Mencerna apa yang dimakan, menyaring menjadikannya nutrisi, nutrisi kehidupan^^v

Bismillah...proses belajar yang terus-menerus, seharusnya menjadikan diri semakin produktif, insya Alloh...

Minggu, 21 November 2010

GEJALA BAHASA

Analogi yang Salah, dalam pertumbuhan bahasa, sering kita lihat timbulnya analogi
yang salah. Kata-kata: teladan, anggota, sentosa dijadikan orang tauladan, anggauta,
sentausa. Jadi, kata yang bervokal satu dijadikan kata yang bervokal dua. Gejala seperti itu
disebutdiftongisasi.
Dari bahasa Arab kita memungut kata-kata seperti: taubat, taufan, taurat. Dalab bahasa Indonesia, kata-kata itu menjadi tobat, topan, torat. Mungkin pemakaian bahasa kita menyangka bahwa bentuk-bentuk teladan, anggota, dan sentosa, berasal dari kata-kata dengan vokalau seperti kata-kata Arab itu, lalu bentuk itu dikembalikan kepada bentuk dengan au: tauladan, anggauta, sentausa. Dengan demikian terjadilah analogi yang salah yang disebuthiperkorek.
Gejala kontaminasi, kontaminasi adalah suatu gejala bahasa yang dalam bahasa Indonesia diistilahkan dengankerancuan. Rancu artinya ‘kacau’, jadi kerancuan artinya ‘kekacauan’. Yang dirancukan ialah susunan, perserangkaian, penggabungan. Dua yang masing-masing berdiri sendiri disatukan dalam satu perserangkaian baru yang tidak berpasangan atau berpadanan. Hasilnya ialah kerancuan. Gejala kontaminasi dapat dibedakan menjadi tiga: kontaminasi kalimat, kontaminasi susunan kata, kontaminasi bentukan kata.
Pada umumnya kalimat yang rancu dapat kita kembalikan kepada dua kalimat asal yang betul strukturnya. Demikian juga dengan susunan kata dalam suatu frase yang rancu. Gejala ini muncul karena orang kurang menguasai penggunaan bahasa yang tepat, baik dalam menyusun kalimat atau frase maupun dalam mempergunakan beberapa imbuhan sekaligus untuk membentuk kata.
Kontaminasi terjadi tak dengan sengaja karena ketika seseorang akan menuliskan atau mengucapkan sesuatu, dua pengertian atau dua bentukan yang sejajar timbul sekaligus dalam pikirannya sehingga yang dilahirkannya itu sebagian diambil dari yang pertama, tetapi bagian yang lain diambil dari bagian yang kedua. Gabungan ini melahirkan susunan yang kacau.
Kontaminasi kata, sebagai contoh yang paling sering dijumpai adalah kataberulang
kali, sering kali. Katakata ini terjadi dari kata-kata: berulang-ulang, berkali-kali. Sering kali
kontaminasi dari seiring dan banyak kali atau kerap kali atau acap kali. Selain dari
kontaminasi, di sini tampak pula gejala “pleonasme” karenasering artinya banyak kali; jadi,
sering kaliberarti banyak kaliatau kerap kali kali.
Kontaminasi bentuk kata, adakalanya kita lihta bentukan kata dengan beberapa
imbuhan (afiks) sekaligus yang memperlihatkan gejala kontaminasi. Contohnya kata
dipelajarkan: Di sekolah kami dipelajarkan beberapa kepandaian wanita.Mengapa
dipelajarkan? Jelas di sini dirancukan bentuk diajarkandengan dipelajari. Bentukan yang
tepat untuk kalimatdi ajarkan.
Bentukan kontaminasi seperti ini dapat kita hindari, hanya apabla diketahui benar bagaimana bentuk yang semestinya dan tahu benar mengapa bentuk-bentuk yang semacam itu salah.
Gejala pleonasme, kata ini berasal dari bahasa Latin “pleonasmus” dalam bahasa Yunani “pleonazein” artinya ‘kata-kata berlebih-lebihan’. Karena itu, gejala pleonasme dalam bahasa berarti pemakaian kata yang berlebih-lebihan, yang sebenarnya tak perlu. Suatu ucapan disebut “pleonastis” apabila ucapan itu mengandung sifat berlebih-lebihan.
Gejala pleonasme timbul karena pembicara tak sadar bahwa apa yang diucapkannya itu mengandung sifat berlebih-lebihan. Jadi, dibuatnya dengan tidak sengaja. Ada juga yang dibuat bukan karena tak sengaja, melainkan karena tak tahu bahwa kata-kata yang digunakannya mengungkapkan pengertian yang berlebih-lebihan. Ada lagi yang dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk memberikan tekanan pada arti (intensitas).
Terdapat beberapa gejala pleonasme. Di dalam satu frase terdapat dua atau lebih kata yang searti. Kata kedua sebenarnya tidak perlu lagi karena pengertian yang terkandung pada kata itu, sudah terkandung pada kata yang mendahuluinya. Bentuk jamak dinyatakan dua kali.
Gejala hiperkorek, atau dengan istilah lain “over elegant” banyak kita jumpai dalam
bahaa Indonesia H.D. van Pernis menyebut gejala ini sebagai proses bentukan betul dibalik
betul. Maksudnya, yang sudah betul dibetul-betulkan lagi akhirnya menjadi salah. Gejala
hiperkorek selalu menunjukkan sesuatu yang salah, baik ucapan, maupun ejaan.
Dalam bahasa arab terdapat empat buah bunyi desis, yaitu fonem-fonem yang dituliskan dengan huruf sin, syin, tsa, dan shad. Dalam bahasa Indonesia hanya syin yang dialihhurufkan dengan (sy), tiga yang lain dengan (s).
Selain itu, dalam bahasa Arab terdapat juga lafal /h/ yang berdesah dan /h/ yang bersuara. Namun dalah bahasa Indonesia, fonem itu ditulis dengan h saja, jadi tidak dibedakan baik tulisan maupun pengucapan. Selain itu ada pula fonem /kh/ yang dasar ucapannya langit-langit lembut seperti yang terdapat pada katakha lik dan lain sebagainya. Namun fonem tersebut dalam bahasa Indonesia pada awal suku kata bisa dijadkan /k/.
Dalam bahasa Arab, tak terdapat fonem /p/, yang ada hanyalah /f/. Sebaliknya dalam bahasa Melayu tak terdapat fonem /f/. Itu sebabnya pada umumnya kata-kata yang berasal dari bahasa Arab dengan f dijadikan p seperti: fakir-pikir, faham-paham, hafal-(h)apal, fasal- pasal, disesuaikan dengan fonem atau ucapan kita.
Fonem /z/ dari bahasa Arab, yang merupakan fonem asing dalam bahasa Melayu/Indonesia sering dijadikan /j/, seperti zaman-jaman, izin-ijin, ziarah-jiarah, zamrud- jamrud. Fonem /z/ yang berasal dari bahasa Belanda dijadika /s/ dalam bahasa Indonesia, seperti: zak-saku; zaal-sal, zadel-sadel,zonder-sonder, zuster-suster.
Gejala Hiperkorek dengan /au/ Pengganti /o, e/, anggota dijadikan anggauta, teladan dijadikan tauladan, sentosa dijadikan sentausa. Penulisan seperti itu timbul karena suatu analogi yang salah. Orang tentu mengira bahwa bentuk aslinya adalah anggauta, sentausa, tauladan.
Ada pula gejalamonoftongisasi (dua vokal dijadikan satu vocal di dalam satu kata). Misalnya, syaitan, hairan, haiwan (dari bahasa Arab) menjadi setan, heran, hewan. Kata taubat dan taurat menjaditobat dantorat.
Timbulnya gejala hiperkorek memiliki beberapa alasan, orang tidak tahu mana bentuk yang asli, yang betul, lalu meniru saja yang diucapkan/dituliskan oleh orang lain. Mungkin juga karena ingin gagah, ingin hebat, sehingga disamping apa yang sudah dibicarakan di atas, kita lihat juga orang menuliskan kata-kata seperti hadir, rela, fasal, batin, menjadih a d i r,
redla, fatsal, hatsil, bathin.
Dari segi linguistik /f, kh, sy, z/ bukan fonem-fonem Indonesia asli. Itu sebabnya variasi antara f-p, kh-k, k-h, sy-s, z-j, tidak menimbulkan perbedaan arti. Karena sifatnya yang tidak fonemis itulah, maka variasi bentuk kembar seperti contoh di atas dimungkinkan dalam bahasa Indonesia.
Gejala penambahan dapat dibedakan menjadi 3 macam: penambahan fonem di depan kata disebutprotesis, penambahan di tengah kata di tengah kata disebutepntesis, dan penambahan di akhir kata disebutparago g.

Gejala Bahasa atau Peristiwa Bahasa
Bahasa Indonesia > Semantik dan Etimologi
Gejala bahasa atau peristiwa bahasa itu di antaranya ialah:

(1) Adaptasi,
penyesuaian bentuk berdasarkan kaidah fonologis, kaidah ortografis, atau kaidah morfologis

Contoh :
• vyaya menjadi biaya
• pajeg menjadi pajak
• voorloper menjadi pelopor
• fardhu menjadi perlu
• igreja menjadi gereja
• voorschot menjadi persekot
• coup d'etat menjadi kudeta
• postcard menjadi kartu pos
• certificate of deposit menjadi sertifikat deposito
• mass producIion menjadi produkmassa
(2) Analogi,
pembentukan kata berdasarkan contoh yang telah ada.

Contoh :
• Berdasarkan kata 'dewa-dewi' dibentuk kata :
putra-putri, siswa-siswi, saudara-saudari, pramugara-pramugari
• Berdasarkan kata 'industrialisasi' dibentuk kata :
hutanisasi, Indonesianisasi
• Berdasarkan kata 'pramugari' dibentuk kata :
pramuniaga, pramuwisata, pramuria, pramusaji,pramusiwi
• Berdasarkan kata 'swadesi' dibentuk kata :
swadaya, swasembada, swakarya, swasta, swalayan
• Berdasarkan kata 'tuna netra' dibentuk kata :
tuna wicara, tuna rungu, tuna aksara, tuna wisma, tuna karya, tuna susila, tuna busana.
(3) Anaptiksis (Suara Bakti),
penyisipan vokal e pepet untuk melancarkan ucapan Disebut juga suara bakti.

Contoh:
• sloka menjadi seloka
• srigala menjadi serigala
• negri menjadi negeri
• ksatria menjadi kesatria
(4) Asimilasi,
proses perubahan bentuk kata karena dua fonem berbeda disamakan atau dijadikan hampir sama.

Contoh:
• in-moral menjadi immoral
• in-perfect menjadi imperfek
• al-salam menjadi asalam
• ad-similatio menjadi asimilasi
• in-relevan menjadi irelevan
• ad-similatio menjadi asimilasi
(5) Disimilasi,
kebalikan dari asimilasi, yaitu perubahan bentuk katam yang terjadi karena dua fonem yang sama dijadikan berbeda.
Contoh :
saj jana menjadi sarjana
sayur-sayur menjadi sayur-mayur

(6) Diftongisasi,
perubahan bentuk kata yang terjadi karena monoftong diubah menjadi diftong.Jadi kebalikan monoftongisasi.
Contoh :
• sentosa menjadi sentausa
• cuke menjadi cukai
• pande menjadi pandai
• gawe menjadi gawai
(7) Monoftongisasi,
perubahan benluk kata yang terjadi karena perubahan diftong (vokal rangkap) menjadi monoftong (vokal tunggal)
Contoh :
• autonomi menjadi otonomi
• autobtografi menjadi otobiografi
• satai menjadi sate
• gulai rnenjadi gule
(8) Sandi (Persandian),
perubahan bentuk kata yang terjadi karena peleburan dua buah vokal yang berdampingan, dengan akibat jutmlah suku kata berkurang satu.
Contoh :
• keratuan menjadi keraton
• kedatuan menjadi kedaton
• sajian menjadi sajen
• durian menjadi duren
Perhatikan jumlah suku kata!

ke - ra - tu - an ~> ke - ra - ton
1 2 3 4 1 2 3

du - ri- an ~> du - ren
1 2 3 1 2


(9) Hiperkorek,
pembetulan bentuk kata yang sebenarnya sudah betul, sehingga hasilnya justru salah.
Contoh :
• Sabtu menjadi Saptu
• jadwal menjadi jadual
• manajemen menjadi menejemen
• asas menjadi azas
• surga menjadi sorga
• Teladan menjadi tauladan
• izin menjadi ijin
• Jumat menjadi Jum'at
• kualifikasi menjadi kwalifikasi
• frekuensi menjadi frekwensi
• kuantitas menjadi kwantitas
• November menjadi Nopember
• kuitansi menjadi kwitansi
• mengubah menjadi merubah
• februari menjadi Pebruari
• persen menjadi prosen
• pelaris menjadi penglaris
• system menjadi sistim
• teknik menjadi tehnik
• apotek menjadi apotik
• telepon menjadi telfon
• ijazah menjadi ijasah
• atlet menjadi atlit
• nasihat menjadi nasehat
• biaya menjadi beaya
• perusak menjadi pengrusak
• zaman menjadi jaman
• koordinasi menjadi kordinasi
(10) Kontaminasi,
disebut juga kerancuan, yaitu kekacauan dimana dua pengertian yang berbeda, atau perpaduan dua buah struktur yang seharusnya tidak dipadukan.
Contoh :
• berulang-ulang dan berkali-kali menjadi berulang-kali
• saudara-saudara dan saudara sekalian menjadi saudara-saudara sekalian
• musnah dan punah menjadi musnah
(11) Metatesis,
pergeseran kedudukan fonem, atau perubahan bentuk kata karena dua fonem alau lebih dalam suatu kata bergeser tempatnya.
Contoh :
• rontal menjadi lontar
• anteng menjadi tenang
• usap menjadi sapu
• palsu menjadi sulap
• keluk menjadi lekuk
(12) Protesis,
perubahan fonem di depan bentuk kata asal.
Contoh :
• lang menjadi elang
• mak menjadi emak
• mas menjadi emas
• undur menjadi mundur
• stri menjadi istri
• arta menjadi harta
• alangan menjadi halangan
• sa menjadi esa
• atus menjadi ratus
• eram menjadi peram
(13) Epentesis,
perubahan bentuk kata yang terjadi karma penyisipan fonem ke dalam kata asal
Contoh :
• baya menjadi bahaya
• bhayamkara menjadi bhayangkara
• gopala menjadi gembala
• jur menjadi jemur
• bahasa menjadi bahasa.
(14) Paragog,
perubahan bentuk kata karena penambahan fonem di bagian akhir kata asal.
Contoh :
• mama, bapa menjadi mamak dan bapak
• pen menjadi pena
• datu menjadi datuk
• hulu bala menjadi hulubalang
• boek menjadi buku
• abad menjadi abadi
• pati menjadi patih
• bank menjadi bangku
• gaja menjadi gajah
• conto menjadi contoh.
(15) Aferesis,
penghilangan fonem di awal bentuk asal.
Contoh :
• adhyaksa menjadi jaksa
• empunya menjadi punya
• sampuh menjadi ampuh
• wujud menjadi ujud
• bapak menjadi pak
• ibu menjadi bu.
(16) Sinkop,
penghilangan fonem di tengah atau di dalam kata asal.
Contoh :
• laghu menjadi lagu
• vidyadhari menjadi bidadari
• pelihara menjadi piara
• mangkin menjadi makin
• niyata menjadi nyata
• utpatti menjadi upeti.
(17) Apokop,
penghilangan fonem di akhir bentuk kata asal.
Contoh :
• sikut menjadi siku
• riang menjadi ria
• balik menjadi bali
• anugraha menjadi anugerah
• pelangit menjadi pelangi.
(18) Kontraksi,
gejala pemendekan atau penyingkatan suatu frase menjadi kata baru.
Contoh :
• tidak ada menjadi tiada
• kamu sekalian menjadi kalian
• kelam harian menjadi kemarin
• bagai itu menjadi begitu
• bagai ini menjadi begini.

Akronim, seperti balita, siskamling, rudal, ampera, pada dasarnya termasuk gejala kontraksi.
(19) Nasalisasi,
atau penyengauan, proses penambahan bunyi sengau atau fonem nasal, yaim /m/, /n/, /ng/, den /ny/.
Contoh :
• me baca menjadi membaca
• pe duduk menjadi penduduk
• pe garis menjadi penggaris.
(20) Palatalisasi,
penambahan fonem palatal /y/ pada suatu kata ketika kata ini dilafalkan.
Contoh :
pada kata ia, dia. pria, panitia, ksatria, bersedia, yang masing-masing dilafalkan /iya/, /priya/, /diya/. /panitiya/, dan /bersediya/. jadi palatalisasi muncul di antara vokal /i/ dan /a/ yang digunakan berdampingan.
(21) Labialisasi,
penambahan fonem labial /w/ di antara vokal /u/ dan /a/ yang berdampingan pads sebuah kata.
Contoh :
pada kata uang, buang, ruang, juang, kualitas, dan lain-lain. Selain itu, labialisasi juga muncul di antara vokal /u/ dan/e/. atau /u/ dan /i/ seperti pada kata frekuensi dan kuitansi. Pada waktu kita lafalkan
kata-kata itu, terasa sekali, bahwa di antara vokal-vokat tersebut
timbul fonem labial /w/, misalnya uang kita lafalkan /uwang/,
(22) Onomatope,
proses pembentukan kata berdasarkan tiruan bunyi-bunyi.
Contoh :
• hura-hura dari hore-hore.
• aum (suara harimau)
• meong (suara kucing)
• embik (suara kambing)
• desis (suara ular)
• desah (suara napas)
• ketuk (bunyi pintu atau meja dipukul dengan jari atau palu)
(23) Haplologi,
proses perubahan bentuk kata yang berupa penghilangan satu suku kata di tengah-tengah kata.
Contoh :
• samanantara menjadi sementara
• mahardhika menjadi merdeka
• budhidaya menjadi budaya





Gejala Bahasa

Protesis (penambahan di awal)
Contoh: mas  emas
lang  elang

Efentesis (penambahan di tengah)
Contoh: kapak  kampak
tubuh  tumbuh

Paragog (di akhir)
Contoh: hulubala  hulubalang
Pengulangan atau penghilangan fonem

Afanesis
Contoh: stani  tani
telentang  tentang

Hapologi (berkurang dua fonem di tengah)
Contoh: baharu  baru

Sinkop
Contoh: sahaya  saya
bahasa  basa
citcit  cicit

Apakop
Contoh: tidak  tida
Import  impor

Assimilasi total
Contoh: ad+simiatio assimilasi  asimilasi
Al+salam  assalam  asalam

Asimilasi parsial/sejalan
Contoh: in+perfect  imperfect  imperfek
P Protesis (penambahan awal)
E Efentesis (penambahan tengah)
P Paragog (penambahan akhir) A Afanesis (pengurangan awal) S Sinkop (pengurangan tengah) AApakop (pengurangan akhir)
H Hapologi (pengurangan dua fonem di tengah)
SSandi
KKontraksi (pemendekan) Contoh: mahardika merdeka
PLEONASME (-)
ANALOGI (+)
HIPERKOTEK (-)
ADAPTASI (+)
KONTAMINASI (-)
Penyerapan bahasa
1. Loan words (kata serapan): Hasil importasi morfosis tanpa substansi
morfemis namun tanpa atau dengan substansi fonemis.

Contoh: oksigen (inggris)
2. Loan blends (campuran serapan): Gabungan hasil substansi dan
importansi morfonis sama dengan modelnya.
Contoh: non baku  non standard
3. Hybrids: Campuran struktur yang tidak sesuai dengan bentuk
modelnya.
Contoh: berambisi  ambisions (inggris)
4. Loan shift: (terjemahan serapan)
-Loan translation umpan balik dan
-Semantic Loan  serapan  borrowing



http://bundaarik.multiply.com/journal/item/29
http://www.scribd.com/doc/8963368/Th-Js-Badudu
http://www.scribd.com/doc/30828869/Gejala-Bahasa

1 komentar:

Nurul Maria Sisilia mengatakan...

assalamualaikum...
salam silaturahim,

postingan yang bermanfaat, terima kasih ya..

mampir-mampir juga
http://nurumarialsisilia.blogspot.com/

^_^