Mencerna apa yang dimakan, menyaring menjadikannya nutrisi, nutrisi kehidupan^^v

Bismillah...proses belajar yang terus-menerus, seharusnya menjadikan diri semakin produktif, insya Alloh...

Rabu, 01 Juni 2011

PROPOSAL KUANTITATIF EKSPERIMEN

PENGARUH METODE BERMAIN PADA PEMBELAJARAN MENULIS DAN MEMBACA AKSARA JAWA BAGI SISWA KELAS 5 SEKOLAH DASAR SE-KECAMATAN BATURETNO KABUPATEN WONOGIRI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. [1] Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.
Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
[http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa].
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat. Salah satu penjagaan kesadaran terhadap budaya yang beragam di Suku Jawa adalah penjagaan aksara Jawa. Aksara Jawa ini menjadi bukti nyata adanya zaman terdahulu sebelum adanya bangsa Indonesia. Tetapi sekarang banyak masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa kurang mengerti dan dapat menulis aksara Jawa dengan baik dan benar.

Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 31 Mei 2003.

Oleh karena itu, aksara Jawa sebagai salah satu warisan sejarah yang sangat bernilai memerlukan upaya yang serius untuk menjaga dan melestarikannya. Salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu melalui bidang pendidikan.
Namun fenomena yang terjadi saat ini adalah siswa menganggap bahwa pelajaran aksara Jawa adalah pelajaran yang rumit. Aksara Jawa memang memiliki unsur-unsur yang sangat kompleks, antara lain aksara Jawa, sandhangan, pasangan, aksara ganten, pada/tanda baca, angka Jawa, aksara murda dan aksara swara. Aksara Jawa terdiri dari 20 huruf, yaitu: ha na ca ra ka, da ta sa wa la, pa da ja ya nya, ma ga ba ta nga, dengan 20 pasangannya.
Untuk menghasilkan bunyi, aksara Jawa memiliki seperangkat pasangan dan sandhangan yang menyertai suatu huruf baik di bawah, atau di atasnya, atau di samping kiri kanannya. Bentuk aksara Jawa sangat unik dan memiliki nilai estetika yang tinggi sehingga menarik untuk dipelajari. Jika kita telusuri, ternyata ada banyak pihak yang telah mendukung penggunaan aksara Jawa sebagai salah satu aset kebudayaan asli Indonesia. Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNICODE, sebuah lembaga di bawah naungan UNESCO, menetapkan aksara Jawa dan batik sebagai warisan asli budaya Indonesia. [seputar indonesia/suprayitno/rendra hanggara/ant]. Dengan demikian aksara Jawa telah diakui dan setara dengan huruf lain di dunia yakni Latin, China, Arab, dan Jepang. Menanggapi pengakuan yang diberikan oleh UNICODE tersebut, maka pembelajaran aksara Jawa di Sekolah Dasar perlu dikembangkan dengan menemukan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD, yaitu metode bermain karena pada umumnya selama ini siswa masih belajar dalam taraf menghafal saja. Untuk mengatasi masalah itu, perlu usaha keras untuk pelestarian dan pengoptimalisasian penggunaan Aksara Jawa dalam pembelajaran baik oleh dari pelajar, pengajar, maupun pemerintah itu sendiri.
Dewasa ini masyarakat masih menganggap bermain adalah sesuatu yang negatif. Pendapat tersebut muncul dikarenakan orang tua menggap bahwa jika seorang anak sering bermain dia akan malas belajar. Sehingga orang tua lebih sering memeberi les privat kepada anaknya. Untuk meluruskan pandangan skeptis tersebut, menurut Anggani Sudono, diperlukan perubahan pandangan bahwa kegiatan bermain bukan hanya sekedar pengisi waktu luang anak tapi menjadi suatu kebutuhan.
Mengintegrasikan “bermain” pada pembelajaran aksara Jawa akan mempermudah anak dalam memahami materi yang diberikan. Menurut Piaget pada anak usia 4-6 tahun masuk dalam tahapan concrete operasional, pada tahap ini anak akan mudah belajar melalui hal yang nyata dan dilakukannya. Dalam dunia pendidikan metode bermain telah dikenal sebagai salah satu metode yang paling ampuh untuk meningkatkan minat belajar siswa. Penerapan metode bermain pun telah banyak diterapkan pada berbagai mata pelajaran di sekolah. Akan tetapi metode bermain ini masih kurang dioptimalkan sebagai salah satu metode belajar Aksara Jawa.
Merujuk pada UU No.22 tahun 1999 tentang peraturan daerah, UU RI tentang Sisdiknas pasal 37 ayat 1 dan pasal 38 ayat 2, serta PP RI No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, keberadaan dan pemberlakuan UU tersebut menuntut para pendidik untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Untuk itu, guru harus dapat menggunakan berbagai metode mengajar yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Metode bermain merupakan salah satu metode yang dikembangkan dari pendekatan Paikem Gembrot dengan kepanjangan dengan kepanjangan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, gembiran serta berbobot menjadi prioritas utama. Bermain bukan merupakan suatu yang baru bagi anak-anak Indonesia. Bermain akan menjadi suatu pembelajaran inovatif yang akan memberikan kontribusi yang luar biasa. Melalui metode bermain, kegiatan pembelajaran tidak hanya menitik beratkan pada aspek kognitifnya saja. Akan tetapi saraf motorik anak juga akan bekerja sehingga akan terwujud kesimbangan otak kanan dan otak kirinya. Untuk itu sangat perlu membiasakan para guru menggunakan pembelajaran inovatif serta kreatif seperti metode bermain dalam mengajar siswanya.

Menurut Supriadi (1985) mengidentifikasi 24 ciri kepribadian kreatif yaitu:
a. terbuka terhadap pengalaman baru,
b. fleksibel dalam berfikir dan merespons;
c. bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan;
d. menghargai fantasi;
e. tertarik kepada kegiatan-kegiatan kreatif;
f. mempunyai pendapat sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain;
g. mempunyai rasa ingin tahu yang besar;
h. toleran terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti;
i. berani mengambil risiko yang diperhitungkan;
j. percaya diri dan mandiri;
k. memiliki tanggung jawab dan komitmen kepada tugas;
l. tekun dan tidak mudah bosan;
m. tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah;
n. kaya akan inisiatif;
o. peka terhadap situasi lingkungan;
p. lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan dari pada masa lalu;
q. memiliki citra diri dan stabilitas emosional yang baik;
r. tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistik dan mengandung teka-teki;
s. memiliki gagasan yang orisinal;
t. mempunyai minat yang luas;
u. menggunakan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi pengembangan diri;
v. kritis terhadap pendapat orang lain;
w. senang mengajukan pertanyaan yang baik; dan
x. memiliki kesadaran etik-moral dan estetik yang tinggi.

Penelitian ini menurut penulis sangat penting bagi kelestraian kebudayaan Jawa dalam hal aksara Jawa mengingat beberapa hal antara lain:
1. Melestarikan aksara Jawa melalui pendidikan dasar dengan metode bermain.
2. Menunjukkan adanya tindak lanjut dari dunia pendidikan terhadap penetapan aksara Jawa oleh UNESCO sebagai aset budaya asli Indonesia.
3. Mengoptimalkan peranan pembelajaran aksara Jawa di Sekolah Dasar dengan menggunakan metode yang sesuai.

Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka penulis mencoba mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Metode Bermain pada Pembelajaran Menulis dan Membaca Aksara Jawa bagi Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar se-Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri”. Dengan ini penulis berharap akan terus menjaga kelestarian aksara Jawa dikancah dunia pendidikan.
Adapun penelitian ini kan dilaksanakan di Kabupaten Wonogiri dengan mengambil sample yang berasal dari informasi:

Jumlah Sekolah Dasar se-Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011


Kecamatan Sekolah Dasar
Jumlah Sekolah Jumlah Siswa
1.Pracimantoro 54 5.382
2.Paranggupito 19 1.619
3.Giritontro 18 1.737
4.Giriwoyo 37 3.168
5.Batuwarno 19 1.490
6.Karangtengah 19 2.111
7.Tirtomoyo 43 4.565
8.Nguntoronadi 24 1.994
9.Baturetno 38 4.148
10.Eromoko 43 3.637
11.Wuryantoro 25 2.211
12.Manyaran 35 3.282
13.Selogiri 33 3.322
14.Wonogiri 54 7.737
15.Ngadirojo 41 4.803
16.Sidoharjo 33 4.159
17.Jatiroto 33 3.849
18.Kismantoro 27 3.891
19.Purwantoro 35 5.271
20.Bulukerto 25 3.388
21.Puhpelem 14 1.824
22.Slogohimo 39 5.141
23.Jatisrono 37 5.995
24.Jatipurno 28 3.694
25.Girimarto 35 3.772

Sumber Data Wonogiri Dalam Angka Tahun 2011


B. ldentifikasi Masalah
Adapun masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan berdasarkan latar belakang di atas antara lain:
1. Adanya asumsi pada peserta didik bahwasannya pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa pada pelajaran Bahasa Jawa.
2. Metode bermain pada anak usia pendidikan dasar belum belum dapat teraplikasi dengan baik dilingkungan sekolah.
3. Kurangnya sosialisasi penggunaan metode inovatif di Sekolah Dasar.

C. Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya keterbatasan peneliti antara lain waktu penelitian, dana operasional, dan kompetensi diri peneliti, maka penelitian ini dibatasi hanya dalam masalah tentang mencari pengaruh metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siswa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, permasalahan pada judul “Pengaruh Metode Bermain pada Pembelajaran Menulis dan Membaca Aksara Jawa bagi Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar se-Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri” maka dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siwa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri?
2. Seberapa signifikankah pengaruh metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siwa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah pada Judul tulisan “Pengaruh Metode Bermain pada Pembelajaran Menulis dan Membaca Aksara Jawa bagi Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar se-Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri” di atas, adapun tujuan penelitian ini yang dapat penulis sampaikan antara lain:
1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siwa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri.
2. Mengetahui besarnya pengaruh metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siwa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wacana bagi mahasiswa calon pendidik, pendidik/guru dan LPTK untuk dapat memperluas wawasan kaitannya dengan pengaruh metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siwa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri.
2. Manfaat Praktis
1. Bagi tenaga pengajar/dosen LPTK, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan motivasi untuk mengembangkan kualitas SDM calon pendidik mengenai pengaruh metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siwa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri.
2. Bagi LPTK, penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala keilmuan tentang pengaruh metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siwa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri.
3. Bagi pendidik/calon pendidik, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana bimbingan dan pemberian layanan pendidikan yang proporsional kaitannya dengan metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siwa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri.















BAB II
LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka
1. Aksara Jawa
Aksara Jawa dikenal sebagai tulisan Pegon atau Arab Gundul dan mulai digunakan setelah masuknya agama islam ke Pulau Jawa. Sejak itu penyesuaian telah dilakukan selaras dengan lidah orang Jawa, namun keaslian hurufnya masih dikekalkan.

Aksara Jawa bukan saja digunakan sebagai sarana ilmu, tetapi juga sebagai wadah kelestarian hidup, seperti mencari jodoh untuk pasangan baru yang akan mendirikan rumah tangga, mengobati berbagai penyakit dan membuat barang dagangan lebih laris dijual. Pada umumnya, aksara Jawa coba dicarikan suatu keserasian, dengan fahaman yang diamati seperti fungsi Alif, sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (Noriah Mohamed, 2001).

Banyak bangsa beradab yang masih memanfaatkan tulisan gambar dalam tradisi tulis menulisnya. Bangsa Jepang yang maju industrinya masih memanfaatkan aksara kanjinya dalam tradisi komunikasi tertulisnya, demikian juga dengan Cina, Korea, negara-negara di Timur Tengah. Akan tetapi orang-orang Jawa bersikukuh dengan huruf latinnya, sementara mereka juga memiliki aksara Jawa. Untuk itu, generasi muda harus dapat mem"feysyen"kan aksara Jawa dalam pergaulannya seperti halnya terjadi negara-negara maju. Jepang begitu fashionable dengan kanji, Arab Saudi fashionable dengan huruf Arab, India yang maju industri filmnya juga fashionable dengan huruf Hindinya, dan sebagainya. Jika saja aksara Jawa dapat digunakan seperti halnya aksara Hindi(India), huruf Arab, ataupun layaknya huruf Kanji Jepang, tidak menutup kemungkinan negara kita telah maju selangkah lagi dalam pembudidayaan khasanah budaya lokal dengan aksara Jawa-nya.

2. Kemampuan Membaca
Baca (membaca) oleh Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:62) diartikan (1)melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis, dan (2)mengeja atau melafalkan apa yang ditulis.

Pembelajaran membaca bertujuan untuk melatih siswa untuk memperoleh informasi secara detail dan mengkomunikasikan kepada orang lain dengan bersuara. Im Tri Suyoto (2006:1-5)
Dari pengertian-pengertian di atas, maka keterampilan membaca dapat diartikan sebagai kecakapan mengeja atau melafalkan lambang grafis (huruf atau angka) untuk memahami isi dan menyampaikannya kepada orang lain.
Lebih lanjut Depdiknas (2002:39-40) menjelaskan bahwa salah satu kompetensi dasar kemampuan membaca adalah menyusun huruf menjadi suku kata, kata, dan kalimat.

3. Kemampuan Menulis
Tulis (menulis) oleh Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:968) diartikan (1)membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya), dan (2)melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Kemudian Im Tri Suyoto (2006:1-5) menjelaskan bahwa menulis pada hakikatnya adalah menyampaikan ide atau gagasan dan pesan dengan menggunakan lambang grafis (tulisan).
Dari uraian di atas maka keterampilan menulis dapat diartikan sebagai sebuah kecakapan untuk menyampaikan/melahirkan gagasan/ide/pikiran dengan menggunakan lambang huruf atau angka.
Lebih lanjut Depdiknas (2002:39-40) menjelaskan bahwa salah satu kompetensi dasar kemampuan menulis adalah menulis huruf, suku kata, dan kata menggunakan ejaan yang benar dan tanda baca.

4. Muatan Lokal
Muatan lokal dapat diartikan sebagai program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah yang perlu diajarkan kepada siswa. Isi dalam pengertian di atas adalah bahan pelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan muatan lokal Sedangkan media penyampaian merupakan metode dan sarana yang digunakan dalam penyampaian isi muatan lokal.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Keberadaan muatan local merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak dapat terpusat, dimana dalam upaya penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkatkan relevansi terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikulum nasional yang sedang diusung. Dalam hal ini muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester.

5. Metode Bermain
Permainan, bermain atau padanan kata dalam Bahasa Inggris disebut “games”(kata benda), “to play”(kata kerja), “toys”(kata benda) ini berasal dari kata “main”. Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata main berarti “melakukan perbuatan untuk tujuan bersenang-senang (dengan alat-alat tertentu atau tidak); berbuat sesuatu dengan sesuka hati, berbuat asal saja”. Dan dalam dunia psikologi kegiatan bermain dipandang sebagai “suatu kegiatan (atau lebih luasnya aktivitas) yang mengandung keasyikan (fun) dan dilakukan atas kehendak diri sendiri, bebas tanpa paksaan dengan bertujuan untuk memperoleh kesenangan pada waktu mengadakan kegiatan tersebut. ”Dari pengertian itu, makna permainan atau bermain sering dimaksudkan dengan suatu aktivitas yang bernada “negatif” (kurang berarti) setidaknya dilihat dari fungsi; seperti kegiatan bernuansa “canda”, “senda gurau” dan lebih jauhnya: tidak serius, tidak sungguh-sungguh, menghamburkan waktu efektif dan uang, asal-asalan dan seterusnya yang mengarah pada suatu aktivitas atau kegiatan yang “tidak berguna dilakukan dan berkaitan dengan hal remeh temeh atau tidak berarti sama sekali”.
Permainan, terutama bagi kebanyakan orang tua sekarang ini masih dianggap suatu hal yang merugikan dan dapat membodohkan anaknya. Mereka lebih memilih menyuruh anak-anaknya, terutama dalam hubungan belajar, les atau privat dibandingkan dengan membiarkannya secara alami bermain. Para orang tua sekarang lebih memilih memberi beban kepada anak-anaknya dengan seabrek tugas pekerjaan rumah(PR) daripada bermain. Mereka merasa khawatir apabila kelak anaknya sudah besar, menjadi orang yang tidak bisa apa-apa karena kebanyakan bermain. Padahal tindakan para orang tua tersebut sebenarnya bukan demi kepentingan anak melainkan demi memenuhi kepentingan ambisinya agar si anak menjadi apa yang diinginkan. Untuk meluruskan pandangan skeptis tersebut, menurut Anggani Sudono, diperlukan perubahan pandangan bahwa kegiatan bermain bukan hanya sekedar pengisi waktu luang anak tapi menjadi suatu kebutuhan. Apabila kebebasan bermain tersebut atau spontanitas-nya ditunda, maka di masa selanjutnya daya kreatif, imajinasi, bahkan kemampuan belajar anak akan mengalami hambatan yang akibatnya bisa serius. Lebih jauh lagi menurut pelopor pendidikan, Friederich Froebel, menyatakan bahwa “setiap anak harus mendapat kesempatan untuk bemain. Bermain adalah hak yang tidak boleh diasingkan dari seorang anak, apabila diinginkan pertumbuhan dan perkembangan (belajar) anak secara wajar. (Sumber: materi diklat TOT II BPKB Prop. DIY)
Metode bermain merupakan suatu sekumpulan permainan yang dimainkan baik dengan alat atau tanpa alat yang dilakukan oleh anak-anak di nusantara. Artinya bermain sangat erat kaitanya dengan kehidupan anak, dari bermain ini anak belajar banyak hal, seperti bagaimana cara anak sosialisasi, kerjasama dan saling membantu sesama(teman sebaya). Insya Alloh akan banyak nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.
Sementara menurut Piaget anak usia 4-6 tahun adalah memasuki fase perkembangan intelektual secara konkret(nyata). Anak pada usia ini lebih mudah memahami pembelajaran yang diaplikasikan secara nyata atau disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari. Belajar sambil melakukan(learning by doing) memiliki keefektifitasan yang tinggi bila dibanding dengan pembelajaran konvensional. Menurut para ahli belajar sambil melakukan dapat menyerap informasi sebanyak 90%.

B. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian Rusnilawati (2011) dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara kemampuan membaca dan menulis Aksara Jawa melalui pengembangan metode pembelajaran yang inovatif misalnya dengan metode permainan kartu bridge pada siswa di sekolah dasar.

C. Kerangka Berpikir
Model pembelajaran yang inovatif memberikan banyak masukan terhadap dunia pendidikan. Salahsatunya melalui model pembelajaran inovatif dalam pembelajaran Bahasa Jawa dalam pembelajaran membaca dan menulia aksara Jawa di Sekolah Dasar.
Merujuk pada UU No.22 tahun 1999 tentang peraturan daerah, UU RI tentang Sisdiknas pasal 37 ayat 1 dan pasal 38 ayat 2, serta PP RI No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, keberadaan dan pemberlakuan UU tersebut menuntut para pendidik untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Untuk itu, guru harus dapat menggunakan berbagai metode mengajar yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Metode bermain merupakan salah satu metode yang dikembangkan dari pendekatan Paikem Gembrot dengan kepanjangan dengan kepanjangan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, gembiran serta berbobot menjadi prioritas utama. Bermain bukan merupakan suatu yang baru bagi anak-anak Indonesia. Bermain akan menjadi suatu pembelajaran inovatif yang akan memberikan kontribusi yang luar biasa. Melalui metode bermain, kegiatan pembelajaran tidak hanya menitik beratkan pada aspek kognitifnya saja. Akan tetapi saraf motorik anak juga akan bekerja sehingga akan terwujud kesimbangan otak kanan dan otak kirinya. Untuk itu sangat perlu membiasakan para guru menggunakan pembelajaran inovatif serta kreatif seperti metode bermain dalam mengajar siswanya.
Dari uraian di atas, maka diduga ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siswa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri. Adapun pengaruh tersebut diilustrasikan seperti paradigma penelitian seperti pada gambar berikut:









