Aku memasuki aula SMA I dengan takut - takut sambil menggelayut pada lengan kak Dony. Ramai juga ternyata dan suara musik terdengar memekakan telinga, Meski bukan musik keras. Hanya lagu pop yang sedang in. Kak Dony berjalan dengan santai tak memperdulikanku yang nampak ribet dengan kebaya yang aku pakai.
" Duh Kak.....jangan cepet - cepet dunk, ribet nih! Susah jalannya " bisikku. Namun Kak Dony hanya tersenyum simpul. Mau tak mau aku berusaha menjajari langkahku. Tanganku semakin kuat mencengkeram lengannya. Takut hilang.Lucu juga kalau hilang di aula almamater suamiku dan musti di cari - cari dengan speaker. Memalukan kak Dony saja.
" Eh Don, akhirnya datang juga dikau. Wah dah punya gandengan sekarang? Manis pula. Dapet di mana nih?" tiba - tiba seorang kawan Kak Dony menghentikan langkah kami.
" Assalamualaikum Di, alhamdulillah ada waktu datang ke sini. Alhamdulillah sekarang dah ada pacar " jawab Kak Dony. Dia mengenalkanku pada temannya yang bernama Adi itu. Aku hanya diam saja mendengarkan obrolan keduanya.
" Eh, Amelia juga datang lho. Belum merrid dia, tambah cantik pula dia " deg...Amelia? Gadis itu? Ku lirik Kak Dony, wajahnya nampak biasa - biasa saja.
" Ooh....aku belum ketemu dia. Sudah lama tak bertukar kabar malah. Terakhir aku mengirim email undangan pernikahanku , dia hanya membalas tak bisa datang karena ada urusan " jawab Kak Dony datar. Tiba - tiba seorang gadis cantik menghampiri kami.
" Dony,kamu datang juga akhirnya?" yah gadis itu Amelia. Lebih cantik daripada foto yang ku lihat. Aku masih diam karena aku bukan bagian dari komunitas itu.
" Eh iya, kenalin ini istriku. Nurizahra, tapi panggil saja Zahra " Kak Dony memperkenalkanku. Aku menyalami Amelia. Dan tak lupa ku beri ia senyum yang manis.
" Wah....cantik banget istrimu Don! Pinter kamu milih pasangan " puji Amel. Aku tersenyum menanggapi ucapan Amel. Kak Dony mengajakku duduk di banggu barisan tengah. Mataku tak berpindah memperhatikan sosok Amel yang anggun mempesona. Pintar dandan dan nampak elegan. Sayang, rambutnya masih di biarkan tergerai tanpa pelindung.
Amelia, pacar Kak Dony saat SMA dulu. Putus setahun setelah kelulusan Kak Dony sekitar tiga tahun lalu. Kak Dony bercerita padaku setelah ku desak -desak. She is firts love kak Dony. Dan ada rasa iri di dadaku menyelusup. Karena dia mengenal Kak Dony lebih dulu. Lebih lama, tentu saja lebih tahu Kak Dony di banding aku tentunya.
Aku baru mengenal Kak Dony setahun. Itupun akrab ketika kami sudah menikah. Amel pintar sekali membawa diri. Ramah dan supel. Tentu banyak yang menyukainya. Berbeda denganku, makai bedak saja aku ogah. Bahkan pakai di ajarin segala sama Kak Dony.
Malam itu aku benar - benar mengenal sosok Amelia. Tak heran bila dulu Kak Dony tergila -gila padanya.
---------------------------------------------------------------------------------
Aku membaca artikel itu sampai tuntas. Memang, pengalaman pertama selalu membekas seumur hidup. Apalagi masalah cinta. Yang pertama sulit terlupa. Ingatanku melayang pada Kak Dony. Memang dia bukan cinta pertamaku. Nun jauh dulu, aku pernah suka mungkin itu cinta monyet di usiaku ke 17 ya? Pada seorang ikhwan. Namun, Demi Allah saat aku menikah dengannya aku tak pernah memikirkan laki - laki lain. Hanya dia dihatiku. Memenuhi rongga dadaku. Hanya wajahnya yang tersektsa di dinding - dinding hatiku.
Tapi Kak Dony? Aku tak tahu bagaimana hatinya. Atau mungkin masih ada Amelia di sana. Atau tidak. Yang jelas, cinta pertama sulit terlupa dan tak ada matinya.
Saat Kak Dony pulang kerja, ku lihat wajahnya berseri - seri. Bahkan ku dengarkan senandung kecil dari bibirnya. Ada apa gerangan dengan dia?
Usai mandi ku siapkan makanan untuknya.
" Dhik, tadi Kakak ketemu sama Amel di kantor. Kebetulan kantor kakak sedang ada proyek dengan kantornya dan dia penanggungjawab dari kantornya " aku tersedak. Uhuk...Uhuk.....
Dia mengulurkan segelas air putih.
" Ati - ati dung " ucapnya kemudian. Aku menyimak ceritanya.
" Hebat tuh anak sekarang, keren mah.....karirku aja kalah sama dia " dia nampak bersemangat menceritakan sosok Amelia.
" Perasaan waktu SMA dia nggak pinter -pinter amat kok " lanjutnya. Aku diam.
" Kak...Amel cantik ya?" tanyaku tiba - tiba. Dia tertawa.
" Iya ...memang cantik. Apalagi zaman SMA dulu. Dia masih pakai kerudung. Wah...kakak benar - benar menyaksikan petumbuhannya dari gadis kecilmenjadi gadis dewasa. Zaman - zaman SMA saat ia tengah mekar - mekarnya bener - bener cantik deh. Beruntung saat jaman jahiliyah Kakak jadi pacarnya " jawabnya. Ada semburat rasa kecewa di hatiku. Tiba - tiba ponselnya berdering.
" Wah panjang umur tu anak. Lagi di omongin malah nelpon. Bentar ya!" dia mengangkat ponselnya. Aku mengangguk. Lalu aku membereskan piring - piring kotor. Membawanya ke dapur, sementara Kak Dony menyingkir ke teras.
Amelia, Kak Dony menyukainya sejak gadis itu kelas enam SD dan Kak Dony kelas 2 SMP. Waktu yang sangat lama bukan? Mungkin sudah sepuluh tahun berlalu. Dan aku yakin, waktu selama itu tak akan mungkin terlewat begitu saja.
---------------------------------------------------------------------
Aku duduk di sisi pembaringan. Menatap foto pernikahan yang terpajang di sisi tempat tidur. Hampir setahun usia pernikahan kami. Waktu yang sebentar untuk sebuah kebersamaan. Rasanya baru kemarin aku mengenalnya. Baru kemarin aku mendapatkan biodatanya dari Ustadku. Dan baru kemarin ia datang ke Papa untuk meminangku.
" Aku hanya si dekil yang nyasar ke kota Dik, mungkin aku bukan suami sempurna untukmu. Aku mohon jangan menyesal memilihku dan terus dukung aku ya Dhik " begitu ucapnya di malam pertama kebersamaan kami.
Si dekil yang tabah itu. Si dekil yang sabar menghadapi sifat kekanakanku. Dan si dekil yang sering mengibaratkan dirinya dengan dahan kering.
" Kakak hanya dahan kering Dhik, sedang engkau bayang lepas yang hinggap di dahan kering itu " ah kak Dony, dia memang cuek. Bahkan kadang menyebalkan. Namun kadang pula ia sangat romantis. Suami yang baik, dan membiarkanku dewasa sesuai dengan kapasitasku. Tak ada kata menyesal dalam kamusku menikah dengannya.
Namun, sejak pertemuanku dengan Amelia. Aku merasakan, tatapan mata Amelia yang penuh makna ke kak Dony. Karena aku wanita, di berkahi dengan feel yang kuat. Makanya meski hanya sekilas, aku benar - benar merasakannya. Mungkin Amelia lebih bisa membahagiakan Kak Dony di banding aku. Sedang aku, kalah jauh di banding Amel. Aku wanita biasa, yang dia pilih. Mungkin karena saat itu tak ada pilihan lain lagi. Hanya aku akhwat siap nikah yang usianya masih di bawahnya. Atau karena ia kehilangan contact dengan Amel. Harusnya aku tahu diri. Harusnya aku cukup mengerti bahwa aku tak pantas bersanding dengan Kak Dony.
Menjelang tidur ku lihat dia asyik membaca majalah Tarbawi. Seperti biasa ia nampak santai.
" Kak....andai tak ada aku di hidup kakak sekarang. Apa kakak masih berharap Amel?" tanyaku tiba - tiba. Dia mengernyitkan dahi padaku. Tanpa menutup majalahnya ia berdehem.
" Mungkin. Hehehe...kan Amel tuh cantik, siapa ikhwan yang tak mau dengannya. Maslah hijab bisa lah sambil jalan....." jawabnya sambil tertawa. Mungkin ia mengira aku bercanda, namun ada luka menusuk perih. Sakit......
Aku memandangnya, ah kak...kalau memang Amel lebih dapat membuatmu bahagia aku ikhlas. Karena mungkin aku tak sempurna untukmu.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ku lirik jam di pergelangan tangan. Sudah jam sepuluh lewat lima menit. Namun orang yang ku tunggu tak jua nampak batang hidungnya. Pengunjung rumah makan semakin ramai. Aku gelisah di tempat dudukku. Secangkir cokelat panas telah ku habiskan sejak tadi.
" Zahra, Maaf ya telat. Soalnya nganter Mama ke rumah sakit dulu " sebuah suara menyapaku. Dan seraut wajah cantik dengan rambut panjang hitam legamnya tersenyum di depanku. Suara Rani. Sahabat Kak Dony saat SMA dulu.
" Ada apa? Tumben Zahra ngajak ketemuan?" tanyanya kemudian setelah memesan minuman. Aku mengubah posisi dudukku. Dan memandangnya dengan takut - takut.
" Eng...Kak Rani, Zahra ingin bertanya tentang Amel. Kak Rani tahu kan bagaimana mereka dulu?" akhirnya pertanyaan itu terlontar juga. Dia diam. Dan menghela nafas sejenak.
" Ouwh itu...kan sudah lama. Tiga tahun yang lalu mereka putus. Dengan alasan yang tak di mengerti. Sejak Dony berubah menjadi alim " jawab Kak Rani. Ya....Kak Rani dan juga Amel pasti tak mengerti bagaimana pergolakan batin Kak Dony untuk sebuah hidayah yang selalu di pandang aneh orang lain.
" Iya, Zahra ingin tahu. Insya Allah Zahra nggak pa - pa kok. Hanya penasaran saja, sedang Kak Dony tak memiliki waktu untuk bercerita " aku memberi alasan.
Akhirnya ku tahu yang sebenarnya. Kak Dony dulu sangat mencintai Amel. Sejak masih SD. Sejak Amel masih belia. Mereka jadian dan menjadi pasangan romantis di sekolah takala Amel masuk ke SMA yang sama dengan Kak Dony. Tak ada yang tak tahu hubungan mereka. Dari penjaga sekolah sampai guru - guru.
Hingga...saat setahun kelulusan Kak Dony. Tiba - tiba Kak Dony berubah dan memutuskan Amel begitu saja. Saat itu Amel jatuh sakit selama sebulan. Bahkan keluarga nya Amel sampai memarahi dan memohon pada Kak Dony. Namun Kak Dony tetep keukeuh dengan keputusannya.
Dan satu hal yang menyesakkan dadaku. Sampai sekarang, Amel masih mencintai dan terus mencintai Kak Dony. Bahkan Kak Dony lah yang membuat Amel enggan untuk menikah.
Air mataku menitik. Yah...aku wanita dan dapat merasakan perasaan Amel. Bagaimana sakitnya tak dapat menggapai cintanya. Apalgi bagi seorang perempuan. Sulit untuk melupakan cinta dan butuh waktu. Mungkin tak sebentar.Amel....maafkan aku seandainya aku telah mendhzalimimu. Maafkan Zahra Mel.....
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
" Wah....pepes ikan bandengnya enak Ra. Kak Dony emang demen banget tuh makan pepes bandeng. Dulu aja waktu SMA dia selalu makan di rumahku biar dapet nyicipin pepes buatanku " ucap Amel sambil menjilati jemari lentiknya usai makan siang di rumah. Sengaja ku undang dia makan siang di rumah. Aku hanya tersenyum.
" Mau puding Mel?" tanyaku. Dia mengagguk.
" Wah puding nangka. Dirimu tahu banget di makanan kesukaanku sama Kak Dony yang sama " mulutnya asyik mengunyah puding buatanku. Hari ini aku mendengarkan cerita masa lalunya dengan Kak Dony. Sampai dengan berseloroh ku bertanya.
" Eh Mel, kalau masih ada kesempatan, dirimu mau gak sama Kak Dony?" eh dia malah tertawa.
" Sama dia? Cewek mana si yang gak mau sama dia? Cuma cewek bodoh kali. Dia baik, romantis, alim...wah pokoknya begini deh!" jawabnya sambil mengacungkan ibu jarinya. Aku diam mendengarkan dia kembali bercerita. Ku rasa posisiku salah di sini.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
" Gak pulang Ra?" tanya Om Farhan padaku. Aku menggeleng.
" Jangan bilang Kak Dony Zahra ada di sini Om " pintaku.
" Kalian bertengkar?" aku menggeleng.
" Kami baik - baik saja Om....tapi....." akhirnya airmataku tak terbendung lagi. Aku cemburu. Aku kalah jauh oleh Amel dari segi manapun. Aku kalah telak. Bagaimanamungkin sepuluh tahun itu bisa terhapus begitu saja selama setahun.
" Hem...terlalu berlebihan itu. Ikhwan kalau sudah menikah pasti sudah melupakan apa yang terjadi di masa lalu. Apalagi setelah melewati malam pertama. Yang pertama di sentuh, di lihat ya itu yang di ingat. Apalagi bagi ikhwan akhwat seperti kalian yang mengagungkan cinta sejati usai pernikahan. Dirimu tak kurang percaya saja sama Dony, dan rendah dirimu jg jangan berlebihan begitu " nasihat Om Farhan.
Sampai esok harinya aku malas pulang. Hp sengaja ku matikan. Aku ingin merenung sejenak. Beberapa kali Kak Dony menelepon Om Farhan dan aku melarangnya untuk memberitahu keberadaanku.
" Pulanglah Ra...Dony sangat khawatir. Dia benar - benar frustasi di tinggal pergi sehari olehmu " ucap Om Farhan. Aku diam. Di luar hujan turun deras. Ku dengar ketukan pintu di luar. Dengan aras - arasan ku bangkit berniat membuka pintu. Namun saat ku sibak tirai jendela.....
" Kak Dony?" desisku lirih. Pasti Om Farhan memberi tahu keberadaanku. Aku geram. Dia basah kuyup dengan wajah kucel. Aku segera menyingkir dari balik pintu namun terlambat. Ia lebih dulu melihat bayanganku di jendela.
" Ra.....kakak salah apa si padamu? Teganya meninggalkan kakak seperti ini. Kakak nggak bisa hidup tanpamu Dhik...." teriaknnya dari luar di selingi rintik hujan.
Air mataku mengalir perlahan. Kak Dony tak tahu apa - apa. Mungkin aku jahat ya? Tiba - tiba saja aku pergi dari rumah begitu saja.
" Ra....kakak rindu. Sungguh kakak rindu...." suaranya kian melemah dan BRUKKKK...................ter dengar suara benda jatuh di luar. Ku sibak tirai jendela. Kak Dony tersungkur di lantai. Langsung ku buka pintu.
" Kakakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk " pekikku takut. Ku raba tubuhnya. Panas. Aku langsung menjerit memanggil Om Farhan. Dan menangis di dadanya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
" Dhik....jangan tinggalkan kakak " dia kembali menggigau. 40 derajat celcius. Aku mengganti handuk basah di keningnya. Ah kakak....kekanakankah aku? Padahal seharusnya aku tak seperti ini. Tanganku mengusap pipinya, tulang rahangnya yang kuat. Tiba - tiba tangannya menggenggam tanganku. Dia sadar.
" Ra...maafkan kakak ya kalau ada salah. Tapi tolong jangan tinggalkan kakak ya?" ucapnya lirih. Airmataku membasahi pipi. Dia menyusut airmataku.
" Zahra yang minta maaf Kak...maafin Zahra ya? Tak seharusnya Zahra seperti ini?" akhirnya ku ceritakan semuanya. Dia tertawa sejenak.
" Ya amyun, jawaban Kakak di ambil hati Ra? Kakak kan hanya becanda saat itu " ucapnya.
" Tapi Amel masih mencintai kakak " ucapku.
" Kata siapa? Wong dua minggu lagi dia mau nikah sama Akmal ko, senior kakak yang lagi S2 di Prancis?" aku mendelik. Jadi......aku salah ya?
" Ra....bulshit kalau First love never dies. Kakak tak begitu, semua itu tergantung pada diri kita sendiri. Tapi bagi kakak, engkau memang bukan yang pertama di hati kakak. Tapi engkau adalah hari dan masa depan kakak. Aku akan sayang, tetap sayang dan akan selalu sayang pada Zahra "
" Tapi Zahra tak sesempurna akhwat - akhwat lain "
" Tidak ada yang sempurna di dunia ini Ra. Pernikahan itu adalah menyatukan dua menjadi satu agar lebih sempurna. Suami dan istri saling melengkapi Dhik....."
" Jadi..kakak sudah bisa melupakan cinta pertama kakak?"
" Bahkan seribu Amel datang ke kehidupan Kakak. Hanya Zahra yang mampu menggoyahkan kakak, hanya Zahra yang ada di hati ini "aku menangis hari.
" Sini chayang, peluk kakak. Aku rindu padamu Dhik...." dia merengkuhku dengan lengannya. Aku langsung tenggelam dalam dadanya. Tiba - tiba dia berbisik lirih.......
dinda, jangan pernah tinggalkan si dekil ini ya? si dahan kering, percayalah hanya engkau satu di hatiku.................
andai ku bisa merubah waktu tak ingin ada yang terluka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar