantasan worthwhilness (Davies, 1976:18). Pengertian “pantas” mengarah pada kegiatan memilih tujuan yang dianggap lebih memiliki potensi, bersifat mendidik, dan lebih bernilai. Memang agak sulit menentukan tujuan yang lebih pantas karena dalam hal ini orang bisa mengalami perbedaan kesepakatan pengertian. Secara umum kita boleh mengatakan bahwa kriteria kepantasan harus didasarkan pada pertimbangan objektif, dengan argumentasi yang objektif. Dalam hal ini Profesor Peter dalam (Davies, 1976:18) menyarankan tiga kriteria (a) aktivitas harus berfungsi dari waktu ke waktu, (b) aktivitas harus bersifat selaras dan seimbang dari pada bersaing, mengarah ke keharomonisan secara keseluruhan, dan (c) aktivitas harus bernilai dan sungguh-sungguh khususnya yang menunjang dan memajukan keseluruhan kualitas hidup.