Mencerna apa yang dimakan, menyaring menjadikannya nutrisi, nutrisi kehidupan^^v

Bismillah...proses belajar yang terus-menerus, seharusnya menjadikan diri semakin produktif, insya Alloh...

Senin, 20 Desember 2010

GEJALA BAHASA ARTIKEL

ARTIKEL GEJALA BAHASA INDONESIA
PROBLEM GEJALA BAHASA KONTAMINASI, PLEONASME, HIPERKOREK, SERTA BEBERAPA GEJALA BAHASA YANG LAIN
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Problematika Berbahasa Indonesia





Disusun oleh :
Nama : Ferawati L
Kelas : 5C
Nim : K7108039



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
A. PENDAHULUAN
Perubahan bahasa terjadi karena banyak hal diantaranya karena :
1. Menyamakan sesuatu karena terjadinya kerancuan berbahasa.
2. Memudahkan pelavalan sehingga dalam pengucapannya pun terasa lebih enak.
3. Membetulkan kalimat sesuai dengan TBBBI.

B. PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah problem gejala kontaminasi?
2. Bagaimanakah problem gejala pleonasme?
3. Bagaimanakah problem gejala hiperkorek?
4. Adakah problem gejala bahasa yang lain?

C. METODE
Dalam penulisan artikel gejala bahasa Indonesia ini penulis memilih metode liberaly riset dimana penulis mengkaji permasalahan bersumber dari kajian kepustakaan. Dalam kajian kepustakaan biasanya penulis lebih megutamakan sumber kajian dari buku-buku referensi, ataupun kalau memungkinkan penulis juga mengambil dari perpustakaan on line . Dalam hal ini penulis menganalisis buku Problematika Berbahasa Indonesia karya Prof. St. Y. Slamet, M.Pd. yang diterbitkan pada tahun 2010, beserta buku tulisan Harimurti Kridalaksana dan Alam Sutawijaya. Selain itu, penulis juga mengambil referensi dari internet, diantaranya dari blog penulis di tiyapoenya.blogspot.com.

D. TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan penulis paparkan tentang problematika gejala bahasa Indonesia, yakni gejala bahasa kontaminasi, pleonasme, hiperkorek, serta beberapa gejala bahasa yang lain.

“ PROBLEM GEJALA BAHASA INDONESIA ”

I. Problem Gejala Kontaminasi
Kontaminasi adalah suatu gejala bahasa yang rancu atau kacau susunan, baik susunan kalimat, kata, atau bentukan katanya. Problem tersebut dapat diatasi jika kalimat yang rancu tersebut dikembalikan kepada dua kalimat asal yang betul strukturnya. Demikian juga dengan susunan kata/frasa atau bentukan kata. Gejala bahasa ini dalam bahasa Indonesia di namakan kerancuaan atau disebut juga kekacauan.
Yang dirancukan ialah susunan, atau penggabungannya. Misalnya dua kata yang digabungkan dalam satu gabungan baru yang tidak berpadanan. Gejala kontaminasi ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Problem Kontaminasi kalimat
Pada dasarnya kalimat yang kacau (rancau) dapat dikembalikan kepada dua kalimat asal yang benar susunan (struktur) nya. Susunan tersebut juga bias berupa susunan kata dalam suatu frasa yang rancu. Penyebab timbulnya gejala kontaminasi ini ada dua hal, yaitu: (a) penguasaan penggunaan bahasa seseorang dalam menyusu kalimat, frasa atau menggunakan imbuhan dalam membentuk kata kurang tepat dan (b) seseorang dalam menggabungkan dua bentukan itu melahirkan susunan yang kacau.
Contoh :
Kalimat rancu
a. Di dalam kelas anak-anak dilarang tidak boleh ramai.
b. Nanti sore akan bertanding bulu tangkis antara Indonesia melawan Malaysia.
c. Kepada yang merasa kehilangan kunci mobil, harap datang di pos satpam.
Kalimat-kalimat di atas dikembalikan kepada kalimat asalnya (baku) nya:
a. Di dalam kelas anak-anak dilarang ramai.
Di dalam kelas anak-anak tidak boleh ramai
b. Nanti sore akan diadakan pertandingan bulu tangkis antara Indonesia melawan Malaysia.
c. Kepada yang merasa kehilangan kunci mobil, diberitahukan supaya mengambilnya di pos satpam.

2. Problem Kontaminasi Kata
Di dalam pemakaiaan bahasa sehari-hari, kita sering menjumpai bentukan kata seperti: ’barang kali’ dan ’sering kali’. Bentukan kata ‘barang kali’ tersebut kalau dikembalikan kepada asalnya terjadi dari kata-kata ’berulang-ulang’ dan ’berkali-kali’. Demikian pula bentukan ’sering kali’ kontaminasi dari sering dan banyak kali atau kerap kali atau acap kali. Selain dari kontaminasi, tampak pula bentukan sering kali berupa gejala ’pleonasme’, karena sering artinya banyak kali.
Kata-kata seperti di belakang kali seperti yang sering terdengar,seharusnya di kemudiaan hari. Mungkin itu dirancukan dengan pengaruh kata lain kali.
Contoh:
a. Ani sudah berulang-ulang ayah nasehati, tetapi tidak juga berubah kelakuannya. ( berkali-kali).
b. Sering kali anak itu melanggar tata tertib sekolah. (kerap kali).
c. Jangan biarkan adik makan makanan yang pedas, karena kesehatannya belum puih benar. (tidak boleh).
3. Problem Kontaminasi Kata
Kontaminasi bentukan kata ini sering dijumpai pada bentukan kata dengan imbuhan (afiks). Contoh kata dipelajarkan, dalam kalimat: Di SMA kami dipelajarkan beberapa keterampilan. Bentukan untuk kalimat di atas yang benar adalah diajarkan. Kata dipelajarkan dirancukan bentuk diajarkan dengan dipelajari.
Kata dasar kata bentukan ke samping diberi awalan me- dan akhiran –kan, jadi me + kata + kan menjadi mengatakan, bukan mengkatakan karena hanya fonem /k/ pada awal kata ’kata’ yang luluh menjadi bunyi sengau /ng/ pada kata perlu diluluhkan. Jadi, bentuk mengkatakan adalah rancu dari bentuk-bentuk mengatakan.

II. Problem Gejala Pleonasme
Kata ’pleonasme’ berarati kata-kata yang berlebih-lebihan. Kata tersebut berasal dari kata ’ploenazein’ (bahasa Grika) atau berasal dari kata ’plenasnus’ (bahasa latin). Oleh sebab itu, gejala pleonasme dalam bahasa Indonesia berarti pemakaiaan kata yang berlebih-lebihan, yang sebenarnya tidak perlu.
Penyebab timbulnya problem gejala pleonasme tersebut karena beberapa kemungkinan antara lain:
1) Pembicara tidak tahu bahwa kata-kata yang digunakannya mengungkapkan pengertian yang berlebih-lebihan.
2) Pembicara dengab sengaja sebagai salah satu bentuk gaya bahasa untuk memberikan tekanan pada arti.
3) Pembicara tidak sadar bahwa apa yang diucapkannya itu mengandung sifat berlebih-lebihan.

Ada beberapa contoh gejala pleonasme sebagai berikut:
1. Di dalam satu frasa dua atau lebih kata yang searti,misalnya:
Sejak dari Jakarta ayah sudah kelihatan lemah badannya. (sejak= dari; kata tersebut dipakai salah satu saja).
2. Di dalam satu frasa yang berbentuk jamak masih lagi dinyatakan dua kali, misalnya:
a. Semua anak-anak wajib mengikuti upacara pada hari senin.
b. Para hadirin harap duduk kembali.
Bentukan ”para hadirin”. Bentukan tersebut termasuk gejala pleinasme. Yang di maksudkan gejala pleonasme adalah suatu penggunaan unsure-unsur bahasa secara tidak efektif.
Kata-kata: semua, para di atas, mengandung pengertian jamak, oleh karenanya kata benda yang mengikuti kata-kata tersebut tidak perlu lagi dibuat jamak dengan perulangan.

III. Problem Gejala Hiperkorek
Gejala hiperkorek ini sebagai proses bentukan betul dibalik betul. Problemnya, bentukan yang sudah betul kemudian dibetulkanlagi akhirnya menjadi salah. Gejala hiperkorek selalu menunjukkan sesuatu yang salah, baik ucapan maupun di dalam ejaan(tulisan). Timbulnya gejala hiperkorek ini ada beberapa alasan yang menyebabkan hal tersebut di antaranya:
1. Orang tidak tahu mana yang asli, yang betul, lalu meniru saja yang diucapkan atau yang dituliskan oleh orang lain.
2. Karena gengsi(gagah), ingin hebat.
3. Dari segi linguistic ( f, kh, sy, z) bukan fonem-fonem bahasa Indonesia asli. Itu sebabnya variasi antara f – p, kh – k, sy – s, z – j, tidak menimbulkan perbedaan arti.
Contoh:
a. Sy/ diganti dengan /s/ atau sebaliknya
Syarat dijadikan sarat atau sebaliknya, padahal kedua kata itu masing-masing mempunyai arti yang berbeda. Syarat artinya ketentuan, sarat artinya penuh.
- Kita harus mengikuti syarat itu.
- Mobil itu sarat muatan.
Beberapa contoh gejala hiperkorek dalam bahasa Indonesia yaitu:
1. Gejala hiperkorek /s/ dijadikan /sy/
Contoh: sah – syah, sahadat – syahadat, setan – syetan.
2. Gejala hiperkorek /z/ dijadikan /j/
Contoh: zaman – jaman, izin – ijin, izasah – ijasah, ziarah – jiarah, zenasah – jenasah.
3. Gejala hiperkorek /h/ dijadikan /kh/
Contoh: ihtiar – ikhtiar, hayal – khayal, husus – khusus, ahir – akhir
4. Gejala hiperkorek dengan /au/ pengganti /o, e/
Contoh: taubat – tobat, sentausa – sentosa, tauladan – teladan, taurot – torat, taupan – topan.

IV. Beberapa gejala Bahasa yang lain
a. Gejala Bahasa Metatesis
Metatesis artinya pertukaran (urutan atau tempat) fonem di dalam sebuah kata. Misalnya: berantas menjadi banteras, kerikil menjadi kelikir, kaca menjdi acak, milih menjadi limih.
b. Gejala bahasa adaptasi
Artinya penyesuaian kata-kata serapan yang diambil dari bahasa asing berubah bunyinya sesua dengan penerimaan pendengaran atau ucapab lidah orang indinesia. Misalnya: lobi dari loby(bahasa inggris), klaim dari claim(bahasa inggris), majelis dari majlis (bahasa arab), akal dari a’qal (bahasa arab), karier dari carrier (bahasa belanda), seluler dari celluair (bahasa belanda).
c. Gejala Bahasa Kontraksi
Artinya penghilangan. Gejala kontraksi ini memperlihatkan adanya saty atau lebih fonem yang dihilangkan. Misalnya: rembulan menjadi bulan, mahardika menjadi merdeka, matahari menjadi mentari.
d. Gejala penambahan fonem
Gejala penambahan fonem dapat dibedakan menjadi tiga macam,yaitu:
-gejala protesis adalah penambahan fonem di depan. Misalnya: mas, lang, sa menjadi emas, elang esa.
-gejala epentesis adalah penambahan fonem di tengah. Misalnya: sapu, mukin, sajak menjadi sampu, mungkin, sanjak.
-gejala parogo adalah penambahan fonem di belakang. Misalnya: hulubala, sila, ina menjadi hulu baling, silah, inang.
e. Gejala Penghilangan Fonem
Gejala penghilangan fonem juga dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: penghilangan fonen pada awal kata disebtu afaresis, penghilangan fonem di tengah kata disebut sinkp, penghilangan fonem di akhir kata disebut apokop.
Contoh:
Gejala afaresis: umaju menjadi maju.esa menjadi sa.
Gejala sinkop: bahasa, sahaya, kelemarin memjadi basa, saya, kemarin.
Gejala apakop: eksport menjadi ekspor, import menjadi impor.
f. Gejala bahasa yang lain
• Protesis (penambahan di awal)
Contoh: mas  emas, lang  elang

• Efentesis (penambahan di tengah)
Contoh: kapak  kampak, tubuh  tumbuh
• Paragog (di akhir)
Contoh: hulubala  hulubalang
Pengulangan atau penghilangan fonem
• Afanesis
Contoh: stani  tani, telentang  tentang
• Hapologi (berkurang dua fonem di tengah)
Contoh: baharu  baru
• Sinkop
Contoh: sahaya  saya, bahasa  basa
• Apakop
Contoh: tidak  tida, Import  impor
• Assimilasi total
Contoh: ad+simiatio assimilasi  asimilasi
al+salam  assalam  asalam
• Asimilasi parsial/sejalan
Contoh: in+perfect  imperfect  imperfek










E. DAFTAR PUSTAKA
St.Y. Slamet, 2010. Problematika berbahasa Indonesia. Surakarta: Widya Sari.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik (edisi ke-Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3570-8.
Kridalaksana, Harimurti. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Alam Sutawijaya, dkk. 1996. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan.
www.tiyapoenya.blogspot.com-gejala-bahasa-diunduh tanggal 12 Desember 2010.
http://bundaarik.multiply.com/journal/item/29 -diunduh hari Senin, 21 November 2010.
http://www.scribd.com/doc/8963368/Th-Js-Badudu- diunduh hari Senin, 21 November 2010.
http://www.scribd.com/doc/30828869/Gejala-Bahasa- diunduh hari Senin, 21 November 2010.

Tidak ada komentar: