Mencerna apa yang dimakan, menyaring menjadikannya nutrisi, nutrisi kehidupan^^v

Bismillah...proses belajar yang terus-menerus, seharusnya menjadikan diri semakin produktif, insya Alloh...

Sabtu, 06 November 2010

PERNIKAHA SEDERHANA




Pernikahan adalah bagian dari ibadah dalam Islam, baik sebelum, saat proses maupun sesudahnya. Sehingga mulai dari niat, orientasi, cara dan metode yang ditempuh untuk menemukan sang jodoh serta cara yang digunakan untuk melaksanakan prosesnya pun hendaknya sesuai dengan aturan dan adabnya. Aturan ini tentu saja mengacu pada aturan dari Sang Pemilik Aturan, yakni Allah ‘Azza wa Jalla. Dalam artian, segala hal yang berkaitan dengan pernikahan itu disesuaikan dengan nilai-nilai syari’at Islam.

Proses pernikahan para aktivis dakwah, analog, tak juga lepas dari bagian dakwah. Baik sebelum, selama proses dan sesudahnya. Maka orientasi itu harus lurus orientasi bervisi tinggi, visi ukhrawi, dan cara pelaksanaannya harus ditempatkan setepat mungkin dalam rangka melakukan syi’ar dakwah kepada masyarakat. Pernikahan adalah sarana strategis karena di sana terjadi interaksi banyak orang, mulai dari kedua mempelai, kedua keluarga mempelai, tetangga dan para tamu yang hadir dalam pesta pernikahannya (walimatul ‘ursy).

Dalam proses pernikahan, yang menjadi salah satu titik kritis adalah pelaksanaan syukuran atau pesta pernikahannya. Sering terjadi konflik batin di sana, antara keluarga, orang-orang yang membantu acara tersebut dan para tamu. Penulis yang sering menjadi petugas sinoman (penyaji minuman dan hidangan) di kampung sering merasakan hal-hal seperti ini. Misalnya, kita tidak memahami dengan jelas seperti apa maunya si empunya acara. Banyak hal yang tidak perlu dilakukan, tapi dengan alasan gengsi atau gaya, maka harus begini begitu. Tapi tetap saja komando sering tidak jelas, bahkan para petugas cenderung sering harus memikirkan sendiri tentang apa yang sebaiknya dilakukan. Padahal sering juga, sarana yang ada tidak lengkap, mulai dari alat makan dan pelengkap lainnya. Gelas yang kurang, piring dan sendok yang tidak mencukupi. Padahal tamu sangat banyak dan belum terlayani dengan baik, terkadang makanan yang disediakan kurang. Para juru masak di belakang harus bergerak cepat untuk memenuhi kebutuhan. Itupun kadang para petugas tidak kebagian jatah. Bukan karena apa-apa, namun jika secara fisik sudah terbekali sumber energi yang cukup niscaya bisa bekerja dengan lebih baik. Itu saja.

Itu sekilas yang sering terjadi di kalangan umum yang pernah penulis rasakan. Sudah acaranya kurang bermakna, merepotkan banyak orang mulai dari keluarga besar hingga masyarakat sekitar, mengecewakan para tamu sehingga yang menjadi petugas pun harus ikut menanggung malu. Tapi demi profesionalitas, tetap saja kita bekerja dengan sebaik-baiknya. Namun dengan catatan, kalau pekerjaan sudah cukup beres maka segera melarikan diri untuk pulang ke rumah masing-masing. Hehehe…. soalnya sudah cukup menanggung malu dan menahan jengkel.

Pernikahan para ikhwah aktivis dakwah hendaknya jauh dari sekilas contoh di atas. Harus ada makna yang terkandung di sana, ada hikmah yang bisa diambil, memuaskan para tamu meski acara digelar dengan sederhana, tidak merepotkan banyak orang terutama para tetangga tapi justru mereka menjadi bagian dari tamu yang tinggal menikmati acara, meski mereka juga sedikit banyak membantu acara kita. Satu hal yang perlu diperhatikan, yakni adanya syi’ar dakwah yang harus terasa di sana sehingga memberikan pencerahan kepada masyarakat bagaimana prinsip perhelatan pernikahan dalam Islam.


Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada hari Ahad 29 Juni 2008, penulis cukup merasakan adanya suasana seperti ini. Sebuah pernikahan yang sederhana, tapi bermakna dan berlangsung khidmat. Tetangga juga tidak kerepotan karena hanya sedikit yang dilibatkan dalam acara tersebut sebagai bagian dari pembantu hajatan. Meski tamu yang hadir secara kuantitas lebih sedikit dari perkiraan penulis, tapi tetap tidak mengurangi makna acara. Saat itu penulis bertugas sebagai penjaga parkir, dan melihat tamu yang memarkirkan motor tidak seberapa dibandingkan luas area parkir yang disediakan. Harapannya sih, akan banyak anak-anak kampus yang datang. Tapi karena pada saat itu dilaksanakan juga pernikahan ikhwah yang juga dari fakultas yang sama dengan mempelai pria (Kehutanan) maka kemungkinan banyak juga yang ke sana.

Acara itu adalah akad nikah dan walimatul ‘ursy-nya salah satu senior penulis dalam urusan dakwah kampus. Beliau adalah Mbak Muawanah Fatmawati (Fatma), seorang sarjana Ilmu Keperawatan UGM yang dipersunting oleh Pak Arif Rahmanullah (Iip) seorang sarjana Kehutanan. Perhelatan dilaksanakan di rumah Mbak Fatma, di Muntilan, Jawa Tengah, yang penulis tiba di sana malam Ahadnya untuk ikut mempersiapkan untuk kebutuhan ketika hari H, keesokan harinya.

Akad nikah berlangsung pada pukul delapan lebih sedikit, dilaksanakan di dalam rumah Mbak Fatma. Prosesi ijab-qabul berlangsung cukup cepat. Beberapa saat kemudian sudah masuk ke persiapan acara walimatul 'ursy-nya. Saat walimah, kedua mempelai tidak berada dalam satu tempat sebagaimana biasa dilakukan. Tidak ada tempat duduk khusus seperti pernikahan pada umumnya yang memperlakukan kedua mempelai seperti raja sehari, didudukkan dalam semacam singgasana. Namun dalam perhelatan ini, si mempelai wanita ada dalam rumah, sedangkan mempelai pria duduk bersama para tamu. Di depan hanya ada mimbar, untuk para pengisi sambutan juga khatib khutbah nikahnya.

Setelah banyak yang memberikan sambutan, baik dari perwakilan keluarga masing-masing dan dari pemerintah desa setempat, berlanjut ke khutbah nikah yang diisi oleh Ustadz Syatori Abdurrouf tentang bingkai kehidupan rumah tangga. (Tulisan ulangnya bisa dibaca di sini). Sebuah khutbah nikah yang menarik dari segi isi dan penyampaian. Sayanganya tidak menggunakan slide presentasi sebagaimana yang biasa beliau lakukan saat mengisi kajian. ^_^

Setelah khutbah selesai, masuk ke acara pestanya yakni dikeluarkannya hidangan. Tidak ada sistem prasmanan di sini. Hidangan diantar oleh para petugas sinoman, dan disajikan kepada seluruh tamu. Setelah acara selesai bersamaan dengan berkumandangnya adzan sehingga para tamu segera menuju ke masjid yang letaknya beberapa langkah saja dari lokasi tersebut.

Dari semua perhelatan pernikahan ikhwah, baru kali ini saya menemukan yang sesederhana itu. Namun, justru di sana ada makna yang terkandung, ada ruh yang terasa. Karena memang seharusnya seperti itulah pernikahan aktivis dakwah, ada fungsi dakwah di sana. Bukan sekadar melaksanakan pesta dengan mewah beserta segala hidangan lezat yang tersedia dan ambil sendiri, tanpa ada makna atau ruh yang dapat di ambil dari sana. Wallaahu a'lam. [ ]



:::::::::::: bismillah ::::::::::
kisah ini sengaja saya ambil dari sebuah blog yang mneurut saya sangat inspiratif, teringat akan perjalanan sore tadi selepas contes speech bahasa Inggris di Gedung A FKIP, aku mendengarkanmu ukhti, semoga ia yang terbaik bagi anti, hanya doaku yang bisa kuucapkan, TEPAT dan BERMANFAAT untuk masa depan, insya Alloh. . .


KATAKANLAH KALI INI . . .


saat kita dihalalkan
saat semua yang terasa beku semula
saat dulu aku terkesan haram untukmu
saat ini
saat yang pasti
aku telah halal untukmu kasih^^

insya Alloh

Tidak ada komentar: