Mencerna apa yang dimakan, menyaring menjadikannya nutrisi, nutrisi kehidupan^^v

Bismillah...proses belajar yang terus-menerus, seharusnya menjadikan diri semakin produktif, insya Alloh...

Minggu, 31 Oktober 2010

LOMBA ESSAY DAN ENGLISH SPEECH CONTEST

(RALAT)PETUNJUK PELAKSANAAN
LOMBA ESSAY DAN ENGLISH SPEECH CONTEST
BEM FKIP UNS 2010

A. Lomba Essay
Peserta : Peserta adalah mahasiswa perguruan tinggi se-Solo Raya
Waktu : 11 Oktober-4 November 2010
Ketentuan Lomba :
• Peserta adalah mahasiswa perguruan tinggi se Solo Raya
• Pendaftaran peserta di secretariat BEM FKIP UNS pada tanggal 11 Oktober-4 November 2010 pukul 09.00-15.00 WIB dengan membawa fotocopy kartu mahasiswa atau dengan mendaftar via SMS ke 085643912714 dengan format ESSAY_NAMA LENGKAP_UNIVERSITAS.
• Pendaftaran dikenakan biaya Rp 20.000,00 dibayarkan pada saat pendaftaran atau via bank BTN UNS no.rek 00152-01-51-002328-6 a.n Umi Satiti (bagi yang membayar via bank harap segera konfirmasi ke CP)
• Essay dikumpulkan dalam bentuk Hard File (rangkap 4) ke sekretariat BEM FKIP Gedung KBM Lt.1 Jalan Ir. Sutami 36 A Surakarta paling lambat pada tanggal 29 Oktober 2010 pukul 18.00 WIB (bagi yang mengirim via pos wajib menyertakan biodata diri dan fotocopy kartu mahasiswa di dalam amplop)
• Aturan penulisan : naskah essay diketik pada kertas HVS ukuran A4, margin 4-4-3-3, Times New Roman 12 spasi 1,5 , panjang tulisan 3-6 halaman.
• Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar
• Karya yang diikutsertakan merupakan karya sendiri, bukan atas nama orang lain, dan belum pernah diikutkan dalam lomba yang lain.
• Tema Lomba Essay adalah Pemuda Bicara Melawan Korupsi. Peserta dapat memilih salah satu sub tema dibawah ini:
1. Strategi Mewujudkan Indonesia Bebas Korupsi Dimasa Depan
2. Mewaspadai Benih-Benih Korupsi dalam Jiwa Pemuda
3. Ketidaktegasan Pemerintah dalam Upaya Pemberantasan Korupsi
• Penilaian karya ilmiah oleh 2 dewan juri yang ditunjuk oleh panitia.
• Keputusan dewan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
• Pemenang akan diumumkan pada saat Diklat Profesionalisme Guru BEM FKIP UNS Pada tanggal 13 November 2010 di Aula Gedung A FKIP UNS.
(Dikarenakan seminar nasional dimajukan pada 28 Oktober 2010, sehubungan dengan penyesuaian agenda MENPORA, Andi Mallarangeng)
• Fasilitias yang akan diterima peserta :
- Merchandise
- Sertifikat
- Free Ticket dan fasilitas Seminar Nasional BEM FKIP UNS
• Hadiah Lomba:
Juara 1 = Piala + Piagam Penghargaan + Uang tunai Rp 450.000,00
Juara 2 = Piala + Piagam Penghargaan + Uang tunai Rp 350.000,00
Juara 3 = Piala + Piagam Penghargaan + Uang tunai Rp 250.000,00

Kriteria Penilaian :
- Kesesuaian dengan tema: 15 %
- Sistematika penulisan essay :poin 20 %
- Bahasa yang digunakan: 25 %
- Isi essay: 40%

Lomba ini adalah kerjasama BEM FKIP UNS dengan Himpunan Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (HIMPROBSI) FKIP UNS.

B. Speech Contest
Peserta : Peserta adalah mahasiswa perguruan tinggi se-Solo Raya
Waktu : 6 November 2010
Ketentuan Lomba :
• Peserta adalah mahasiswa perguruan tinggi se Solo Raya
• Pendaftaran peserta di secretariat BEM FKIP UNS pada tanggal 11-29 Oktober 2010 dengan membawa fotocopy kartu mahasiswa atau dengan mendaftar via SMS ke 085728687384 dengan format SPEECH_NAMA LENGKAP_UNIVERSITAS. Bagi peserta yang mendaftar via SMS dapat menyerahkan fotocopy kartu mahasiswa pada saat technical meeting.
• Pendaftaran dikenakan biaya Rp 20.000,00 dibayarkan pada saat pendaftaran/ technical meeting atau dapat dikirim via bank BTN UNS no.rek 00152-01-51-002328-6 a.n Umi Satiti (bagi yang membayar via bank harap segera konfirmasi ke CP)
• Technical meeting akan dilaksanakan pada Sabtu, 30 Oktober 2010 di Aula Gedung KBM FKIP Jalan Ir. Sutami 36 A Surakarta pada pukul 09.00 WIB.
• Seluruh peserta wajib datang dalam technical meeting. Apabila peserta berhalangan hadir diwajibkan mewakilkan pada orang lain.
• Peserta dapat memilih salah satu sub tema dibawah ini:
1. The Role of Youth in Abolishing Corruption
2. The Most Appropriate Punishment for Corruptor
3. The Effectiveness of Government’s Regulation in Solving Corruption
• Peserta diwajibkan menggunakan bahasa Inggris.
• Setiap peserta mendapatkan waktu selama 5-7 menit untuk menyampaikan pidato.
• Speech contest akan dinilai oleh 3 dewan juri yang ditunjuk oleh panitia.
• Keputusan dewan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
• Pemenang akan diumumkan langsung setelah perlombaan selesai.
• Fasilitias yang akan diterima peserta :
- Merchandise
- Sertifikat
- Snack and Lunch
• Hadiah Lomba:
Juara 1 = Piala + Piagam Penghargaan + Uang tunai Rp 550.000,00
Juara 2 = Piala + Piagam Penghargaan + Uang tunai Rp 450.000,00
Juara 3 = Piala + Piagam Penghargaan + Uang tunai Rp 350.000,00

Kriteria Penilaian:
1. Isi pidato: 40%
2. Bahasa: 35%
3. Penyampaian: 25%

CALL CENTER : 085728687384 (ATIN)

Lomba ini adalah kerjasama BEM FKIP UNS dengan English Students Association (ESA) FKIP UNS.

http://bemberkarya.blogspot.com/

PROBLEMATIKA PEMBENTUKAN KATA

MAKALAH ( PBI )
PROBLEMATIKA BERBAHASA INDONESIA
“ PROBLEMATIKA PEMBENTUKAN KATA “

Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Problematika Berbahasa Indonesia





Disusun oleh :
Nama : Ferawati L
Kelas : 5C
Nim : K7108039

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa mempunyai fungsi yang sangat penting di dalam tataran kehidupan bermasyarakat. Fungsi-fungsi bahasa tersebut, antara lain adalah, (1) sebagai wahana komunikasi antara nggota masyarakat, melalui bahasa anggota masyarakat mengkomunikasikan pendapat antarsesama, (2) sebagai penyimpan pengetahuan, dan (3) sebagai cermin keadaan lingkungan sosial. Dengan fungsi-fungsi semacam itu, dapat dikatakan bahwa selama manusia hidup, tidak akan pernah lepas dari bahasa.
Pepatah mengatakan bahwa orang yang menguasai dunia adalah orang yang menguasai informasi. Tampaknya, pepatah tersebut merupakan ungkapan yang tepat karena memang informasi merupakan sarana penting yang dapat menghubungkan manusia dalam berinteraksi, apalagi dalam era globalisasi sekarang ini. Informasi dapat diberikan dalam bentuk data, baik secara lisan maupun tulisan.
Sudah kita ketahui bahwa dalam bahasa Indonesia ada kata dasar dan kata bentukan. Kata dasar disusun menjadi kata bentukan melalui tiga macam proses pembentukan, yaitu: (1) afiksasi atau pengimbuhan; (2) reduplikasi atau pengulangan; (3) komposisi atau pemajemukan. Kita juga sudah mengenal adanya imbuhan atau afiks yang meliputi prefiks atau awalan, sufiks atau akhiran, dan infiks atau sisipan. Infiks sebenarnya tidak begitu penting dalam bahasa Indonesia, tetapi dalam pembentukkan istilah infiks-in yang berasal dari Jawa sering juga dipakai.
Menurut FPBS (1994 :19), pembentukan kata dengan menggunakan awalan dan akhiran dalam bahasa Indonesia sudah banyak dikenal oleh para mahasiswa. Namun demikian sering juga kita jumpai kata-kata yang bentuknya tidak tepat atau salah.
Dalam pertumbuhan bahasa banyak kata yang mengalami perubahan. Perubahan-perubahan pada suatu kata tidak hanya terjadi karena proses adaptasi, tetapi juga disebabkan bermacam-macam hal lain, misalnya salah dengar, usaha memendekkan suatu kata yang panjang dan sebagainya. Kata bis yang sehari-hari dipakai sebenarnya berasal dari kata veniculum omnibus, yang berarti ‘kendaraan untuk umum'. Tetapi karena terlalu panjang maka yang diambil hanya suku kata terakhir, yang sebenarnya hanya merupakan sebuah akhiran.
B. PERUMUSAN MASALAH
C. MANFAAT
D. TUJUAN

BAB II
LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
B. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III
PEMBAHASAN
A. PROBLEMATIKA PEMBENTUKAN KATA
Sudah kita ketahui bahwa dalam bahasa Indonesia ada kata dasar dan kata bentukan. Kata dasar disusun menjadi kata bentukan melalui tiga macam proses pembentukan, yaitu: (1) afiksasi atau pengimbuhan; (2) reduplikasi atau pengulangan; (3) komposisi atau pemajemukan dan (4) abreviasi atau pemendekan. Kita juga sudah mengenal adanya imbuhan atau afiks yang meliputi prefiks atau awalan, sufiks atau akhiran, dan infiks atau sisipan. Infiks sebenarnya tidak begitu penting dalam bahasa Indonesia, tetapi dalam pembentukkan istilah infiks-in yang berasal dari Jawa sering juga dipakai.
Menurut FPBS (1994 :19), pembentukan kata dengan menggunakan awalan dan akhiran dalam bahasa Indonesia sudah banyak dikenal oleh para mahasiswa. Namun demikian sering juga kita jumpai kata-kata yang bentuknya tidak tepat atau salah.
Perhatikan contoh pemakaian kata bercetak miring pada teks berikut!
Pergaulan hidup yang berdeferensiasi berarti pergaulan hidup terbagi atas sektor-sektor dimana tiap khusus tertuju pada pelaksanaan salah satu fungsi yang telah disebut itu.
Kata berdeferensiasi dalam kalimat tersebut digunakan secara salah. Kata yang lebh sesuai adalah berbeda-beda karena kata deferensiasi bukanlah anggota kosa kata baku bahasa Indonesia walaupun maknanya sama dengan kata berbeda-beda.
Contoh-contoh lain dapat diamati pada kalimat-kalimat di bawah ini. Perhatikan kata-kata yang bercetak miring!
1. Usaha kami selama ini memang profitable sehingga kami dapat menghidupi karyawan secara layak.
2. Semua ilmuwan sangat besar atensinya terhadap penemuan Andi.
3. Supaya mudah dicetak, lempung sebaiknya diolah tidak terlalu lunak dan tidak terlalu keras.
4. Pengambilan data dijalankan dengan menyebarkan angket kepada semua informan yang telah ditentukan.
Kesalahan juga terjadi pada bentukan kata. Dalam hal ini bentukan kata yang digunakan dalam kalimat merupakan bentukan-bentukan kata yang tidak tepat. Perhatikan contoh berikut ini!
1. Penulis terpaksa mengubah rumus itu dan ternyata hasil perubahan itu dapat digunakan untuk menyelesaikan analisis data.
2. Setiap pemerian data selalu dilengkapi dengan contoh pemerian data itu dapat dipahami secara lebih konkret.
3. Kedua kendaraan itu tabrakan di tikungan tajam dan kecelakaan tak dapat dihindari.
Jika diperhatikan konteks dan acuan kata-kata bercetak miring tersebut tampak bahwa bentukan kata-kata itu tidak tepat. Akan lebih tepat jika kata perubahan diganti dengan ubahan, kata pemerian diganti dengan perian, dan kata tabrakan diganti dengan bertabrakan. Alasannya sudah jelas. Hasil mengubah adalah ubahan, yang diperikan adalah perian, bukan pemerian, bentukan tabrakan merupakan bentukan yang tidak baku. (FPBS : 1994 :38).
1. AFIKSASI DAN MASALAHNYA
a) Problematika Peluluhan Bunyi /p/
b) Problematika Peluluhan Bunyi /k/
c) Problematika Peluluhan Bunyi /t/
d) Problematika Peluluhan Bunyi /s/
e) Problematika Penghilangan Nasal
f) Problematika Fungsi Gramatis dan Fungsi Semanti

Adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar/bentuk dasar.
Unsur-unsur dalam proses ini : (1) dasar/bentuk dasar, (2) afiks, (3) makna gramatikal yang dihasilkan.
Proses ini bisa bersifat inflektif dan derivatif tapi tidak berlaku untuk semua bahasa. Bentuk dasar/dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar (bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi) misalnya : meja, beli, dst. Berupa bentuk kompleks, seperti aturan pada kata beraturan. Dapat juga berupa frase, seperti ikut serta dalam keikutsertaan. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.
Jenis afiks berdasarkan sifat kata yang dibentuk :
a) Afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif/paradigma infleksional.
b) Afiks derivatif adalah afiks yang digunakan dalam membentuk kata baru (kata leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya).
Berdasarkan posisi melekatnya pada bentuk dasar :
1) Prefiks : afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar
2) Infiks : afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar
3) Sufiks : afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar
4) Konfiks : Afiks yang berupa morfem terbagi yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar, sehingga dianggap sebagai satu kesatuan dan pengimbuhannya dilakukan sekaligus.
Struktur ð untuk menyebut gabungan afiks yang bukan konfiks
Kridalaksana (1989) yang menggunakan untuk “Afik Nasal” contoh: ngopi, nembak.
Interfiks adalah sejenis infiks/elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan 2 buah unsur.
Transfiks adalah afiks yang berwujud vokal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar ð bahasa-bahasa semit, dasar biasanya berupa konsonan.
Dalam kepustakaan linguistik ada istilah untuk bentuk-bentuk derivasi yang diturunkan dari kelas berbeda.
Misalnya : denominal : asal nominal
Verba : hasil proses afiksasi

2. REDUPLIKASI DAN MASALAHNYA
Ada beberapa pengertian reduplikasi menurut berbagai pakar kebahasaan, yaitu:
1. Pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik secara utuh maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Soedjito,1995:109)
2. Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Ramlan,1985:57)
3. Proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. (Muslich,1990:48)
4. Proses reduplikasi yaitu pengulangan satuan gramatikal, baik selurunya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan disebut kata ulang, satuan yang diulang merupakan bentuk dasar. (Solichi,1996:9)
5. Pengulangan ialah proses perulangan bentuk dasar baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Soepeno,1982:20)
Jadi, ada pula yang berpendapat bahwa, reduplikasi ialah proses pembentukan kata, dengan cara mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan maupun sebagian, baik baik disertai perubahan bunyi atau tidak. Proses reduplikasi ini menghasilkan kata ulang, dan kata ulang ini mempunyai ciri-ciri tersendiri yang bisa disebut kata ulang. Ciri reduplikasi, masih dibagi menjadi dua, yaitu ciri khusus reduplikasi dan ciri umum reduplikasi sebagai proses pembentuk kata.
• Ciri khusus reduplikasi.
1. Selalu memiliki bentuk dasar dan bentuk dasar kata ulang selalu ada dalam pemakaian bahasa. Maksud ”dalam pemakaian bahasa” adalah dapat dipakai dalam konteks kalimat dan ada dalam kenyataan berbahasa.
Contoh:
Kata Ulang Bentuk Dasar
Mengata-ngatakan Mengatakan, bukan mengata
Menyatu-nyatukan Menyatukan, bukan menyatu (sebab tidak sama dengan kelas kata ulangnya)
Melari-larikan Melarikan, bukan melari
Mempertunjuk-tunjukan Mempertunjukkan, bukan mempertunjuk
Bergerak-gerak Bergerak, bukan gerak (sebab kelas katanya berbeda dengan kata ulangnya)
Berdesak-desakkan Berdesakan, bukan berdesak
2. Ada hubungan semantis atau hubungan makna antara kata ulang dengan bentuk dasar. Arti bentuk dasar kata ulang selalu berhubungan dengan arti kata ulangnya. Ciri ini sebenarnya untuk menjawab persoalan bentuk kata yang secara fonemis berulang, tetapi bukan merupakan hasil proses pengulangan.
Contoh:
 Bentuk alun bukan merupakan bentuk dasar dari kata alun-alun.
 Bentuk undang bukan merupakan bentuk dasar dari kata undang-undang.
3. Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata atau kelas kata. Apabila suatu kata ulang berkelas kata benda, bentuk dasarnya pun berkelas kata benda. Begitu juga, apabila kata ulang itu berkelas kata kerja, bentuk dasarnya juga berkelas kata kerja. Lebih jelasnya, jenis kata kata ulang, sama dengan bentuk dasarnya.
Contoh:
Kata Ulang Bentuk Dasar
Gedung-gedung (kata benda) Gedung (kata benda)
Sayur-sayuran (kata benda) Sayur (kata benda)
Membaca-baca (kata kerja) Membaca (kata kerja)
Berlari-lari (kata kerja) Berlari (kata kerja)
Pelan-pelan (kata sifat) Pelan (kata sifat)
Besar-besar (kata sifat) Besar (kata sifat)
Tiga-tiga (kata bilangan) Tiga (kata bilangan)
• Ciri umum reduplikasi sebagai proses pembentukan kata.
1. Menimbulkan makna gramatis.
2. Terdiri lebih dari satu morfem (Polimorfemis).
Dari beberapa ciri tersebut, dapat di klasifikasikan beberapa jenis kata ulang. Ada dua jenis kata ulang, yaitu kata ulang murni dan kata ulang semu, sebagaimana berikut:
• Kata ulang murni, adalah kata ulang yang masih dapat dipisah menjadi bentuk yang lebih kecil dan mempunyai bentuk dasar. berdasarkan bentuk proses pengulangannya,ada tiga macam kata ulang murni, yaitu:
1. Kata ulang utuh, adalah kata ulang yang diulang secara utuh.
Contoh: gedung + { R } = gedung-gedung.
2. Kata ulang sebagian, adalah kata ulang yang pada proses pengulangannya hanya sebagian dari bentuk dasar saja yang diulang.
Contoh: berjalan + { R } = berjalan-jalan
3. Kata ulang berimbuhan, adalah kata ulang yang mendapatkan imbuhan atau kata ulang yang telah diberi afiks. Baik itu prefiks, infiks maupun sufiks.
Contoh: mobil + { R } = mobil-mobil + an = mobil-mobilan.
4. Kata ulang berubah bunyi, adalah kata ulang yangberubah bunyi dari bentuk dasarnya setelah terjadinya proses pengulangan.
Contoh: sayur + { R } = sayur-mayur
• Kata ulang semu, sebenarnya bukan kata ulang tetapi menyerupai kata ulang karena bentuk dasarnya sudah seperti itu.
Contoh: mondar-mandir, compang-camping, onde-onde.
1. Kata Ulang Semu
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa kata ulang semu sebenarnya bukanlah bentuk dari proses pengulangan, karena bentuk itu sendiri sudah merupakan bentuk dasarnya. Lantas mengapa dikelompokkan ke dalam kata ulang? Hal itu karena berdasarkan bentuknya, bentuk -bentuk tersebut masih termasuk ke dalam kata ulang. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bentuk-bentuk yang di maksud adalah seperti:

mondar-mandir
compang-camping
kocar-kacir
kupu-kupu
gado-gado
onde-onde

Namun, Soedjito hanya mengelompokkan bentuk- bentuk seperti kupu-kupu, onde-onde, dan gado-gado saja dalam kata ulang semu. Sedangkan mondar-mandir, compang-camping, dan kocar-kacir, Soedjito mengelompokkannya dalam bentuk kata ulang berubah bunyi, hanya saja bentuk dasarnya tidak diketahui.
2. Kata Ulang Berimbuhan
Banyak yang mengira bahwa kata ulang berimbuhan adalah kata ulang yang terdapat afiks di dalamnya seperti berjalan-jalan, tumbuh-tumbuhan, tulis-menulis. Bentuk-bentuk tersebut bukan merupakan kata ulang berimbuhan, tetapi bentuk itu termasuk dalam kata ulang sebagian. Karena, yang diulang hanyalah sebagian dari bentuk dasarnya saja.
Kata Ulang Bentuk Dasar
berjalan-jalan berjalan
tumbuh-tumbuhan tumbuhan
tulis-menulis menulis
Kata ulang berimbuhan yang dimaksud adalah kata ulang yang mendapatkan afiks setelah proses pengulangan.
Contoh:
mobil → mobil-mobil → mobil-mobilan
gunung → gunung-gunung → gungung-gunungan
orang → orang-orang → orang-orangan
anak → anak-anak → anak-anakan
kereta → kereta-kereta → kereta-keretaan
Namun, Menurut Ramlan, proses tersebut dinilai tidak mungkin jika dilihat dari faktor makna. Pengulangan bentuk dasar kereta menjadi kereta-kereta menyatakan makna ’banyak’, sedangkan pada kereta-keretaan tidak terdapat makna ’banyak’. Yang ada makna ’sesuatu yang menyerupai bentuk dasar’. Jelaslah bahwa satu-satunya kemungkinan ialah kata kereta-keretaan terbentuk dari bentuk dasar kereta yang diulang dan mendapat afiks -an.
mobil → mobil-mobilan
gunung → gungung-gunungan
orang → orang-orangan
anak → anak-anakan
kereta → kereta-keretaan
Demikian juga kata-kata kehitam-hitaman, keputih-putihan, kemerah-merahan, sejelek-jeleknya, setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, dan sebagainya, juga terbentuk dengan cara yang sama sebagaimana cara di atas, yaitu dengan pengulangan dan pembubuhan afiks pada bentuk dasarnya:
hitam → kehitam-hitaman
putih → keputih-putihan
merah → kemerah-merahan
jelek → sejelek-jeleknya
tinggi → setinggi-tingginya
dalam → sedalam-dalamnya
Proses pembentukan kata ulang berimbuhan seperti ini, sebenarnya sama dengan kereta menjadi kereta-kereta dan ditambahui imbuhan -an. Hanya saja, bentuk kereta-keretaan tidak berasal dari kereta-kereta yang diberi imbuhan -an, karena secara makna keduanya tidak ada kesamaan.
3. Kata Ulang Berubah bunyi
Kata ulang yang pengulangannya termasuk dalam golongan ini sebenarnya sangat sedikit. Di samping bolak-balik terdapat kata kebalikan, sebaliknya, dibalik, dan membalik. Dari perbandingan itu, dapat disimpulkan bahwa kata bolak-balik terbentuk dari bentuk dasar balik yang diulang seluruhnya dengan perubahan bunyi dari /a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/. Contoh lain dari kata ulang berubah bunyi ini, seperti:
gerak → gerak-gerik
serba → serba-serbi
robek → robak-rabik
Di samping perubahan bunyi vokal seperti contoh di atas, terdapat pula perubahan bunyi konsonan, seperti:
lauk → lauk-pauk
ramah → ramah tamah
sayur → sayur-mayur
tali → tali-mali
Ramlan memberikan contoh-contoh seperti kata-kata di atas tentang bentuk kata ulang berubah bunyi. Sedangkan kata-kata seperti, simpang-siur, sunyi-senyap, beras petas, tidak termasuk ke dalam golongan kata ulang berubah bunyi. Menurut Ramlan, kata-kata itu tidak dimasukan ke dalam golongan kata ulang berubah bunyi karena, siur bukanlah perubahan dari simpang, senyap bukan perubahan dari sunyi, dan petas bukan pula perubahan dari beras. Bentuk-bentuk seperti ini tidak termasuk dalam kata ulang berubah bunyi, tetapi bentuk-bentuk seperti itu adalah bagian dari kata majemuk yang salah satu morfemnya berupa morfem unik.
Jadi, pada kata ulang berubah bunyi ini, perubahan bunyinya tidak terlalu banyak dan bunyinya berhubungan dengan bunyi pada bentuk dasarnya.
3. PEMAJEMUKAN DAN MASALAHNYA
Pembicaraan tentang kata majemuk dan pemajemukan sampai sekarang belum pernah memuaskan semua pihak. Faktor-faktor yang terlibat di dalamnya tidak selalu dapat dijelaskan secara kebahasaan. Di antara penulis tata bahasa, ada yang mencoba menjelaskannya dari sudut arti yang dikandungnya, ada pula yang rnencoba menjelaskan dari segi struktur dengan menentukan ciri-cirinya (Ahmadslamet, 1982:65), bahkan ada pula yang menggabungkan kedua segi tinjau tersebut.
Kalau kita membaca buku-buku tata bahasa, lebih terlihat adanya pertentangan tentang pembahasa pemajemukan dan tata majemuk. Golongan pertama yang rnengatakan bahwa kata majemuk itu ada dalam bahasa Indonesia seperti Slametmulyana (1957) dalam bukunya Kaidah Bahasa Indonesia II, St. Takdir Alisyahbana (1953) dalam bukunya Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia Jilid II, Gorys Keraf (1982) dalam bukunya Tata Bahasa Indonesia untuk SLA, dan Ramlan (1983) dalam bukunya Ilmu Bahasa Indonesia, Morfologi, Suatu Tinjauan Deskritif. Golongan kedua, A.A. Fokker (1972) dalam Sintaksis Indonesia terjemahan Jonhar dan Jos Daniel Parera dalam bukunya Pengantar Linguistik Umum Bidang Morfologi Seri B (Parera, 1980:59).
Yang tidak setuju mengemukakan argumentasi bahwa konsep yang diberikan terhadap penamaan kata majemuk tidak sesuai dengan contoh-contoh fakta kebahasaan yang dikemukakan. Contoh-contoh yang diajukan tidak mendukung definisi kata majemuk yang berbunyi, “gabungan dua kata atau lebih yang merupakan satu kesatuan.dan menimbulkan pengertian baru”. Contohnya kamar mandi dan semangat juang, tidak memperlihatkan adanya kesatuan baik secara struktur maupun semantis. Secara struktur di antara kata-kata tersebut sebenarnya masih dapat disisipkan kata-kata lain. Di antara kamar mandi masih dapat disisipkan kata untuk sehingga menjadi kamar untuk mandi, pada semangat juang dapat disispkan bentuk-bentuk dalam dan bentuk ber- sehingga menjadi selamat dalam berjuang. Secara semantis, gabungan kamar mandi dan semangat juang tidak memperlihatkan adanya makna yang benar-benar baru yang benar-benar berbeda dengan makna dasar unsur-unsurnya. Pada gabungan kamar mandi masih terasa makna kamar dan pada semangat juang masih tarkandung makna semangat (Sitindoan, l984:99).
Parera (1980:60) mengemukakan alasan lain, ditilik dari segi definisi terlihat adanya kontadiksi dalam definisi tersebut. Yang dimaksud oleh beliau yakni satu kata yang terdiri dari dua kata atau lebih. Secara matematis, 1+1 = 1 atau 1+1+1 = 1. Dalam hal ini, definisi tersebut kekurangan satu konsep yang lain yaitu konsepsi kata. Satu kata ditambahi satu kata yang nilainya sama pastilah hasilnya dua kata, dan bukan satu kata seperti definisi, “kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung satu pengertian”.
Keberatan lain yang dikernukakan Parera terhadap pendapat yang ada yaitu dalam membahasa kata majemuk bahasa Indonesia, terdapat pencampuradukan aspek makna dan aspek bentuk dalam satu definisi, karena pada akhirnya aspek makna yang akan menjadi pedoman dan dominan dalam analisis bahasa kita. Itu berbahaya.
Di sini, penulis tidak akan mempertentangkan dua golongan secara mendetail. Terlepas dan setuju atau tidaknya ada kata majemuk dalam bahasa Indonesia, penulis akan mengernukakan pendapat yang menyetujui adanya pendapat kata majemuk dalam bahasa Indonesia. Hal ini penulis lakukan karena pendapat ini banyak dikutip dan dipergunakan sebagai pedoman bahan pengajaran di sekolah-sekolah. Berikut ini, penulis akan memaparkan pendapat Ramlan (1983), yang ditunjang oleh Prawirasumantri (1986), Ahmadslamet (I982), dan Badudu (1976).
1) Pengertian Pemajemukan dan Kata Majemuk
Pemajemukan yaitu proses morfologis yang berupa perangkaian (bersama-sama) dua buah bentuk dasar (bentuk asal) atau lebih yang menghasilkan satu kata (Prawirasumantri, 1986:10), Hasil proses pemajemukan disebut kata majemuk, Ramlan (1983:67) mendefinisikan kata majemuk yakni kata yang terdiri dari dua kata atau lebih sebagai unsurnya. Sedangkan Badudu (1976: 8) mendefinisikannya, gabungan dua buah morfem dasar atau lebih yang mengandung (memberikan) suatu pengertian baru. Kata majemuk tidaklah menonjolkan arti tiap kata, tetapi gabungan kata tersebut bersama-sama membentuk suatu makna.
Dan definisi yang dikemukakan ada perbedaan pengertian kata majemuk menurut Ramlan dengan Badudu, Jika Ramlan mendefinisikan kata mjemuk, “kata yang terdiri dan dua kata atau lebih”, maka kata-kata seperti beras-petas, lalu-lalang, simpang-siur yang oleh Ramlan dimasukkan ke dalam kata majemuk, hal itu tidak dapat dipertahankan lagi. Benarkah petas, lalang, dan siur termasuk kata? Jelas tidak benar. Supaya kata-kata seperti itu dapat digolongkan ke dalam kata majemuk, maka definisi kata majemuk ialah “ kata yang dihasilkan dengan cara menggabungkan dua buah bentuk dasar atau lebih yang berbeda”. Sedangkan proses pemajemukan atau komposisi dapat didefinisikan, proses penggabungan dua buah bentuk dasar atau lebih yang berbeda untuk menghasilkan sebuah kata baru.
2) Ciri-ciri Kata Majemuk
Ramlan (1983:67), Prawirasumantri (1986:11), dan Ahmadslamet (1982:66) menerangkan, sekilas kata majemuk sukar dibedakan dan bentuk lingual atau satuan gramatik yang berupa konstruksi predikatif, yakni suatu konstruksi yang terdini atas subjek dan predikat, dan konstruksi endosentris yang atributif yakni frase yang rnempunyai distribusi yang sama dengan salah satu atau semua unsurnya.
Agar perbedaannya jelas, analisislah bentuk kamar mandi dan adik mandi. Tampaknya dua bentuk tersebut sama, karena sama-sama dibangun oleh KB + KK. Akan tetapi kalau kita analisis, kedua bentuk tersebut mempunyai sifat yang berbeda. Bentuk kamar mandi bukanlah konstruksi predikadif atau frase endosentris yang atributif, tetapi merupakan sebuah kata benda. Berbeda dengan bentuk adik mandi , ia merupakan sebuah konstruksi predikatif (adik sebagai subjek dan mandi sebagai predikat). Kamar mandi termasuk kata majemuk, sedangkan mandi bukan kata majernuk.
Berdasarkan penjelasan di atas, Ramlan (1983:69) mengemukakan ciri-ciri kata majemuk sebagai berikut.
l) Gabungan dua buah bentuk dasar (bentuk asal) atau lebih yang salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata termasuk kata majemuk.
Pokok kata yaitu bentuk lingual atau satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatis tidak memiliki sifat bebas tetapi dapat dijadikan bentuk dasar sutu kata kompleks. Bentuk yang terdiri dari bentuk dasarnya yang berupa morfem bebas dengan pokok kata atau pokok kata semua, maka gabungan tersebut pastilah termasuk kata majemuk. Contohnya: kolam renang, medan tempur, temu karya, tanggung jawab.
2) Unsur-unsur kata majemuk tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah strukturnya.
Untuk memperjelas ciri tersebut, perhatikanlah dan bandingkan bentuk-bentuk yang berada dalam korpus.
I II
kamar mati
meja makan
rumah sakit
kaki tangan
kamar kecil
tangan kanan tikus mati
adik makan
burung sakit
kaki dan tangan
kamar yang kecil
tangan yang kanan
Bentuk-bentuk yang ada pada lajur I merurakan kata majemuk, sedangkan lajur II bukan kata majemuk. Bentuk kamar mati tidak dapat dipisahkan. menjadi kamar yang mati, begitu pula. dengan meja dengan meja makan, rumah sakit, kaki tangan, kamar kecil, tangan kanan. Bentuk-bentuk itu juga tidak dapat ditukar tempatnya menjadi mati kamar, makan meja, sakit rumah dan seterusnya. Bentuk-bentuk kaki tangan, kamar kecil, dan tangan kanan mungkin bisa dipisahkan oleh bentuk atau satuan yang atau dan seperti terlihat pada kolorn II, namun arti atau makna yang dikandungnya akan berubah sama sekali. Tangan kanan pada lajur I artinya ‘orang kepercayaan’ sedangkan tanan (yang) kanan pada lajur II artinya “anggota badan dari siku ke ujung jari yang ada di sebelah kanan’. Bentuk-bentuk yang ada pada lajur I itulah yang disebut dengan kata majemuk.
Akhirnya, perlu disinggung lagi di sini bentuk yang terdiri atas bantuk dasar dan morfem unik yakni morfem yang tidak pernah hadir dalam pemakaian bahasa kecuali dalam keadaan berkombinasi dengan bentuk tertentu. Gabungan seperti itu disebut kata majemuk yang salah satu bentuk dasarnya berupa morfem unik. Contoh kata majemuk. yang mengandung morfem unik ialah tumpah ruah, simpang siur, sunyi senyap, terang benderang, gelap gulita, lalu lalang, kering kerontang, tua bangka, tua renta, muda belia. Tentukan mana yang termasuk morfem uniknya?
Lebih terinci Keraf (1982:125) menyatakn cirri-ciri kata majemuk sebagai berikut:
1) Gabungan itu membentuk suatu arti.
2) Gabungan itu dalam hubungannnya ke luar membentuk satu pusat, yang menarik
keterangan-keterangan atas kesatuan itu, bukan atas bagian-bagiannya.
3) Biasa terdiri atas kata-kata dasar.
4) Frekuensi pemakaiannya tinggi.
5) Terutama kata-kata majemuk yang bersifat endosentris, terbentuk menueur hukum
DM (Diterargkan mendahului menerangkan).
3) Macam-macam Kata Majemuk
Kata majemuk dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kata majemuk endosentris dan eksosentris. Kata majemuk endosentris yaitu kata majemuk yang konstruksi distribusinya sama dengan kedua (ketiga) atau salah satu unsurnya. Kata majemuk eksosentris, sebaliknya, yaitu kata majemuk yang konstruksinya itu berlainan distribusinya dan salah satu unsurnya (Samsuri, 1982:200). Untuk menjelaskan hal itu, beliau mengemukakan contoh bentukan rumah sakit dan jual beli, yang kedua-duanya merupakan kata majemuk. Yang pertama kata majemuk endosentris, sedangkan yang kedua eksosentris. Perhatikanlah:
l) a.Rumah sakit itu baru dibangun.
b.Rumah itu baru dibangun.
Melihat contoh di atas, jelaslah bahwa rumah berdistribusi sama dengan rumah sakit, sehingga selain kalimat l.a. kalimat 1.b. pun ada dalam bahasa Indonesia. Dengan perkatan lain satuan rumah dapat menggantikan satuan rumah sakit.
2) a. Kedua orang itu mengadakan jual beli.
b. Kedua orang itu mengadakan jual. *)
c. Kedua orang itu mengadakan beli. *)
Tanda *) berarti kalimat 2.b. dan 2,c. tidak ada dalam bahasa Indonesia. Jelaslah distribusi jual beli berlainan distrubusinya dengan jual ataupun beli. Itulah yang disebut kata majemuk eksosentris.
Kata majemuk endosentris dapat dibedakan menjadi: kata majemuk koordinatif yaitu kata majemuk yang unsur-unsurnya mempunyai hubungan yang setara atau sederajat, misalnya: budi bahasa (Suwarso, 1979:38); kata majemuk atributif atau subordinatif yaitu kata majemuk yang salah satu unsurnya menjadi penjelas atau atribut unsur lainnya, misalnya: rumah sakit, orang tua (Suwarso, 1979:38) ; dan kata majemuk yang salah satu unsurnya berupa morfem unik, misalnya: lalu lalang (Ramlan, l983:50).
4. ABREVIASI DAN MASALAHNYA
Abreviasi (dari bahasa Latin brevis, yang berarti "pendek") merupakan proses morfologis berupa penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata. Abreviasi menyangkut penyingkatan, pemenggalan, akronimi, kontraksi, dan lambang huruf.
Abreviasi merupakan proses penanggalan satu atau beberapa bagian kata atau kombinasi kata sehingga jadilah bentuk baru. Kata lain abreviasi ialah pemendekan. Hasil proses abreviasi disebut kependekan. Bentuk kependekan dalam bahasa Indonesia muncul karena terdesak oleh kebutuhan untuk berbahasa secara praktis dan cepat. Kebutuhan ini paling terasa di bidang teknis, seperti cabangcabang ilmu, kepanduan, dan angkatan bersenjata.
Jenis abreviasi sebagai berikut.
a. Singkatan yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf, seperti:
• FSUI (Fakultas Sastra Universitas Indonesia),
• DKI (Daerah Khusus Ibukota, dan
• KKN( Kuliah Kerja Nyata),
maupun yang tidak dieja huruf demi huruf, seperti: dll. (dan lain-lain), dgn. (dengan), dst. (dan seterusnya).
b. Penggalan yaitu proses pemendekan yang menghilangkan salah satu bagian dari kata seperti:
• Prof. (Profesor)
• Bu (Ibu)
• Pak (Bapak)
c. Akronim, yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia, seperti:
• FKIP /fkip/ dan bukan /ef/, /ka/, /i/, /pe/
• ABRI /abri/ dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/
• AMPI /ampi/ dan bukan /a/, /em/ /pe, /i/
d. Kontraksi, yaitu proses pemendekan yang meringkaskan kata dasar atau gabungan kata, seperti:
•tak dari tidak
•sendratari dari seni drama dan tari
•berdikari dari berdiri di atas kaki sendiri
•rudal dari peluru kendali
e. Lambang huruf, yaitu proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau lebih yang menggambarkan konsep dasar kuantitas, satuan atau unsur, seperti:
g (gram)
cm (sentimeter)
Au (Aurum)
2. Perubahan Bentuk Kata
Proses pembentukan kata melalui perubahan bentuk kata dapat disebut proses pembentukan kata secara nonmorfologis. Macam macam perubahan bentuk kata sebagai berikut:
1. Asimilasi, adalah gejala dimana dua buah fonem yang tidak sama dijadikan sama.
Contoh: in moral > immoral
ad similatio > asimilasi
2. Disimilasi, adalah proses perubahan bentuk kata di mana dua buah fonem yang sama dijadikan tidak sama.
Contoh: vanantara > belantara
lauk-lauk > lauk-pauk
sayur-sayur > sayur-mayur
3. Diftongisasi, adalah proses di mana suatu monoftong berubah menjadi diftong.
Contoh: anggota > anggauta
teladan > tauladan
4. Monoftongisasi, proses di mana suatu diftong berubah menjadi monoftong.
Contoh: pulau > pulo
danau > dano
5. Haplologi, adalah proses di mana sebuah kata kehilangan suatu silaba (suku kata) di tengahnya.
Contoh: samanantara (Sansekerta) > sementara
budhidaya > budaya
6. Anaktipsis, adalah proses penambahan suatu bunyi dalam suatu kata guna melancarkan ucapannya.
Contoh: putri > puteri
sloka > seloka
7. Metatesis, adalah proses perubahan bentuk kata di mana dua fonem dalam sebuah kata bertukar tempat.
Contoh: padma > padam (padma = lotus merah)
almari > lemari
beting > tebing
8. Aferesis, adalah proses di mana suatu kata kehilangan satu atau lebih fonem pada awal katanya.
Contoh: adhyaksa > jaksa
pepermunt > permen
9. Sinkop, adalah proses di mana suatu kata kehilangan satu fonem atau lebih di tengah-tengah kata.
Contoh: utpatti > upeti
niyata > nyata
10. Apokop, adalah proses di mana suatu kata kehilangan suatu fonem pada akhir kata.
Contoh: pelangit > pelangi
possesiva > posesif
11. Protesis, adalah proses di mana suatu kata mendapat tambahan satu fonem pada awal kata.
Contoh: lang > elang
smara > asmara
12. Epentesis, adalah proses di mana suatu kata mendapat tambahan suatu fonem atau lebih di tengah-tengah kata.
Contoh: kapak > kampak
upama > umpama
13. Paragog, adalah proses penambahan suatu fonem pada akhir suatu kata.
Contoh: hulubala > hulubalang
ina > inang
B. PEMBENTUKAN KATA
1. Imbuhan dari bahasa asing
Yang perlu kita pelajari ialah adanya imbuhan yang berasal dari bahasa asing yang kadang juga dikenakan pada kata dasar bahasa Indonesia. Kata-kata asing yang diserap dalam bahasa Indonesia itu pada dasarnya kita pandang sebagai kata dasar. Namun demikian bentuk-bentuk kata asing itu bermacam-macam, sehingga memungkinkan kita untuk menganalisis bentuk-bentuk tersebut dan menemukan awalan atau akhirannya. Kita mengenal kata-kata objek, objektif, objektivitas, objektivisme, objektivisasi. Dari bentuk tersebut kita menemukan kata dasar objek, akhiran –if, itas, -isme, -isasi. Di samping kata moral atau sosial kita kenal adanya amoral, atau asosial. Di samping kata evaluasi kita mengenal devaluasi, di samping regulasi kita mengenal deregulasi, di samping harmoni kita mengenal disharmoni, di samping integrasi kita mengenal disintegrasi. Demikianlah kita mengenal adanya awalan a-, de-, dis-.
1. Awalan
Awalan-awalan pada kata-kata serapan yang disadari adanya, juga oleh penutur yang bukan dwibahasawan, adalah sebagai berikut:
a. a- seperti pada amoral, asosial, anonym, asimetris. Awalan ini mengandung arti ‘tidak’ atau ‘tidak ber’;
b. anti- seperti pada antikomunis, antipemerintah, antiklimaks, antimagnet, antikarat yang artinya ‘melawan’ atau ‘bertentangan dengan’;
c. bi- misalnya pada bilateral, biseksual, bilingual, bikonveks. Awalan ini artinya ‘dua’;
d. de- seperti pada dehidrasi, devaluasi, dehumanisasi, deregulasi. Awalan ini artinya ‘meniadakan’ atau ‘menghilangkan’;
e. eks- seperti pada eks-prajurit, eks-presiden, eks-karyawan, eks-partai terlarang. Awalan ini artinya ‘bekas’ yang sekarang dinyatakan dengan kata ‘mantan’.
f. ekstra- seperti pada ekstra-universiter, ekstra-terestrial, ekstra linguistic, kadang juga dipakai pada kata-kata bahasa Indonesia sendiri. Contoh: ekstra-ketat, ekstra-hati-hati. Awalan ini artinya ‘tambah’, ‘diluar’, atau ‘sangat’;
g. hiper- misalnya pada hipertensi, hiperseksual, hipersensitif. Awalan ini artinya ‘lebih’ atau ‘sangat’;
h. in- misalnya pada kata inkonvensional, inaktif, intransitive. Awalan ini artinya ‘tidak’;
i. infra- misalnya pada infrastruktur, inframerah, infrasonic. Awalan ini artinya ‘di tengah’;
j. intra- misalnya pada intrauniversiter, intramolekuler. Awalan ini artinya ‘di dalam’;
k. inter- misalnya interdental, internasional, interisuler, yang biasa di Indonesiakan dengan antar-;
l. ko- misalnya pada kokulikuler, koinsidental, kopilot, kopromotor. Awalan ini artinya ‘bersama-sama’ atau ‘beserta’;
m. kontra- misalnya pada kontrarevolusi, kontradiksi, kontrasepsi. Awalan ini artinya ‘berlawanan’ atau ‘menentang’;
n. makro- misalnya pada makrokosmos, makroekonomi, makrolinguistik. Awalan ini artinya ‘besar’ atau ‘dalam arti luas’;
o. mikro- seperti pada mikroorganisme, mikrokosmos, microfilm. Awalan ini artinya ‘kecil’ atau ‘renik’;
p. multi- seperti pada multipartai, multijutawan, multikompleks, multilateral, multilingual. Awalan ini artinya ‘banyak’;
q. neo- seperti pada neokolonialisme, neofeodalisme, neorealisme. Awalan ini artinya ‘baru’;
r. non- seperti pada nongelar, nonminyak, nonmigas, nonberas, nonOpec. Awalan ini artinya ‘bukan’ atau ‘tidak ber-‘.
2. Akhiran
Pada kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia kita jumpai akhiran-akhiran seperti berikut:
a. –al misalnya pada actual, structural, emosional, intelektual. Kata-kata yang berakhiran –al ini tergolong kata sifat;
b. –asi/isasi misalnya pada afiksasi, konfirmasi, nasionalisasi, kaderisasi, komputerisasi. Akhiran tersebut menyatakan ‘proses menjadikan’ atau ‘penambahan’;
c. –asme misalnya pada pleonasme, aktualisme, sarkasme, antusiasme. Akhiran ini menyatakan kata benda;
d. –er seperti pada primer, sekunder, arbitrer, elementer. Akhiran ini menyatakan sifat;
e. –et seperti pada operet, mayoret, sigaret, novelete. Akhiran ini menyatakan pengertian ‘kecil’. Jadi operet itu ‘opera kecil’, novelet itu ‘novel kecil’;
f. –i/wi/iah misalnya pada hakiki, maknawi, asasi, asali, duniawi, gerejani, insani, harfiah, unsuriyah, wujudiyah. Akhiran-akhiran ini menyatakan sifat;
g. –if misalnya pada aktif, transitif, obyektif, agentif, naratif. Akhiran ini menyatakan sifat;
h. –ik 1 seperti pada linguistic, statistic, semantic, dedaktik. Akhiran ini menyatakan ‘benda’ dalam arti ‘bidang ilmu’;
-ik 2 seperti pada spesifik, unik, karakteristik, fanatic, otentik. Akhiran ini menyatakan sifat;
a. -il seperti pada idiil, materiil, moril. Akhiran ini menyatakan sifat. Pada kata-kata lain kata-kata ini diganti dengan –al;
b. –is 1 pada kata praktis, ekonomis, yuridis, praktis, legendaries, apatis. Akhiran ini menyatakan sifat;
-is 2 pada kata ateis, novelis, sukarnois, Marxis, prosaic, esei. Akhiran ini menyatakan orang yang mempunyai faham seperti disebut dalam kata dasar, atau orang yang ahli menulis dalam bentuk seperti yang disebut di dalam kata dasar;
a. -isme seperti pada nasionalisme, patriotisme, Hinduisme, bapakisme. Isme artinya ‘faham’;
b. –logi seperti pada filologi, sosiologi, etimologi, kelirumologi, -logi artinya ‘ilmu’;
c. –ir seperti pada mariner, avonturir, banker. Akhiran ini menyatakan orang yang bekerja pada bidang atau orang yang mempunyai kegemaran ber-;
d. –or seperti pada editor, operator, deklamator, noderator. Akhiran ini artinya orang yang bertindak sebagai orang yang mempunyai kepandaian seperti yang tersebut pada kata dasar;
e. –ur seperti pada donator, redaktur, kondektur, debitur, direktur. Akhiran ini seperti yang di atas menyatakan agentif atau pelaku;
f. –itas seperti pada aktualitas, objektivitas, universitas, produktivitas. Akhiran ini menyatakan benda.
2. Upaya Pengindonesiaan
Awalan dan akhiran di atas berdasarkan maknanya dapat dibeda-bedakan menjadi beberapa kelompok. Ada imbuhan yang membentuk kata benda, ada imbuhan yang membentuk kata sifat. Beberapa awalan dapat digolongkan sebagai menyatakan pengertian negative, yaitu awalan a-, in-, non-, dis- dan beberapa awalan lain yang tak tercantum dalam daftar di atas seperti ab-, im-, il- dan akhiran –less, yang artinya ‘tidak, bukan, tanpa, atau tidak ber’.
Kata sifat bentuk dengan penambahan akhiran –al, er-, if-, dan –ik. Di samping itu dapat juga digunakan akhiran dari bahasa Arab –i/-wi/-iah yang tidak lagi terasa akhiran asing dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia sendiri tidak banyak afiks pembentuk kata sifat, seperti yang disebut oleh Fokker (1960:139) bahwa bahasa Indonesia miskin susunan ajektivis.
Dalam bahasa Indonesia kedudukan kata dalam satuan sintaksis yang lebih besar menentukan sifat hubungannya dengan kata lain. Kata benda kayu dapat mensifatkan kata lain seperti halnya kata sifat bagus. Seperti hanya bagus pada meja bagus, kayu, juga mensifatkan meja pada meja kayu. Dalam bahasa Indonesia kata kayu tidak mengalami perubahan bentuk, dan semata-mata posisinya dalam satuan sintaksis yang menempatkannya sebagai atribut.
Menurut kaidah bahasa Indonesia barangkali kata morfologi atau akademi tidak perlu berubah apabila berpindah posisinya, misalnya pada morfologi bahasa Indonesia dan proses morfologi, serta akademi bahasa Indonesia dan pembantu dekan bidang akademi. Urusan akademi dan urusan akademis maknanya berbeda; yang pertama menyatakan hubungan kemilikan yang kedua hubungan kesifatan. Tetapi hubungan makna itu barangkali baru timbul setelah bahasa Indonesia menyerap kata-kata asing yang berbeda bentuknya itu.
Untuk menegaskan perbedaan hubungan makna itu, untuk kata-kata dalam bahasa Indonesia sendiri digunakan konfiks ke-an, contohnya: sifat ibu dan sifat keibuan, uang negara dan kunjungan kenegaraan.
Yang sering menimbulkan keraguan ialah penggunaan akhiran –is dan –ik. Mana yang betul: akademis atau akademik, endosentris atau endosentrik? Akhiran –is diserap dari bahasa Belanda –isch, sedang –ik dari bahasa Inggris –ic atau –ical. Sementara itu akhiran –ik diserap jujga dari akhiran –ics dari bahasa Inggris yang menandai kata benda, seperti: statistic, linguistic, semantic, fonetik. Seperti yang digariskan di dalam Pedoman Pembentukan Istilah, mengingat akhiran –ik banyak digunakan untuk menandai kata benda (statistic, linguistic, semantic, logistic, dan sebagainya) untuk kata sifat hendaknya digunakan –is, kecuali pada kata-kata: simpatik, unik, alergik, spesifik, karakteristik, analgesik.
Akhiran yang berasal dari bahasa Arab, yang terasa lebih bersifat Indonesia, dapat digunakan untuk menerjemahkan kata-kata asing, misalnya penalaran mantiki (logika reasoning), antropologi ragawi (physical anthropology), makhluk surgawi (devine being), terjemahan harfiah (letteral translation) dan sebagainya.
Di samping itu, untuk menyatakan pengertian seperti yang dinyatakan oleh bentukan-bentukan dalam bahasa asing, dalaml bahasa Indonesia sendiri digali imbuhan atau kata-kata yang diharapkan dapat menjadi padanan bentukan-bentukan dalam bahasa asing (Johannes, 1982 dan 1983, dan dalam Moeliono dan Dardjowidjojo (Eds.), 1988:431). Daftar afiks, morfem, atau kata tersebut adalah sebagai berikut.
1. adi- seperti pada: adidaya (super power), adikodrati (super natural), adikarya (masterpiece), adibusana (high fashion), adimarga (boulevard);
2. alih seperti pada: alih aksara (transliteration), alih tulis (transcript), alih
teknologi (transfer of technology), alih bahasa (translate);
3. antar- seperti pada: antarbangsa (internasional), antarnusa (interinsuler),
antarbenua (intercontinental), antardepartemen (interdepartmental);
4. awa- pada: awahama (disinfect), awabau (deodorize), awahubung (disconnect), awawarna (discolor), pengawasan (disimilasi);
5. bak- pada bakruang (space-like), bakelektron (electron-like), bakintan
(adamantine), bakagar (galantineous);
6. dur- pada: durjana (evildoer), dursila (immoral), durkarsa (malevolence,
malice), durhaka (sinful);
7. lepas pada: lepas landas (takeoff), lepas pantai (offshore);
8. lir- pada: lirkaca (glassy) liragar (galantineous) liritan (adamantine) sang lir sari ‘yang seperti bunga’;
9. maha- pada: maharaja (kaisar, raja besar), mahaguru (guru besar), mahasiswa, Maha Esa, Mahaadil, Mahakuasa, Maha Pemurah;
10. mala- pada: malagizi (malnutrition), malabentuk (malformation), malakelola
(mismanage), malapraktik (malpractice);
11. nara pada: narasumber (resource person), narapidana (convicted), narapraja
(pegawai pemerintah), nararya (nonbleman);
12. nir- pada: nirnoda (stainless), nirnyawa (inanimate), niraksara (illiterate),
nirgelar (non-degree), niranta (infinite);
13. pasca- pada: pascapanen (postharvest), pascasarjana (postgraduate), pascadoktor (postdoctoral), pascaperang (postwar);
14. peri- pada: perijam (clookwise), periujung (endwise), perkipas (fanwise),
peridolar (dollarwise);
15. pra- pada: prasejarah (prehistory), prakira (forecast), pratinjau (preview),
prakata (foreword, preface);
16. pramu- pada: pramugari (stewardes), pramuwisata (tourist guide), pramuria (hostess), pramusiwi (babysitter);
17. purna- pada: purnawaktu (fulltime), purnakarya (pekerjaan yang telah dilakukan dengan baik), purnakaryawan (pensiunan pegawai negeri), purnawirawan (pensiunan ABRI);
18. rupa pada: rupa bola (speroid), rupa tangga (scalariform), rupa baji (cuneiform)
19. salah pada: salah cetak (misprint), salah hitung (miscalculate), salah ucap
(misspel), salah paham (misunderstanding);
20. serba- pada: serbasama (homogeneous), serbabisa (all-round), serbaguna
(multipurpose), serbaneka (multivarious), serbacuaca (all-weather);
21. su- pada: sujana (orang baik lawannya durjana), susastra (sastra yang baik, indah), suganda (bau yang harum), sukarsa (good-will), sudarma (darma yang baik);
22. swa- pada: swakarsa (kemauan sendiri), swasembada (dapat memenuhi kebutu han sendiri), swadaya (kekuatan sendiri), swakelola (dikelola sendiri), swapraja (daerah otonom);
23. tan- pada tanlogam (non-metal), tansuku (non-syllabic), tanvokoid
(non-vokoid), tanorganik (anorganic, inorganic);
24. tak- pada: taksosial (asocial), taknormal (abnormal), taksah (illegal), takhidup (nonliving), takmurni (impure);
25. tata pada: tata bahasa, tata hokum, tata kalimat, tata nama;
26. tuna- pada: tunakarya, tunawisma, tunasusila, tunanetra;
27. sisipan –in- pada: tinambah (addent), kinurang (subtrahend), binagi (dividend), minantu (son-in-low), linambang (sign);
28. sisipan –em- pada: gemaung (echoic), gemetar (tremulous), timambah (additive), temerang (shiny).
29. awalan bilangan eka pada: ekaprasetyaj, ekasila; dwi- pada: dwiwarna, dwipihak; tri- pada: tridarma, triratna, tritunggal; catur- pada: caturwarga; panca- pada: pancamarga, pancasila; sad- pada: sadpada; sapta- pada: saptaprasetya, saptamarga; hasta- pada: hastabrata; nawa- pada: nawaaksara; dasa- pada: dasasila;
30. akhiran –wan/-man/-wati
Akhiran –wan ditambahkan pada kata-kata benda yang berakhir dengan vokal a seperti pada gunawan, bangsawan, hartawan, negarawan, sastrawan dan sebagainya. Untuk kata-kata yang terakhir dengan vocal I atau u dulu digunakan akhiran –man seperti pada seniman, budiman, dan Hanuman. Sekarang varian –man sudah tidak produktif lagi, akhiran –wan digunakan juga untuk kata benda yang tidak berakhir dengan vokal a, contohnya rokhaniwan, bahariwan, ilmuwan. Kadang ada kecenderungan untuk menambahkan vokal a pada kata yang berakhir dengan vokal i, misalnya industriawan.
Dengan alat-alat ketatabahasaan di atas diharapkan bahwa bahasa Indonesia menjadi lebih luwes dalam menyatakan kembali berbagai konsep dalam berbagai bidang ilmu yang berasal dari Barat. Kemampuan untuk menyerap berbagai gagasan dari Barat dan mengungkapkannya kembali dalam bahasa Indonesia, diharapkan semakin meningkat. Kata-kata asing tidak kita pungut begitu saja, melainkan diusahakan agar dapat dinyatakan dengan kata-kata yang lebih bersifat Indonesia.
Kembali kepada sarana morfologi untuk menyatakan pengertian ‘negatif’ seperti yang dikemukakan pada awal subbab ini. Dari penggalian potensi yang ada pada bahasa Indonesia sendiri disarankan penggunaan awalan nir-, tan-, tak dan tuna. Dari pengamatan sekilas kelihatan bahwa penggunaan non- masih tetap lebih tinggi kekerapannya daripada awalan dalam bahasa Indonesia sendiri yang diusulkan. Awalan non- kita jumpai pada: non-gelar, non-Opec, non-beras, non-minyak, non-Jawa, non-pribumi, non-Barat, non-Islam dan sebagainya.Awalan nir- dan tan- jarang dijumpai. Sementara awalan tuna- memang agak produktif, seperti pada: tunadaksa, tunagrahita, tunaaksara.
Akhiran-akhiran –is seperti pada linguis, novelis; -ir seperti banker, mariner; -or seperti pada koruptor, senator; -ur seperti pada direktur, redaktur; menyatakan pelaku atau orang yang mempunyai pekerjaan atau keahlian dalam bidang tertentu. Begitu juga akhiran –us pada kritikus, teknikus, musikus, teoritikus, politikus, akademikus, yang jamaknya ditandai dengan akhiran –si; kritisi, teknisi, teoritisi, musisi, politisi, akademisi.
Dalam bahasa Indonesia ada awalan pe- dan pem- di samping akhiran –wan/-wati seperti yang disebutkan di atas. Beberapa kata asing memang dapat lebih diindonesiakan dengan akhiran –wan, misalnya: politikus/politisi menjadi negarawan, linguis menjadi ilmu bahasawan, grammarian menjadi tata bahasawan, librarian menjadi pustakawan.
Pembedaan tunggal-jamak seperti pada politikus dan politisi, kriterium dan criteria, datum dan data, unsur dan anasir tidak begitu diperhatikan dalam bahasa Indonesia. Memang sesudah terserap dalam bahasa Indonesia kata-kata itu tentu saja tidak perlu tunduk pada kaidah bahasa aslinya. Kalau politisi, criteria, data dan unsur yang lebih banyak dipakai boleh saja untuk menyatakan jamak kata itu diulang menjadi politisi-politisi, kriteria-kriteria, data-data atau unsur-unsur. Begitu juga kalau dalam suatu upacara penguburan seorang yang memberikan sambutan mengajak para hadirin berdoa agar arwah almarhumah diberi tempat yang layak di sisi Tuhan.
Awalan peng- tidak dapat bersaing dengan awalan-awalan tersebut di atas, juga dengan akhiran –wan/-wati. Kata benda berawalan peng- diturunkan dari kata kerja; menjahit – penjahit, mengarang – pengarang, melempar – pelempar. Bentuk pirsawan yang diturunkan dari pirsa ‘melihat’ dipandang tidak tepat dan diganti dengan pemirsa. Awalan peng- diturunkan dari kata kerja berawalan meng-, sedang variannya yang tidak mengandung sengauan diturunkan dari kata kerja berawalan ber. Adanya bentuk-bentuk pecatur, pegolf, pebowling, pejudo, pesilat, petenis, barangkali diturunkan dari bermain catur, golf, tenes, dan sebagainya.
Akhiran –asi atau –isasi sangat produktif, sampai-sampai kata-kata dalam bahasa Indonesia sendiri ada yang mendapat akhiran tersebut. Contohnya: turinisasi, lamtoronisasi, komporisasi, pompanisasi, randuisasi. Kata-kata bentukan dengan akhiran semacam ini sebenarnya dapat dinyatakan dengan konfiks peng – an misalnya penasionalan untuk nasionalisasi, pembaratan untuk westernisasi, pengintensifan untuk intensifikasi, pengonkretan untuk konkretisasi, pembabakan untuk periodisasi. Namun bentukan dengan –sasi atau –isasi tetap produktif dan banyak digunakan dalam bidang ilmu.
Hal yang sama berlaku untuk beberapa bentukan dengan akhiran –itas dengan konfiks ke–an seperti: objektivitas dengan keobjektifan, aktualitas dengan keaktualan, sportivitas dengan kesportifan, agresivitas dengan keagresifan, elastisitas dengan keelastisan, kompleksitas dengan kekompleksan.
Kata mantan, meskipun cakupan maknanya tidak seluas –eks, dalam beberapa pemakaian dapat menggantikan kata tersebut. Semacam awalan bak- dan lir- mempunyai arti yang sama dan rupanya sengaja ditawarkan mana yang dipilih diantara dua bentuk itu. Awalan dur- dan lawannya su- juga belum diterima dan dipergunakan oleh para penutur. Mengenai pasca- dan purna- kedua awalan itu kadang dikacaukan. Ada pelayanan pascajual dan pelayanan purnajual. Yang betul ialah pascajual. Pasca- adalah lawannya pra-, purna- tidak hanya menyatakan pengertian ‘selesai’ atau ‘sesudah’, melainkan juga ‘penuh; baik, atau berhasil’. Purnakaryawan ialah karyawan yang sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik sampai pensiun.
3. Pembentukan Lebih Lanjut
Yang dimaksud pembentukan lebih lanjut ialah pembentukan kata turunan melalui proses morfologi bahasa Indonesia dengan kata-kata serapan sebagai bentuk dasarnya. Kata-kata serapan, sebagai warga kosakata bahasa Indonesia, juga dapat mengalami proses pembentukan sebagaimana warga kosakata yang lain. Proses pembentukan itu ada tiga macam, yaitu pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan. Dalam kaitannya dengan unsur serapan, pembicaraan hanya menyangkut pengimbuhan, karena dalam pengulangan dan pemajemukan tidak ada yang perlu dibicarakan.
Pembicaraan mengenai pembentukan lebih lanjut sebenarnya sudah dimulai ketika dibicarakan konfiks peng–an dan ke-an dengan unsure serapan sebagai kata dasarnya. Begitu juga waktu dibicarakan pengulangan kata ‘data’ ‘ politisi’, dan ‘arwah’. Dalam kaitannya dengan penambahan awalan meng-, peng- dan peng–an perlu diamati apakah kata dasar yang berupa kata serapan itu diperlakukan sama atau berbeda dengan kata-kata yang lebih asli. Juga mengingat bahwa unsur-unsur serapan itu ada yang diawali dengan gugus konsonan.
Kata-kata yang diawali oleh konsonan hambatan tak bersuara /p/,/t/,/k/, dan geseran apiko-alveolar /s/ jika mendapat awalan meng- atau peng- fonem tersebut hilang atau luluh, contohnya: pukul menjadi memukul dan pemukul, tolong menjadi menolong dan penolong, karang menjadi mengarang dan pengarang, susun menjadi menyusun dan penyusun. Perlu dipertanyakan apakah hal yang sama juga dialami oleh kata-kata serapan, dan bagaimana jika fonem-fonem awal tersebut membentuk satu gugus dengan fonem-fonem yang lain.
Kata-kata serapan yang diawali dengan konsonan hambatan bilabial tak bersuara /p/ contohnya: paket, parker, potret, piket. Jika mendapat awalan meng- dan peng- atau peng – an, kata-kata tersebut menjadi memaketkan, memarkir, memotret, dan memiketi; pemaketan, pemarkiran, pemotretan, pemiketan. Jadi kata-kata serapan tersebut diperlakukan sama dengan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang lain.
Kata-kata serapan yang diawali dengan konsonan hambatan apiko – dental tak bersuara /t/ contohnya: target, teror, terjemah, telpon. Apabila dibentuk dengan awalan meng- menjadi menargetkan atau mentargetkan; meneror atau menteror, menerjemahkan, dan menelpon. Jika dibentuk dengan peng – an menjadi; penargetan atau pentargetan, peneroran atau penteroran, penerjemahan, dan penelponan. Bentukan menargetkan dan penargetan, meneror dan peneroran agaknya masih belum berterima. Soal keberterimaan itu rupanya ditentukan oleh tingkat keasingan (atau keindonesiaan) kata serapan tersebut. Kata ‘tekel’ (dari tackle) tidak berterima jika dibentuk menjadi menekel dan penekelan, yang berterima ialah men-tekel dan pen-tekel-an.
Agar dapat dibentuk sesuai dengan kaidah morfofonemik yang berlaku, kata asing yang kemudian menjadi kata dasar itu harus sudah dikenal dengan baik. Kata yang belum begitu dikenal apabila mengalami proses morfofonemis menyebabkan orang sulit mengenal kata dasar dari suatu bentukan. Oleh karena itu, untuk kata-kata yang belum dikenal, bukan saja konsonan awalnya tidak mengalami peluluhan, melainkan juga diberi tanda hubung untuk mempertegas batas antara kata dasar dengan unsur-unsur pembentukannya, seperti contoh di atas yaitu men-tekel dan pen-tekel-an.
Konsonan geseran labio-dental tak bersuara /f/ dulu disesuaikan dengan system fonologi bahasa Indonesia menjadi /p/. Yang sudah disesuaikan menjadi /p/ mengalami penghilangan atau luluh, sedang apabila tetap /f/ mendapat sengauan yang homorgan, yaitu /m/. Contohnya: pikir menjadi memikirkan dan pemikiran; fitnah menjadi memfitnah dan pemfitnahan.
Konsonan hambatan dorso-velar tak bersuara /k/ yang mengalami kata-kata katrol, kontak, konsep, dan keker luluh apabila mendapat awalan meng- atau konfiks peng-an seperti terlihat pada: mengatrol dan pengatrolan, mengontak dan pengontakan, mengonsep dan pengonsepan, mengeker dan pengekeran.
Kata-kata serapan yang diawali dengan fonem geseran apiko-dental tak bersuara /s/ ada yang mengalami peluluhan ada yang tidak. Kata-kata tersebut contohnya: sample, setor, sekrup, setop. Jika mendapat awalan meng- dan peng-an kata-kata tersebut menjadi menyampel dan penyampelan, menyetor dan penyetoran, menyekrup dan penyekrupan, menyetop dan penyetopan.
Seperti halnya pada unsur serapan yang lain, kata-kata yang masih terasa asing mendapat perlakuan yang berbeda, contohnya pada kata “sinkrun” dan “sistematis”, jika mendapat awalan meng- dan peng-an menjadi mensinkrunkan dan pensinkrunan, mensistematiskan dan pensistematisan.
Kata dasar serapan yang diawali oleh gugus konsonan /pr/ seperti pada protes, program, produksi, dan praktik, jika mendapat awalan meng- /p/ tidak luluh menjadi: memprotes, memprogram, memproduksi, dan mempraktikkan. Tetapi apabila mendapat konfiks peng-an /p/-nya luluh menjadi: pemrotesan, pemrograman, pemroduksian, dan pemraktikan. Ini bukan perlakuan yang istimewa untuk unsur-unsur serapkan sebab hal yang demikian itu kita lihat juga pada bentukan memperkirakan, memprihatinkan.
Bagaimana dengan kata serapan yang diawali gugus konsonan /tr/, /kr/, dan /st/? kata-kata serapan yang diawali dengan gugus /kr/ contohnya: kritik, kristal, kredit, kreatif konsonan /k/-nya tidak hilang bila mendapat awalan meng- menjadi: mengkritik, mengkristal, mengkristal dan mengkreatifkan. Tetapi /k/ itu lebur apabila mendapat awalan peng- atau peng-an menjadi: pengritikan dan pengritik, pengristalan dan pengreditan dan pengredit.
Kata-kata serapan yang diawali dengan gugus konsonan /tr/, /st/, /sk/, /sp/, /pl/, /kl/, konsonan yang awalnya tidak pernah mengalami peleburan, baik dalam pembentukan dengan awalan meng-, peng-, maupun konfiks peng-an, contohnya: mentraktir, pentraktir, menstabilkan, penstabil, penstabilan; menskalakan, penskala, penskalaan; mensponsori, pensponsor, pensponsoran; memplester, pemplester, pemplesteran; mengkliping, pengkliping, pengklipingan.
Kata-kata serapan yang diawali oleh gugus konsonan yang terjadi atas tiga fonem dan fonem yang pertama berupa hambatan atau geseran tak bersuara, kalau ada, sudah tentu konsonan pertamanya tidak pernah lebur apabila mendapat awalan meng- atau peng-
Kata-kata serapan itu tentu saja juga dapat mengalami proses pengulangan seperti pada: traktor-traktor, computer-komputer dan sebagainya. Kata-kata serapan tidak dapat mengalami perulangan sebagian yang berupa dwipurwa atau dwiwasana. Pada pengulangan dengan awalan konsonan awal pada suku ulangannya juga tidak luluh, contohnya: mempraktis-praktisan, mengkritik-kritik, menstabil-stabilkan.
4. Perhubungan antarmakna
Kata-kata biasanya mengandung komponen makna yang kompleks. Hal ini mengakibatkan adanya berbagai perhubungan yang memperlihatkan kesamaan, pertentangan, tumpang tindih, dan sebagainya. Dalam hal ini para ahli semantik telah mengklasifikasikan perhubungan makna itu ke dalam berbagai kategori, seperti sinonimi, polisemi, hiponimi, antonimi dan sebagainya. Berikut akan dijelaskan beberapa kategori yang penting dalam pembahasan semantik.
a. Sinonimi
Dua buah kata yang mempunyai kemiripan makna diantaranya disebut dua kata yang sinonim. Kata perempuan yang mempunyai komponen makna manusia dewasa berkelamin perempuan adalah sinonim dengan kata wanita. Keduanya mempunyai komponen makna yang sama. Sekalipun kata perempuan dan wanita sulit dibedakan artinya namun di dalamnya ternyata ada unsur emotif yang membedakannya. Kata perempuan merupakan kata yang metral, dan wanita terasa ada implikasi penghargaan pengucapannya.
b. Hiponimi
Dekat dengan perhubungan yang disebut sinonimi adalah perhubungan yang disebut hiponimi. Hiponimi menyatakan hubungan makna yang mengandung pengertian hubungan hierarkis. Bila sebuah kata memiliki semua komponen makna kata lainnya, tetapi tidak sebaliknya, maka perhubungan itu disebut hiponimi. Kata warna meliputi semua warna lain. Jadi merah, hitam, hijau adalah hiponim dari kata warna. Hiponimi kemudian menjadi dasar pendekatan yang disebut dengan semantic field atau semantic domain, yaitu pendekatan semantik yang mecoba melakukan klasifikasi makna berdasarkan persamaan arti atau bidang makna yang sama dikumpulkan dalam satu kelompok
c. Homonimi dan Polisemi
Bila terdapat dua buah makna atau lebih yang dinyatakan dengan sebuah bentuk yang sama, maka perhubungan makna dan bentuk itu disebut homonimi (sama nama atau juga yang sering disebut homofini (sama bunyi). Kata seperti pukul dapat menyiratkan makna (1) jam seperti terdapat dalam pukul tiga, dan dapat menyiratkan makna (2) kegiatan memukul. Kata yang mempunyai banyak makna disebut polisemi. Kata bisa (1) dan bisa (2) mengandung makna yang sama sekali berbeda, oleh sebab itu dianggap dua kata yang dua kata yang kebetulan bunyi sama atau sama nama. Tetapi kata pukul mempunyai dua makna yang saling berhubungan, dan oleh karena itu disebut kata yang mempunyai banyak makna.
d. Antonimi
Perhubungan makna yang terdapat antara sinonimi, polisemi, homonimi, hiponimi, atau polisemi, bertalian dengan kesamaan-kesamaan, antonimi, sebaliknya, dipakai untuk menyebut makna yang berlawanan. Bentuk-bentuk seperti laki-laki dan hidup, masing-masing berantonim dengan perempuan dan mati . Dan kata-kata yang berlawanan makna itu disebut mempunyai perhubungan yang bersifat antonimi.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
http://zieper.multiply.com/journal/item/34/PROBLEMATIKA_DALAM_PROSES_PENGULANGAN_REDUPLIKASI- Diunduh : 28 Oktober 2010.
http://susilo.adi.setyawan.student.fkip.uns.ac.id/2009/04/12/pembentukan-kata/- Diunduh : 28 Oktober 2010.
Harimurti Kridalaksana (2008). Kamus Linguistik (edisi ke-Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3570-8.
http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=84- Diunduh : 31 Oktober 2010.
http://tata-bahasa.110mb.com/Macam-Macam%20Perubahan%20Bentuk%20Kata.html- Diunduh : 31 Oktober 2010.
http://pgsdunnes2008.wordpress.com/2008/10/18/khiqmatul-azizah_1402408030_bab-5/ Diunduh : 31 Oktober 2010.

Sabtu, 30 Oktober 2010

HADIRILAH!

Kajian kontemporer "BENARKAH NII SESAT?"
Brsma pembicara:
1. Ust DR H.Amir Mahmud
2. Ust DR Yadi Purwanto M.Si
...hr ahad 31/10/10 di msjd fadhlurrahman kmpus 1 UMS.
Unt umum..
GRATIS..^^

Selasa, 19 Oktober 2010

Kapankah Kompetisi Berubah Menjadi Konflik

Oleh : Ubaydillah, AN


Kompetisi & Konflik
Kalau melihat ke arti dasarnya, kompetisi itu tidak otomatis langsung mengandung konflik. Kamus bahasa Inggris, Merriam Webster’s, misalnya, menjelaskan kompetisi itu diambil dari bahasa Latin, competere, yang kemudian berubah menjadi to compete dalam bahasa Inggris. Competere sendiri mengandung banyak arti, antara lain: mencari bersama (to seek together), menyetujui (agree), pergi bersama (to go together) atau menyesuaikan (be suitable). Dari sekian arti itu hampir tidak kita temukan yang mengarah pada konflik.

Memang ada sedikit perubahan ketika competere menjadi to compete. To compete adalah berjuang untuk mencapai sasaran, baik ditempuh secara sadar atau tidak sadar. Atau juga berada di dalam situasi persaingan, seperti perusahaan yang sedang merebut hati pelanggan. Yang menarik di sini, ternyata ketika dalam bahasa Inggris pun, kata itu bentuknya intransitive, yang berarti tidak butuh objek (korban), seperti kata memukul, membenci, menghina, atau merendahkan.

Namun, rasa-rasanya sudah biasa kalau kita menjumpai perbedaan antara apa yang tertulis di atas kertas dengan apa yang terjadi di praktek hidup. Seperti kata orang, dalam teori, antara praktek dan teori itu sama. Tapi, dalam praktek, antara teori dan praktek adalah dua hal yang berbeda. Terbukti, menurut hasil survei, seperti yang dikutip Donelson R. Forsyth dalam bukunya Sosial Psychologi (1987), ternyata yang sering menjadi sumber konflik di kantor adalah kompetisi atau persaingan, entah untuk merebut jabatan, pendapatan, atau pengakuan. Kalau kita lihat, tidak menutup kemungkinan jika dari persaingan itu kemudian menimbulkan permusuhan, baik antar pribadi atau antar geng. Permusuhannya pun macam-macam; ada yang masih dalam bentuk permusuhan batin dan ada yang sudah berbentuk permusuhan lahir (kelihatan, fisik, dst).

Kapankah Kompetisi Menjadi Konflik?
Dari praktek yang umum terjadi, kompetisi akan segera berubah menjadi konflik ketika sasaran kita adalah to beat: mengalahkan orang lain, menghancurkan, atau menang dengan cara yang ngasorake (merendahkan). Karena tidak ada orang yang mau dikalahkan, maka konflik akan muncul. Dalam aturan kompetisi, memang harus ada orang yang bisa dibahasakan sebagai pihak yang kalah atau yang menang. Sejauh itu aturan main, yang letaknya di luar diri kita, itu tidak masalah; yang masalah adalah ketika kita sudah merendahkan atau mengalahkan orang lain untuk meraih kemenangan.

Supaya konflik tidak muncul, maka sasarannya perlu kita ganti, dari to beat ke to win atau meraih kemenangan yang pengertiannya adalah menjadi the best dari yang bisa kita lakukan terhadap diri kita (to achieve competitive advantages). Kompetisi juga sudah perlu dipahami sebagai benih-benih konflik ketika suasana, situasi, dan iklim interaksi yang muncul telah mengeluarkan aroma permusuhan, penjegalan, atau pembunuhan karakter.

Ada pelajaran yang cantik tentang kompetisi ini dari makna yang ada di balik abjad Jawa yang jumlahnya 20 itu. Rententan makna di baliknya mengajarkan kita bahwa kita ini adalah utusan atau makhluk Tuhan yang dibekali perbedaan, dari jenis kelamin, bakat, sampai profesi (Honocoroko). Dengan bekal perbedaan itu, hendaknya kita menggunakannya untuk melakukan berbagai peranan yang sesuai dengan perintah-Nya, seperti mengasah keunggulan atau bekerjasama untuk berprestasi atau berkontribusi (Dotosowolo). Jika perbedaan itu kita gunakan sesuai aturan / perintah-Nya, misalnya berkompetisi, maka masing-masing kita akan menjadi jaya dengan perbedaan itu, sesuai usaha, atau menjadi yang terbaik dari diri kita (Podojoyonyo). Sejauh kita ikhlas atau meniatkan semua proses itu atas kesadaran untuk menjalankan perintah Tuhan, maka tidak saja kejayaan di dunia ini yang kita peroleh, nanti di mata Tuhan pun akan dimuliakan (Mogobotongo).

Budaya Tenggang Rasa & Komunikasi
Apa yang membuat kompetisi itu bisa cepat berubah menjadi konflik dalam sebuah organisasi? Salah satu yang paling mendasar di sini adalah paradigma tenggang rasa yang telah menjadi budaya kerja atau yang sudah dipraktekkan secara umum.

Di setiap organisasi, pasti ada budaya kerja yang bersumber dari paradigma tenggang rasa. Yang membedakan di sini adalah level kualitasnya. Bila merujuk ke pendapatnya Stephen Covey (1993), level kualitas tenggang rasa yang tertinggi adalah adanya budaya kesediaan untuk mengalah (win/lose) atau saling memenangkan (win/win). Padahal, nilai-nilai kearifan tradisional kita mengajarkan bahwa orang hanya akan bisa bersedia mengalah (win / lose) atau legowo, bila:

1. Punya komitmen untuk menjaga sikap yang positif
2. Punya kepasrahan yang tinggi terhadap Tuhan
3. Punya dorongan yang kuat untuk menghindari prilaku buruk
4. Punya kesediaan membantu orang lain secara tulus
5. Tidak selalu mengkalkulasi untung-rugi kehidupan dari sisi materi (spiritual)


Artinya, legowo itu adalah perbuatan orang yang kuat: kuat prinsip hidupnya, kuat imannya, atau besar jiwanya sehingga bersedia mengalahkan self-interest-nya demi untuk kepentingan orang banyak atau kepentingan yang lebih besar. Legowo sangat sulit diharapkan dapat dilakukan oleh orang yang lemah, entah lemah imannya atau lemah prinsip hidupnya. Begitu kita lemah, perasaan merasa kalah / dikalahkan akan cepat muncul sehingga mendorong kita untuk mengalahkan atau tidak mau dikalahkan.

Sebab lainnya adalah kualitas komunikasi. Semakin rendah kualitas komunikasi dalam organisasi, sangat mungkin akan memudahkan munculnya konflik dari kompetisi. Beberapa tandanya antara lain: saling membela-diri, saling bermain politik, saling bermain trik yang tidak jujur atau tersembunyi, harus ada yang dikalahkan atau dikorbankan.

Sedangkan untuk kualitas menengahnya, antara lain ditandai dengan: budaya saling menghormati, saling menggunakan diplomasi, atau saling menjaga perasaan. Pada tingkat ini, kompetisi sangat mungkin menjadi penyebab konflik, tetapi mungkin tidak terlalu mencolok atau tidak terlalu kotor.

Adapun untuk kualitas yang tinggi, tandanya yang paling kuat adalah munculnya sinergi dalam proses komunikasi dan interaksi. Bersinergi di sini mencakup antara lain: memberdayakan perbedaan untuk kebaikan, saling tolong menolong, saling memberi informasi yang lebih terbuka untuk hal-hal yang dibutuhkan, dan seterusnya. Budaya tenggang rasa dan komunikasi itulah yang sering membuat orang-orang sekantor seperti saudara atau sudah mampu membangun hubungan yang tidak lagi hanya sebatas diikat oleh kesepatan profesi atau tugas. Tapi, bisa pula membuat orang seperti musuh bebuyutan.

Peranan Pemimpin & Kepemimpinan
Jika kompetisi sudah berubah menjadi konflik, lebih-lebih yang sudah sampai pada aksi saling merusak, salaing memusuhi, dan saling melakukan pembunuhan karakter, maka keterlibatan seorang pemimpin sangat dibutuhkan. Hampir sangat jarang ada contoh yang membuktikan keberhasilan penyelesaian konflik di organisasi tanpa keterlibatan pemimpin. Mungkin itulah kenapa sampai ada ungkapan yang mengatakan bahwa organisasi itu lebih bagus ada pemimpinnya, meskipun dia bukan orang yang segalanya bagus.

Kita tentu sudah tahu bahwa pemimpin di sini maksudnya bukan semata sosok, melainkan sosok yang menjalankan fungsi kepemimpinan. Kalaupun sosoknya ada,tetapi fungsi kepemimpinannya tidak jalan, seringkali ini kurang berguna. Bahkan bisa-bisa pemimpin itu sendiri yang menjadi sumber konflik. Fungsi kepemimpinan yang sangat dibutuhkan dalam memotong mata rantai konflik itu adalah mengendalikan perbedaan individu dengan mengacu pada nilai dan visi organisasi. Kata Horney (Our Inner Conflict: 1945), setiap orang itu memiliki kebutuhan untuk menyendiri dari orang, mendekati orang, dan melawan orang. Bisa dibayangkan, jika dorongan untuk berbeda dan melawan itu tidak dikendalikan dengan visi dan nilai organisasi, supaya tetap on the track, maka organisasi itu akan menjadi ajang konflik dari perbedaan orang-orangnya. Yang satu begini dan yang lainnya begitu.

Fungsi penting lainnya adalah merumuskan atau menyepakati aturan main dalam organisasi. Dalam konteks ini, aturan main yang perlu digariskan adalah yang menyeimbangkan aspek pertumbuhan dan pemerataan. Tumbuh yang tidak merata dapat menimbulkan konflik, lebih-lebih ada pilih kasih, seperti juga merata yang tidak tumbuh: dapat menimbulkan conflict in harmony.

Fungsi lainnya adalah untuk memperkuat kultur yang bertenggang rasa tinggi atau yang kualitas komunikasinya tinggi. Seperti kita tahu, kultur dibentuk dari nilai, pengetahuan, tradisi, aturan, dan lain-lain. Jika merujuk ke sini, semua perusahaan / organisasi punya kultur. Bedanya adalah ada yang kuat, dalam arti yang mempraktekkan semua itu, dan ada yang lemah, atau hanya sekedar himbauan, mestinya, atau masih di tataran baru diidealisasikan, alias belum dipraktekkan. Siapa yang bisa menggerakkan ini kalau bukan pemimpin?

Intinya, fungsi kepemimpinan yang seringkali dapat menyelesaikan konflik adalah yang memutuskan untuk melakukan atau yang mengajak orang-orang menyepakati hal-hal yang akan dilakukan. Kalau hanya memainkan fungsi mengharapkan, menyalahkan konflik, atau menormatifkan, seringkali ini tak bisa mengubah apa-apa.

Bagaimana jika sosok pemimpin seperti itu tidak ada? Jalan lainnya adalah menunjuk satu atau dua orang yang berposisi sebagai penengah. Ini bisa sukses asalkan masing-masing pihak punya kecenderungan untuk berdamai. Tapi jika kecenderungan itu tidak ada, peran penengah sering gagal atau berjalan terseok-seok. Kecenderungan itu harus bisa dibuktikan adanya kesediaan untuk mengalah atau saling memenangkan. Jika kecenderungan itu hanya berupa ucapan, kerapkali ini masih belum cukup.

Apakah Semua Konflik Itu Selalu Jelek?
Kalau kita lihat lagi, konflik pun terkadang menghasilkan dinamika yang baik, meskipun konfliknya sendiri tetap jelek, tidak enak, atau sesuatu yang tidak kita inginkan. Beberapa ciri konflik yang menghasilkan dinamika positif itu antara lain:

* Jika mampu mengungkap borok atau persoalan yang selama ini tersembunyi
* Jika mampu menghasilkan evaluasi yang lebih baik
* Jika mampu membuat orang-orang memahami kenyataan yang sebenarnya
* Jika mampu mendorong orang-orang untuk lebih belajar lagi.


Tapi yang lebih sering terjadi, konflik juga menghasilkan dinamika yang buruk. Beberapa cirinya antara lain:

* Membuat produktivitas orang-orang menjadi anjlok,
* Moralnya menjadi rusak
* Api permusuhan berkobar dimana-mana
* Prilaku orang-orang makin ngawur
* Saling mendemontrasikan sikap konfrontasi.


Ketika sudah begini, kantor adalah satu-satunya tempat yang paling menjadi korban. Orang berangkat ke kantor bukan to work, tetapi to fight, kalah-menang sama-sama jadi abu. Kata orang, jika di sebuah kantor itu ada konflik yang merusak, maka nada dan cara orang mengangkat telepon atau menyambut tamu, sudah beda rasanya.

. . .

Kepadamu, bidadariku..
Ku kirimkan salam terindah
Salam sejahtera penghuni surga
Salam yang melebihi misk dan syair terindah
Sejuknya melebihi embun pagi
Salam yang begitu hangat,
sehangat sinar mentari di waktu dhuha
salam yang suci
sesuci telaga Kautsar
salam persaudaraan dan persaudaraan
yang tidak akan pudar di segala musim
Kepadamu, yang ku sayangi & ku cintai karena Allah SWT ^_^

TIGA KENIKMATAN HIDUP

Assalamualaikum,

Setiap manusia, apalagi sebagai muslim, tentu mendambakan kehidupan yang menyenangkan di dunia ini, bahkan kalau perlu seolah-olah dunia ini menjadi milik kita. Untuk bisa merasakan kehikmatan hidup di dunia ini, ada tiga perkara yang harus dicapai oleh seorang muslim, hal ini disebutkan dalam hadis Nabi,

"Barangsiapa yang di pagi hari sehat badannya, tenang jiwanya, dan dia mempunyai makanan di hari itu, maka seolah-olah dunia ini dikaruniakan kepadanya." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Untuk memahami lebih dalam tentang apa yang dimaksud oleh Rasulullah saw, hadis di atas perlu kita pahami dengan baik.

"BADAN YANG SEHAT"

Badan yang sehat merupakan suatu kenikmatan tersendiri bagi manusia yang tidak ternilai harganya, rasanya tidak ada artinya segala sesuatu yang kita miliki bila kita tidak memiliki kesehatan jasmani. Apa artinya harta yang berlimpah dengan mobil yang mahal harganya, rumah yang besar dan bagus, kedudukan yang tinggi dan segala sesuatu yang sebenarnya menyenangkan untuk hidup di dunia ini bila kita tidak sehat. Oleh karena kesehatan bukan hanya harus dibanggakan dihadapan orang lain, tetapi yang lebih penting lagi adalah harus disyukuri kepada yang menganugerahkannya, yakni Allah SWT.

Kesehatan badan bisa diraih dengan mencegah dari segala penyakit yang akan menyerang tubuh dan mengatur segala keseimbangan yang diperlukannya. Oleh karena itu, tubuh manusia punya hak-hak yang harus dipenuhi, di antara hak-hak itu adalah bersihkan jasmani bila kotor, makan bila lapar, minum bila haus, istirahat bila lelah, berlindung dari panas dan dingin, berobat bila terserang penyakit, dll. Ini merupakan salah satu bentuk dari rasa syukur kepada Allah yang harus kita tunjukkan. Bentuk syukur yang lain adalah memanfaatkan kesehatan jasmani dengan segala kesegaran dan kekuatannya untuk melakukan berbagai aktivitas yang menggambarkan pengabdian kita kepada Allah SWT.

Namun, yang amat disayangkan dan ini diingatkan betul oleh Rasulullah saw adalah banyak manusia yang lupa dengan kondisi kesehatannya. Saat sehat ia tidak mencegah kemungkinan datangnya penyakit, tidak memenuhi hak-hak jasmani dan tidak menggunakan kesehatannya itu untuk melakukan aktivitas pengabdian kepada Allah sehingga pada saat sakit, barulah ia menyesal dengan penyesalan yang sangat dalam.

Rasulullah SAW bersabda ;
"Ada dua nikmat yang sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang." (HR Bukhari).


"JIWA YANG TENANG"

Hal yang tidak kalah pentingnya dari badan yang sehat adalah jiwa yang tenang, sebab apa artinya manusia memiliki jiwa yang sehat bila jiwanya tidak tenang, bahkan badan yang sakit sekalipun tidak menjadi persoalan yang terlalu memberatkan bila dihadapi dengan jiwa yang tenang, apalagi ketenangan jiwa bila menjadi modal yang besar untuk bisa sembuh dari berbagai penyakit.

Jiwa yang tenang adalah jiwa yang selalu berorientasi kepada Allah SWT, karena itu, orang yang ingin meraih ketenangan hidup dijalani kehidupan dengan segala aktivitasnya karena Allah, dengan ketentuan yang telah digariskan Allah dan untuk meraih ridha dari Allah SWT. Dengan demikian, sumber ketenangan hidup bagi seorang muslim adalah keimanan kepada Allah SWT dan ia selalu berzikir kepada Allah dengan segala aplikasinya.

Allah SWT berfirman yang artinya;
"Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram (tenang) dengan mengingat Allah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang." (13: 28).

Oleh karena itu, keimanan kepada Allah yang merupakan sumber ketenangan akan membuat seorang muslim merasa senang untuk mendapatkan beban-beban berat dan tidak ada kegelisahan sedikit pun di dalam hatinya dalam menjalankan tugas-tugas yang berat itu. Abu Na'im dan Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa para sahabat Nabi bahu-membahu membawa satu persatu batu bata yang besar untuk membangun masjid. Tetapi, Ammar bin Yasir justru membawa dua tumpukan batu bata besar. Ketika Nabi melihatnya, beliau membersihkan debu dari kepala Ammar sambil bersabda, "Wahai Ammar, tidakkah cukup bagimu untuk membawa seperti yang dilakukan para sahabatmu?" Ammar menjawab, "Saya mengharapkan pahala dari Allah." Lalu Nabi bersabda, "Sesungguhnya Ammar memiliki keimanan yang penuh dari ujung rambut sampai ke ujung kakinya atau tulangnya."

Disamping itu, seandainya kematian akan menjemput dirinya, keimanan kepada Allah dengan segala aplikasinya tidak akan membuat seorang muslim takut kepada mati, bahkan ia akan menyambut kematian itu dengan jiwa yang tenang,
Allah pun memanggilnya dengan panggilan yang menyenangkan,
"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku." (QS. Al-Fajr : 27-30).

Dengan demikian, jiwa yang tenang membuat kehidupan manusia bisa dijalani dengan sebai-baiknya dan memberi manfaat yang besar, tidak hanya bagi dirinya tetapi juga bagi orang lain, sedangkan kematiannya justru akan menjadi kenangan manis bagi orang yang hidup dan ia akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki dengan masuk ke dalam surga dengan segala kenikmatan yang tiada terbayangkan.



"MAKANAN YANG CUKUP"

Makanan, termasuk di dalamnya adalah minuman, merupakan kebutuhan yang sangat pokok dalam kehidupan manusia. Kesehatan manusia tidak bisa dipertahankan bila ia tidak makan dan tidak minum, bahkan tidak sedikit orang yang semula memiliki kekuatan iman tidak bisa lagi dipertahankan keimanannya karena lapar, sedangkan bila situasinya sangat darurat, seorang muslim pun terpaksa harus memakan sesuatu yang pada dasarnya haram untuk dimakan, namun apakah seorang muslim bisa untuk berlama-lama dalam situasi darurat?

Oleh karena itu, memiliki makanan yang cukup atau perekonomian yang memadai merupakan suatu kenikmatan tersendiri dalam hidup ini, sedangkan bila kondisi kehidupan seseorang dalam keadaan lapar, dan ia tidur dalam keadaan yang demikian, maka hal itu merupakan sesuatu yang sangat jelek, karenanya Rasulullah saw selalu berdoa sebagaimana terdapat dalam hadits:

"Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari lapar, karena ia adalah teman tidur yang paling jelek." (HR Abu Daud, Nasa?I, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Untuk bisa memenuhi kebutuhan pangan, seorang muslim sangat dituntut untuk mencari nafkah, baik untuk diri maupun keluarganya, apalagi bila ia bisa membantu orang lain seperti anak yatim, fakir miskin, dan sebagainya. Itu sebabnya, orang yang mencari nafkah secara halal dan terhormat (bukan dengan cara mengemis atau meminta-minta) sangat dimuliakan oleh Allah SWT. Karenanya setiap muslim harus bersungguh-sungguh dalam mencari nafkah guna memenuhi kebutuhannya. Bila sudah terpenuhi dan selalu bisa dipenuhi kebutuhan nafkah diri dan keluarganya, maka hal ini merupakan suatu kenikmatan dalam kehidupan dan iman bila dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya pada masa-masa mendatang. Paling tidak, salah satu faktor yang membuat seseorang bisa menjadi kufur telah teratasi.


Demikian tiga faktor penting yang membuat manusia bisa dikatakan memperoleh kenikmatan dalam hidupnya di dunia yang sangat berpengaruh pada upaya memperoleh kenikmatan di akhirat kelak.


Wallahualam,
Semoga Bermanfaat,

tiang bai'ah

Dalam harakah Islamiyah, terbinanya ukhuwah Islamiyah berperan penting sekali demi keberhasilan da'wah. Imam Syahid Hasan Al Banna menjadikan ukhuwah Islamiyah ini sebagai salah satu dari 10 tiang bai'ah dalam organisasi da'wah yang beliau bina. Beberapa ungkapan beliau yang mungkin dapat kita kaji dalam membentuk ukhuwah Islamiyah adalah sebagai berikut:

1. Kekuatan jama'ah, sebagaimana organisasi-organisasi secara umumnya, adalah terletak pada kekuatan ikatan para anggotanya.

2. Tiada ikatan yang lebih kuat dalam hal ini selain ikatan "cinta" yang didasarkan pada aqidah Islam.

3. Tingkatan daripada "ikatan cinta" ini yang paling lemah adalah kebersihan hati kita terhadap Akh kita (yakni dari segala macam penyakit hati, seperti buruk sangka, iri-dengki, congkak, tamak, dll.)

4. Tingkatan yang paling tinggi daripada "ikatan cinta" ini adalah mendahulukan Akh kita dan kepentingannya sebelum kita dan kepentingan kita.

tiang bai'ah

Dalam harakah Islamiyah, terbinanya ukhuwah Islamiyah berperan penting sekali demi keberhasilan da'wah. Imam Syahid Hasan Al Banna menjadikan ukhuwah Islamiyah ini sebagai salah satu dari 10 tiang bai'ah dalam organisasi da'wah yang beliau bina. Beberapa ungkapan beliau yang mungkin dapat kita kaji dalam membentuk ukhuwah Islamiyah adalah sebagai berikut:

1. Kekuatan jama'ah, sebagaimana organisasi-organisasi secara umumnya, adalah terletak pada kekuatan ikatan para anggotanya.

2. Tiada ikatan yang lebih kuat dalam hal ini selain ikatan "cinta" yang didasarkan pada aqidah Islam.

3. Tingkatan daripada "ikatan cinta" ini yang paling lemah adalah kebersihan hati kita terhadap Akh kita (yakni dari segala macam penyakit hati, seperti buruk sangka, iri-dengki, congkak, tamak, dll.)

4. Tingkatan yang paling tinggi daripada "ikatan cinta" ini adalah mendahulukan Akh kita dan kepentingannya sebelum kita dan kepentingan kita.

Senin, 18 Oktober 2010

PKM MINE NEW

A. JUDUL
Model Penjualan Bakso Siomay Ikan Bandeng (BOOMING) berbasis Syariah bagi Mahasiswa Surakarta

B. LATAR BELAKANG MASALAH
Sistem perekonomian di Indonesia masih menggunakan sistem perekonomian konvensional, dimana dalam transaksi ekonomi masih menggunakan pola bunga / riba. Dalam keadaan seperti ini bunga atau riba merupakan pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Islam tidak menganjurkan adanya riba, hal ini tercantum dalam firman Allah : “Allah menghalalkan jual beli (perdagangan) dan mengharamkan riba”. (QS,2:275).
Kegiatan jual beli atau perdagangan adalah kegiatan bisnis sektor riel. Dalam ekonomi syariah sistem bagi hasil biasa disebut dengan profit and loss sharning yang diharapkan mampu menjadi jantung dari sektor ekonomi moneter Islam. Jadi, penerapan sistem bagi hasil ini pada hakikatnya menjaga prinsip keadilan tetap berjalan dalam perekonomian negara. Karena memang kestabilan ekonomi bersumber dari prinsip keadilan yang dipraktikan dalam sistem perekonomian yang dianut Negara tersebut. Solusi ekonomi Islam terhadap bunga (riba) dalam sistem penjualan yang baik adalah dengan sistem bagi hasil. Dalam hal ini sistem bagi hasil biasa disebut dengan mudharabah. Artinya dalam menjalankan usaha penjualan yang dilakukan oleh dua pihak dan pihak pertama bertindak sebagai penyedia modal baik secara materi ataupun fisik, kemudian pihak kedua menjalankan usaha bisnis (entrepreneur). Bila usaha ini berhasil maka semua pihak akan menerima keuntungan, dimana keuntungan itu kemudian dibagi sesuai dengan kesepakatan. Dalam sistem bagi hasil ini antara pihak pertama tidak memberikan gaji / honorarium kepada pihak kedua. Sehingga ketika akhir periode pihak pertama dan pihak kedua melakukan perhituntungan keuangan usaha yang dijalankan. Misalkan saja dalam kesepakatan yang dibuat adalah dengan membagi keuntungan antara pihak pertama dengan pihak kedua dengan prosentase keuntungan 6:4. Dimana pihak pertama berhak atas 60% dari keuntungan, serta pihak kedua mendapatkan bagian 40%.
Dalam usaha yang akan kami jalankan kami juga menghadirkan sebuah inovasi produk olahan makanan baru yakni bakso siomay ikan bandeng. Setiap orang tentunya memerlukan asupan gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizinya, namun banyak orang yang tidak sadar akan pentingnya asupan gizi bagi kehidupan dan kesehatan mereka, kalaupun mereka sadar mereka menganggap bahwa menenuhi gizi itu mahal, maka kami melakukan inovasi dengan membuat siomay yang merupakan makanan yang tergolong murah dengan bahan baku bandeng. Bandeng kandungan gizi per-100 gram daging ikan yang terdiri dari energi 129 kkal, protein 20 gr, lemak 4,8 gr, kalsium 20 mg, fosfor 150 mg, besi 2 mg, vitamin A 150 SI serta vitamin B1 0,05 mg. Dari kandungan nutrisi tersebut dapat kita lihat bahwa kandungan protein ikan bandeng cukup tinggi. Hal ini yang menjadikan ikan bandeng sangat mudah dicerna serta sangat baik untuk dikonsumsi oleh semua usia dalam mencukupi kebutuhan protein tubuh, menjaga dan memelihara kesehatan serta mencegah penyakit akibat kekurangan zat gizi mikro.
Seperti yang telah disampaikan di atas bahwasannya sistem bagi hasil menekankan pada keadilan bersama. Disini kami menerapkan sistem disiplin keuangan antara pihak pertama dan pihak kedua. Yakni dengan pembuatan laporan rutin harian dan penggunakan rekening bersama.
Beradasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik melaksanakan PKMK dengan judul ”Model Penjualan Bakso Siomay Ikan Bandeng (BOOMING) berbasis Syariah bagi Mahasiswa Surakarta”.

C. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara pengolahan bakso siomay dengan inovasi bahan baku ikan bandeng sebagai alternatif pemenuhan gizi yang bermutu?
2. Bagaimana metode penjualan dengan sistem bagi hasil ini mampu meningkatkan pendapatan mahasiswa?
3. Bagaimana nantinya sistem keuangan syariah ini sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia?

D. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu membuat panganan olahan bakso siomay dengan inovasi bahan baku ikan bandeng sebagai alternatif pemenuhan gizi yang bermutu
2. Mahasiswa mampu meningkatkan pendapatan dengan metode penjualan sistem bagi hasil ini
3. Dengan sistem keuangan syariah ini sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
1. Terbuka usaha penjualan bakso siomay ikan bandeng (BOOMING) sebagai bentuk penanaman jiwa berwirausaha bagi mahasiswa.
2. Penerapan ekonomi syariah di dalam sistem perekonomian di Indonesia yang dimulai dari lingkup mahasiswa.
3. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui inovasi pemenuhan gizi serta meningkatnya taraf pendapatan dari penerapan sistem ekonomi syariah ini.

F. KEGUNAAN
1. Menumbuhkan jiwa wirausaha bagi mahasiswa melalui usaha penjualan.
2. Meminimalisir riba dalam sistem perekonomian sehingga mampu mewujudkan sistem perekonomian yang berkeadilan.
3. Mampu mencetak generasi bangsa yang sehat, cerdas, dan berkemampuan dalam financial.

G. GAMBARAN UMUM RENCANA USAHA
1. Jenis, Nama dan Karakteristik Produk
Jenis : Penjualan Bakso Siomay Ikan Bandeng
Nama Produk : ”BOOMING” (BaksO siOMay Ikan bandeNG)
Karakteristik : Merupakan bakso siomay yang berbahan baku ikan bandeng dengan kandungan gizi lebih tinggi, serta higienis.
2. Keunggulan Produk serta keterkaitan dengan Produk Lain
Produk ”BOOMING” merupakan bakso siomay yang berbahan baku ikan bandeng sehingga mengandung nilai gizi yang tinggi, dikemas dengan kemasan yang higienis, serta menerapkan sistem bagi hasil dalam penjualannya. Hal ini menjadi nilai lebih dari produk kami.

3. Perolehan Bahan Baku
Dalam perolehan bahan baku berupa ikan bandeng tergolong mudah karena ikan bandeng ini dapat ditemui disekitar tempat produksi.
4. Analisis Pasar
a. Profil Konsumen
Sasaran konsumen adalah masyarakat pada umumnya serta mahasiswa pada khususnya.
b. Pesaing dan peluang pasar
Pesaing produk yang sejenis adalah pedagang bakso siomay ikan tenggiri yang mendominasi penjualannya dengan sepeda onthel dan buka stand. Dan untuk peluang pasar masih sangat terbuka luas karena bakso ini alternatif dari bakso tenggiri, kemasannya higienis, serta sistem syariah terjaga.
c. Strategi Pasar yang akan diterapkan
• Wilayah Pemasaran
Wilayah usaha yang kami bidik adalah di belakang kampus UNS. Dimana letaknya yang strategis menjadi sasaran kami. Serta kami menggunakan strategi penjualan dengan pedoman 4B (booming, berkualitas, bersyariah, serta bergizi).
• Kegiatan pemasaran dan promosi
Kegiatan pemasaran akan kami lakukan dengan dua cara dimana cara yang pertama adalah kami selaku pihak pertama mendirikan stand gerobak yang bisa dipindahtempatkan yang ditempatkan dibelakang kampus, hal ini didasari karena banyak mahasiswa yang lewat disana. Kemudian pihak kedua bertugas sebagai penjual disana, dengan jam kerja dari jam 9 pagi sampai dengan jam 5 sore. Kemudian untuk cara yang kedua adalah kami menjajakan barang dagangan dengan berkelililng di sekitar komplek kost serta perumahan penduduk dari jam 5 sampai dengan jam 8 malam. Dalam hal ini kami menggunakan hari kerja dari hari Senin sampai dengan hari Jumat, sehingga setiap bulannya ada 24 hari efektif. Sedangkan untuk promosi kami menggunakan SMS, leaflet, iklan (radio lokal), facebook, twitter dan blog
• Sistem Distribusi
Dalam pendistribusian kami menggunakan sarana angkuta dengan biaya transportasi sehari Rp 2.500,00. Sehingga dalam sebulan membutuhkan Rp 120.000,00 untuk biaya transportasi.
• Sistem Penjualan Syariah
Dalam pembagian keuntungan hasil usaha, seperti yang telah kami sampaikan diatas, yakni dalam pembagian hasil usaha memiliki perbandingan 6:4. Dimana 60% untuk pihak pertama, kemuadian 40% untuk pihak kedua.
Misalnya kita menggunakan perhitungan keuntungan tiap bulan Rp. 1.504.000,00 (diperoleh dari rancangan biaya). Kemudian dari keuntungan Rp. 1.504.000,00 yang kita peroleh berarti Rp. 902.400,00 untuk kita sebagai pihak pertama dan Rp. 601.600,00 untuk pihak kedua. Setiap bulannya kami menggunakan jam kerja 24 hari, sehingga setaip hari pihak kedua berhak atas keuntungan sebesar Rp. 25.066,67. Kemudian dari keuntungan yang diperoleh pihak pertama sebesar Rp. 902.400,00 akan dikembalikan untuk modal setiap bulannya Rp 651.041,00 (diperoleh dari perhitungan Rp. 10.000.000,00 : 1,28 bulan = Rp7.812.500,00, kemudian Rp7.812.500,00 : 12 bulan = Rp 651.041,00) dan dicatat sebagi peghasilan tambahan mahasiswa sebesar Rp 251.358,00 kemudian dibagi 3 yakni sebesar Rp 83.786,00. Sehingga setiap bulan setiap orang pada pihak pertama minimal mampu menambah penghasilan sebesar Rp 83.786,00.
d. Evaluasi dan Monitoring
Pelaksanaan evaluasi dan monitoring ini dilaksanakan pada saat program telah berjalan selama beberapa waktu dan dilakukan secara rutin.

H. METODE PELAKSANAAN
1. Waktu dan Tempat Usaha
Usaha dilaksanakan dalam waktu 6 bulan. Tempat pengolahan siomay di kost mahasiswa Jl. KH Samanhudi 111 Sondakan, Laweyan, Surakarta. Untuk tempat penjualan kami memilih di belakang kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk mendiriken stand penjualan, sedangkan daerah yang ditargetkan untuk berdagang keliling adalah Kentingan dan sekitarnya.
2. Bahan dan Alat
a. Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam usaha “Bakso Siomay Ikan Bandeng (BOOMING)” antara lain :
- Bahan siomay, seperti ikan bandeng segar, tepung kanji, kaldu ikan bandeng, minyak wijen, telur ayam, daun bawang, merica, garam, dan gula.
- Bumbu sambal siomay, seperti kacang tanah, bawang putih, cabai merah, gula pasir, dan garam.
- Bahan pelengkap, seperti kol, tahu putih, kentang, telor ayam rebus, jeruk limau, kecap, dan saus sambal.
b. Alat
Alat yang akan digunakan dalam usaha ini antara lain: stand penjualan (gerobak), kompor gas, gas elpiji, dandang besar, dandang kecil, baskom, cobek dan ulekan, pisau dapur, lap serbet, piring, sendok, telenan, plastik mika, kertas minyak, plastik klip, ember plastik, pengaduk, alat penyaring (bumbu sambal kacang), sendok plastik dan alat peniris.
3. Tata Laksana Kegiatan Usaha
a. Survai Penyedia Bahan dan Perlengkapan
Untuk mengetahui tempat penyedia bahan-bahan yang diperlukan sehingga lebih mempermudah proses usaha.
b. Survai Pasar
Melihat peluang terbesar dalam usaha penjualan bakso siomay, selain itu juga untuk mengetahui minat masyarakat akan produk.
c. Pengadaan Bahan dan Perlengkapan
Merupakan kegiatan pemenuhan kebutuhan usaha yang berupa bahan dan perlengkapan yang dibutuhkan.
d. Proses Produksi
Dalam proses produksi ini ada tiga kegiatan yakni menyiapkan alat dan bahan, pembuatan bakso siomay beserta bumbu dan bahan pelengkap, serta pendistribusian ke tempat penjualan.
e. Pengemasan dan pembuatan media promosi
Dalam proses pengemasan ini kami menggunakan mika yang dilapisi kertas minyak. Kemudian bakso siomay beserta bahan pelengkap di letakkan di atas kertas minyak, tidak lupa untuk bumbu kacang yang telah dibungkus plastik klip dan sendok plastik juga dimasukkan.
Pembuatan media promosi dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak percetakan untuk membuat leaflet dan radio lokal untuk iklan. Sedangkan untuk media promosi lainnya melalui SMS, facebook, twitter dan blog.
f. Pemasaran
Produk dipasarkan melalui dua cara, yakni dengan membuka stand dan berdagang keliling.
g. Sistem bagi hasil sebagai penerapan sistem ekonomi syariah
Dalam pembagian keuntungan hasil usaha, seperti yang telah kami sampaikan diatas, yakni dalam pembagian hasil usaha memiliki perbandingan 6:4. Dimana 60% untuk pihak pertama, kemuadian 40% untuk pihak kedua.
Misalnya kita menggunakan perhitungan keuntungan tiap bulan Rp. 1.504.000,00 (diperoleh dari rancangan biaya). Kemudian dari keuntungan Rp. 1.504.000,00 yang kita peroleh berarti Rp. 902.400,00 untuk kita sebagai pihak pertama dan Rp. 601.600,00 untuk pihak kedua. Setiap bulannya kami menggunakan jam kerja 24 hari, sehingga setaip hari pihak kedua berhak atas keuntungan sebesar Rp. 25.066,67. Kemudian dari keuntungan yang diperoleh pihak pertama sebesar Rp. 902.400,00 akan dikembalikan untuk modal setiap bulannya Rp 651.041,00 (diperoleh dari perhitungan Rp. 10.000.000,00 : 1,28 bulan = Rp7.812.500,00, kemudian Rp7.812.500,00 : 12 bulan = Rp 651.041,00) dan dicatat sebagi peghasilan tambahan mahasiswa sebesar Rp 251.358,00 kemudian dibagi 3 yakni sebesar Rp 83.786,00. Sehingga setiap bulan setiap orang pada pihak pertama minimal mampu menambah penghasilan sebesar Rp 83.786,00.
h. Evaluasi dan Monitoring
Pelaksanaan evaluasi dan monitoring ini dilaksanakan pada saat program telah berjalan selama beberapa waktu dan dilakukan secara rutin.
I. JADWAL KEGIATAN
Table 1.1 Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Bulan
I II III IV V VI
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan
 Pembuatan proposal v v
 Survei penyedia bahan dan perlengkapan v v
 Survei pasar v v
2. Pelaksanaan kegiatan
 Pembelian bahan dan perlengkapan v v v v
 Proses produksi v v V v v v v v v v v v v v v
 Pengolahan Produk v v v v v v v v v v v
 Pengemasan v v v v v v v v v v v
 Pembuatan Iklan v v
 Pemasaran v v V v v v v v v v v v v v v
3. Evaluasi dan Monitoring v v v
4. Pembuatan Laporan v v

J. RANCANGAN BIAYA
Tabel 1.2 Alat dan Bahan Baku
No Rincian Harga Satuan Banyak Jumlah
1. Triplek 9 mm Rp 10.0000,- 3,62 m Rp 362.000,00
2. Cat Kayu Rp 25.000,- 4 kg Rp 100.000,00
3. Finising Duco Rp 150.000,- 2 batang Rp 40.000,00
4. Banner Outdoor Rp 20.000,- 0,78 m Rp 20.000,00
5. Kayu 5/7 ukuran 3 m Rp 40.000,- 6 batang Rp 240.000,00
6. Plat seng 0,7 m Rp 20.000,- 1 buah Rp 14.000,00
Jumlah 1 Rp 776.000,00
Kompor Gas Rp 300.000,- 1 buah Rp 300.000,00
Gas Elpiji Rp 100.000,- 1 buah Rp 100.000,00
Dandang Besar Rp 70.000,- 11 buah Rp 70.000,00
Dandang Kecil Rp 40.000,- 1 buah Rp 40.000,00
Baskom Rp 8.000,- 5 buah Rp 40.000,00
Cobek dan ulekan Rp 25.000,- 1 pasang Rp 25.000,00
Pisau Dapur Rp 10.000,- 5 buah Rp 50.000,00
Lap Serbet Rp 4.000,- 5 buah Rp 20.000,00
Piring Rp 3.000,- 30 buah Rp 90.000,00
Sendok garpu Rp 1.000,- 35 buah Rp 35.000,00
Telanan Rp 6.000,- 3 buah Rp 18.000,00
Mika Rp 250,- 3000 buah Rp 750.000,00
Kertas Minyak Rp 100,- 750lembar Rp 75.000,00
Staples dan Isi Rp 20.000,- 1 buah Rp 20.000,00
Plastik Klip Rp 80,- 3000 buah Rp 240.000,00
Ember Plastik Rp 13.000,- 3 buah Rp 39.000,00
Pengaduk Rp 5.000,- 5 buah Rp 25.000,00
Alat Penyaring Rp 4.000,- 3 buah Rp 12.000,00
Sendok Plastik Rp 150,- 3000 buah Rp 450.000,00
Alat peniris Rp 6.000,- 3 buah Rp 18.000,00
Alat peniris Rp 25.000,- 6 buah Rp 150.000,00
Jumlah 2 Rp 2.567.000,00
Biaya Promosi Rp 101.000,00
Biaya Transport Rp 2.500,- 173 kali Rp 432.500,00
Jumlah 3 Rp 533.500,00
Ikan Bandeng Rp 20.000,- 120 kg Rp 2.400.000,00
Tepung Kanji Rp 8.000,- 60 kg Rp 480.000,00
Telor Rp 14.500,- 25 kg Rp 362.500,00
Daun Bawang Rp 7.500,- 25 kg Rp 187.500,00
Merica Bubuk Rp 14.000,- 10 kg Rp 140.000,00
Garam Rp 2.000,- 25 kg Rp 50.000,00
Gula Pasir Rp 8.000,- 15 kg Rp 120.000,00
Kacang Tanah Rp 12.000,- 75 kg Rp 900.000,00
Bawang Putih Rp 18.000,- 15 kg Rp 270.000,00
Cabai Rawit Merah Rp 22.000,- 7,5 kg Rp 165.000,00
Air Rp 4.000,- 5 galon Rp 20.000,00
Kol Rp 2.000,- 15 kg Rp 30.000,00
Tahu Putih Rp 300,- 1500 biji Rp 450.000,00
Kentang Rp 8.000,- 15 kg Rp 120.000,00
Jeruk Limau Rp 8.000,- 5 kg Rp 40.000,00
Kecap Rp 4.000,- 30 botol Rp 120.000,00
Saos Sambal Rp 5.000,- 25 botol Rp 125.000,00
Jumlah 4 Rp 5.980.000,00
Kertas HVS Rp 40.000,00 1 rim Rp 40.000,00
Tinta Print Rp 25.000,00 1 set Rp 25.000,00
Penggandaan Proposal Rp 8.000,00 6 eks Rp 40.000,00
Penggandaan Laporan Rp 6.000,00 6 eks Rp 36.000,00
CD Rp 2.500,00 1 keping Rp 2.500,00
Jumlah 5 Rp 143.500,00
Total Biaya (Jumlah 1 + 2 + 3 + 4 + 5) Rp 10.000.000,00

Analisa keuangan
A. Analisis biaya
Biaya Tetap (FC)
a. Biaya Tetap
No Uraian Rp/Tahun
1 Biaya Grobak Rp 776.000,00
2 Biaya peralatan Rp 2.567.000,00
3 Biaya promosi dan transport Rp 533.500,00
Jumlah Rp 3.876.500,00

b. Pajak Usaha 5 % dari nilai harta tetap
No Uraian Rp/Tahun
1 Biaya Grobak Rp 776.000,00
2 Biaya peralatan Rp 2.567.000,00
Jumlah Rp 3.343.000,00
0,05 x Rp 3.343.000,00 = Rp 167.150,00

c. Biaya Penyusutan
No Uraian Biaya Awal (Rp/Th) Biaya Akhir (Rp/Th) Umur (Th) Penyusutan (Rp/Th)
1 Gerobak Siomay Rp 776.000,00 Rp 300.000,00 5 Rp 476.000,00
2 Peralatan Rp 2.567.000,00 Rp1.000.000,00 1 Rp 1.567.000
Total Rp 2.043.000,00


Biaya tetap (FC) = Biaya Usaha + Pajak + Biaya Penyusutan
= Rp 3.876.500,00 + Rp 167.150,00 + Rp 2.043.000,00
= Rp 6.086.650,00
FC per bulan = Rp 507.220,83


• Biaya Tidak Tetap (VC)
a. Biaya Bahan Baku = Rp 5.980.000,00



Biaya tidak tetap (VC) = Rp 5.980.000,00
VC per Bulan = Rp. 498.333,333

Biaya Produksi (TC) = Biaya tetap (FC) + Biaya tidak tetap (VC)
= Rp 507.220,83+ Rp. 498.333,333
= Rp. 1.005.554,16 per bulan

A. Penentuan Harga Pokok Penjualan (HPP)
akan mulai bertelur setelah umur 35 hari(1 bulan), dengan kapasitas bertelur 80 %. Sehingga rata-rata produksi telur tiap hari saat setelah mulai berproduksi adalah kurang lebih 800 butir, sehingga rata-rata produksi tiap bulannya adalah 24.000 butir. Yang akan di jual dalam 2 macam :
Telur puyuh dalam kemasan besar : 75 %
Telur puyuh dalam kemasan kecil : 25 %

Harga Pokok Penjualan (HPP) telur puyuh = TC: Total Produksi
= Rp. 1.005.554,16:
= Rp. 49,18 ,-
Apabila produksi ada kemungkinan rusak maupun menurun hingga jumlah produksi 19.200 butir per bulan maka :

Harga Pokok Penjualan (HPP) telur puyuh = TC: Total Produksi
= Rp. 1.005.554,16: 19.200
= Rp. 61,48 ,-


B. Analisa keuntungan
Rata-rata produksi per bulan 24.000 butir :
Perkiraan telur rusak 10% = 2.400 butir
Perkiraan penurunan produksi 10 % = 2.400 butir
Jumlah penjualan per bulan = 19.200 butir
Jumlah yang dijual dalam kemasan besar sebanyak 14.400 butir akan dipasarkan per kemasan dengan jumlah tiap kemasan 750 butir.
Banyak kemasan = 14.400 : 750 = 19 kemasan.
Jumlah yang dijual dalam kemasan kecil sebanyak 4.800 butir akan dipasarkan per kemasan dengan jumlah tiap kemasan 25 butir.
Banyak kemasan = 4.800 : 25 = 192 kemasan.


Harga jual telur puyuh segar dalam kemasan :
Kemasan Besar : Rp. 112.500,-
Kemasan Kecil : Rp. 6.000,-
Keterangan Penjualan Jumlah
Kemasan Besar Rp.112.500/bks x 19 bks Rp. 2.137.500,-
Kemasan Kecil Rp.6.000/bks x 192 bks Rp. 1.152.000,-
Total Penjualan Rp. 3.289.500,-
Biaya Produksi per Bulan Rp. 1.180.437,497,-
Keuntungan per Bulan Rp. 2.109.062,503 ,-




C. Pay Back Period (PB)
Modal Awal : Keuntungan per Tahun = 10.0000.000 : 25.308.750,04 ,-
= 0,3951
Artinya dalam waktu kurang dari setengah tahun usaha ini akan kembali modal.
D. NPV (Net Present Value)
Tahun Net Cash Flow (Rp) D.F = 15% PV Cash Flow (Rp)
1 25.308.750,04 0,870 22.018.612,53
2 25.308.750,04 0,756 19.133.415,03
3 25.308.750,04 0,658 16.653.157,53
4 25.308.750,04 0,572 14.476.605,02
5 25.308.750,04 0,497 12.578.448,77
Total 84.860.238,88

NPV nilai sekarang = Rp 84.860.238,88 - Rp 10.000.000,00
= Rp. 74.860.238,88 ,-
Oleh karena nilai NPV adalah positif maka usaha ini dinyatakan layak.

E. Profitability Index (PI)
PI = Nilai Sekarang Bersih
Investasi awal
= 84.860.238,88
10.000.000
= 8,486

Dengan pemasaran secara rutin diharapkan mendapatkan keuntungan yang meningkat. Analisa usaha dalam program ini adalah sebagai berikut :
a. Biaya Investasi
Table 1.4 Simulasi biaya Pembuatan Gerobak
No Jenis Kebutuhan Volume Satuan Harga Satuan Harga Total
1.
2.
3.
4.
5.

6. Kayu Ukuran 3m
Triplek 9mm
Cat Kayu I kg
Finishing Duco
Banner outdoor printing
Plat Seng 6
3,62
4
2,84
0,78

0,7 Batang
m
Kaleng
m
m

m 40.000,00
100.000,00
25000,00
150.000,00
20.000,00

20.000,00 240.000,00
362.000,00
100.000,00
426.000,00
15.600,00

14.000,00
TOTAL 1.157.000

b. Biaya Tidak Tetap
Peralatan:
Kompor gas Rp. 300.000,00
Gas Elpiji Rp. 100.000,00
Peralatan lain seperti:
Dandang besar Rp70.000,00
Dandang kecil Rp40.000,00
Baskom Rp40.000,00
Cobek dan ulekan Rp25.000,00
Pisau dapur Rp50.000,00
Lap serbet Rp20.000,00
Piring Rp90.000,00
Sendok Rp35.000,00
Telenan Rp18.000,00
Mika Rp900.000,00
Kertas minyak Rp75.000,00
Staples dan isi Rp20.000,00
Plastik klip Rp240.000,00
Ember plastik Rp39.000,00
Pengaduk Rp25.000,00
Alat penyaring Rp12.000,00
Sendok plastik Rp450.000,00
Alat peniris Rp18.000,00
Total Peralatan Rp 2.567.000,00

Modal awal:
Gerobak stay usaha Rp. 1.157.000,00
Peralatan Rp. 2.567.000,00
Total Modal Awal Rp. 3.724.000,00
c. Pengeluaran Setiap Bulan
Ikan bandeng 6kg X Rp20.000,00 Rp 120.00,00
Tepung kanji 12kg X Rp 8.000,00 Rp 96.000,00
Telor 5kg X Rp 14.500,00 Rp 72.500,00
Daun bawang 5kg X Rp 7.500,00 Rp 37.500,00
Merica bubuk 2kg X Rp 14.000,00 Rp 28.000,00
Garam 5kg X Rp 2.000,00 Rp 10.000,00
Gula pasir 3kg X Rp 8.000,00 Rp 24.000,00
Kabcang tanah 15kg X Rp 12.000,00 Rp 180.000,00
Bawang putih 3kg X Rp 18.000,00 Rp 54.000,00
Cabai rawit merah 1,5kg X Rp 22.000,00 Rp 33.000,00
Air 1 galon X Rp 4.000,00 Rp 4.000,00
Kol 3kg X Rp 2.000,00 Rp 6.000,00
Tahu putih 500 biji X Rp 300,00 Rp 150.000,00
Kentang 3kg X Rp 8.000,00 Rp 24.000,00
Jeruk limau 1kg X Rp 8.000,00 Rp 8.000,00
Kecap 6 botol X Rp 4.000,00 Rp 24.000,00
Saos sambal 5 botol X Rp 5.000,00 Rp 25.000,00
Jumlah pengeluaran sebelum bagi hasil =Rp 896.000,00
Bagi hasil 40% X Rp 1.504.000,00 Rp 601.600,00
Total pengeluaran per bulan =Rp 1.497.600,00
Pendapatan
50 mika @ Rp2.000.00 X 24 hari =Rp 2.400.000,00
Keuntungan perbulan
Rp 2.400.000 – Rp 896.000,00 =Rp 1.504.000,00
Pay Back Periode
• Keuntungan bersih (Pendapatan:Total Pengeluaran(bulan)
(Rp 2.400.000,00 - Rp 1.497.600,00)=Rp 902.400,00
• Pay Back Periode (Biaya Investasi:Keuntungan) x 1 bulan
(Rp. 1.157.000,00 : Rp 902.400,00) x 1 Bulan=1,28 bulan

K. LAMPIRAN
1. BIODATA KETUA SERTA ANGGOTA KELOMPOK
2. BIODATA DOSEN PEMBIMBING
3. LAIN – LAIN

1. BIODATA KETUA SERTA ANGGOTA KELOMPOK
Daftar Riwayat Hidup Ketua Pelaksana Program

Nama Lengkap : Ferawati Listianingsih
Tempat, Tanggal Lahir : Wonogiri, 22 September 1989
Alamat Rumah : Gatakrejo Rt 02 Rw 01, Nguter, Sukoharjo
Telp : 085647390439
Email : tiyaimoet@yahoo.com
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :
• SD Negeri IV Giriwoyo
• SMP Negeri 2 Baturetno
• SMKN 1 Sukoharjo
• Program Studi S1 PGSD, FKIP, UNS
Pengalaman Organisasi :
• Staff Bidang Pembinaan SKI PGSD FKIP UNS 2008
• Staff Deparemen Dalam Negeri BEM FKIP UNS 2008
• Staff Deparemen Luar Negeri BEM FKIP UNS 2009
• Staff PAKP DEMA UNS 2010
• Sekretaris Divisi Media Islam SKI PGSD FKIP UNS 2009
• Penanggung Jawab BINTANG’08 PGSD FKIP UNS 2010
Pengalaman Pengabdian Masyarakat :
• Pelatihan Pembuatan Keripik Kulit Pisang Sebagai Altenatif Bahan Pangan di Desa Kembang Kuning, Cepogo, Boyolali (PKM-M 2009)
• Pelatihan Komputer untuk Guru sekolah Dasar di Kecamatan Jumantono sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Dalam Mengoperasikan Komputer (PKM-M 2010)
Surakarta,20 September 2010

Ferawati Listianingsih
NIM. K7108039
Daftar Riwayat Hidup Anggota Pelaksana Program
Nama Lengkap : Fareastia Septiani
Tempat, Tanggal Lahir : Sragen, 3 September 1990
Alamat Rumah : Kemetiran RT 12 RW 04 Nganti, Gemolong, Sragen
Alamat Kost : Jl.KH Samanhudi 111 Sondakan, Laweyan, Surakarta
Telp : 085728602533
Email : fareastiaseptiani@yahoo.co.id
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :
• SDN 1 Nganti
• SMP N 2 Gemolong
• SMA N 1 Nogosari
• Program Studi S1 PGSD, FKIP UNS Surakarta
Pengalaman Organisasi :
• Staff Bidang Kajian SKI PGSD/PGTK periode 2008
• Staff Divisi Humas SKI PGSD UNS Periode 2009
Motto : Hidup adalah pilihan
Pengalaman Pengabdian Masyarakat:
• Bakti sosial bersama HIMA – SKI PGSD UNS di Ds. Gagan, Kendel , Kemusu, Boyolali (2010)
Surakarta,20 September 2010

Fareastia Septiani
NIM. K7108141

Daftar Riwayat Hidup Anggota Pelaksana Program
Nama Lengkap : Susi Irmawati
Tempat, Tanggal Lahir : Karanganyar, 21 Juli 1993
Alamat Rumah : Sangiran Rt 04 rw 01 Krendowahono, Gondangrejo, Sragen
Telp : 085252936673
Email : kenshin_curious@yahoo.com
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :
• TK Dharma Wanita
• SD N 1 Dayu
• SMP N 1 Gondangrejo
• SMA N Gondangrejo
• Program Studi S1 PGSD, FKIP UNS Surakarta
Pengalaman Organisasi :
• Magang HIMA PGSD FKIP UNS 2010
• Magang BEM FKIP UNS 2010
• Magang SKI PGSD FKIP UNS 2010
• Magang LPM MOTIVASI FKIP UNS
Motto : Hidup adalah perjuangan!
Surakarta,20 September 2010

Susi Irmawati NIM.K7108162





2. BIODATA DOSEN PEMBIMBING
IDENTITAS DIRI
Nama Prof. Dr. St.Y.Slamet, M.Pd.
NIP 19461208 198203 1 001
Tempat, tanggal lahir Klaten, 08 Desember 1946
Pangkat/Golongan Pembina Utama Muda IV/c
Jabatan Struktural Sekretaris Program Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI)
Jabatan Fungsional Guru Besar
E-mail pascauns@yahoo.co.id dan Sty_pgsd@yahoo.co.id

No Tellp Telp. (0271) 717323, HP 081548721773
No Sertifikasi pendidik 08102702125
RIWAYAT PENDIDIKAN
No Nama Lembaga dan Bidang Studi Jenjang Studi Tahun Lulus
1 SD Negeri Ngaran SD 1959
2 SMP Keluarga Kanisius Klaten SMP 1964
3 SPG Negeri Surakarta SPG 1967
4 IKIP Negeri Surakarta - Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Sarjana Muda 1974
5 IKIP Veteran Sukoharjo – Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Sarjana (S1) 1987
6 IKIP Negeri Jakarta – Pendidikan Bahasa Magister (S2) 1998
7 Universitas Negeri jakarta – Pendidikan Bahasa Doktor (S3) 2005
Demikian biodata ini ditulis dengan benar.
Surakarta, 20 September 2010

Prof. Dr. St.Y. Slamet, M. Pd.
NIP. 19461208 198203 1 001









3. LAIN – LAIN
BAGAN ALIRAN ” Model Penjualan Bakso Siomay Ikan Bandeng (BOOMING) berbasis Syariah bagi Mahasiswa Surakarta”