Keterangan:
X1 : kemampuan membaca aksara Jawa(variabel bebas)
X2 : kemampuan menulis aksara jawa(variabel bebas)
Y : metode bermain(variable terikat)

D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Adanya pengaruh metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siwa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri.
2. Adanya pengaruh yang sangat besar dengan penerapan metode bermain pada pembelajaran menulis dan membaca aksara Jawa bagi siwa kelas 5 Sekolah Dasar se-kecamatan Baturetno kabupaten Wonogiri.




BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri. Adapun data jumlah sekolah dasar se-kabupaten Wonogiri pada tahun pembelajaran 2010-2011 adalah sebagai berikut ini:

Jumlah Populasi SD Negeri Kabupaten Wonogiri

Kecamatan Sekolah Dasar
Jumlah SD Jumlah Siswa
1.Pracimantoro 54 5.382
2.Paranggupito 19 1.619
3.Giritontro 18 1.737
4.Giriwoyo 37 3.168
5.Batuwarno 19 1.490
6.Karangtengah 19 2.111
7.Tirtomoyo 43 4.565
8.Nguntoronadi 24 1.994
9.Baturetno 38 4.148
10.Eromoko 43 3.637
11.Wuryantoro 25 2.211
12.Manyaran 35 3.282
13.Selogiri 33 3.322
14.Wonogiri 54 7.737
15.Ngadirojo 41 4.803
16.Sidoharjo 33 4.159
17.Jatiroto 33 3.849
18.Kismantoro 27
3.891
19.Purwantoro 35 5.271
20.Bulukerto 25 3.388
21.Puhpelem 14 1.824
22.Slogohimo 39 5.141
23.Jatisrono 37 5.995
24.Jatipurno 28 3.694
25.Girimarto 35 3.772

Sumber Data Wonogiri Dalam Angka Tahun 2011

Dengan objek penelitiannya adalah siswa kelas 5 dari sekitar 38 sekolah dasar negeri di kecamatan Baturetno. Dengan waktu pelaksanaan selama tiga bulan aktif, artinya bulan dalam kalender pembelajaran aktif pada tahun 2011.

B. Populasi dan Sampel
1. Populasi dan Sampling
Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif dan karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi (Sudjana, 1992: 6).

Ari Kunto (2005:117) mengatakan bahwa “sampel adalah sebagian dari populasi”. Sampel penelitian sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel Nasution (2005:135) menyatakan bahwa, “…mutu penelitian tidak selalu ditentukan oleh besarnya sampel, akan tetapi oleh kokohnya dasar – dasar teorinya, oleh desain penelitiannya, serta mutu pelaksanaan dan pengolahanya.”

Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel, Arikunto (2005:120) mengemukakan bahwa “untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitan populasi. Selanjutnya jika subyek besar, dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih.
Berdasar pernyataan di atas, karena populasi dalam penelitian ini lebih dari 100 orang, maka penarikan sampel dalam penelitian menggunakan sampel secara acak (Random Sampling). Sedangkan Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus dari Taro Yamene atau Slovin dalam (Riduwan, 2007:65) sebagai berikut:



Keterangan:
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
d2 : presisi( ditetapakan 10% denagn tingkat kepercayaan 95%)
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:

n= N/Nd2-1
= 4148/(4148).0,12-1
= 4148/41,48 – 1
= 99 responden.

2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel penelitian terdiri dari dua variabel yaitu, variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel). Dalam penelitian ini variabel bebas meliputi kinerja kepala sekolah dan kinerja guru sedangkan variabel terikat yakni mutu lulusan.
Definisi operasional variabel bertujuan untuk menjelaskan variabel yang di teliti. Adapun definisi operasional dalam penelitian ini yaitu:
1) Kemampuan membaca aksara Jawa(X1) adalah suatu kemampuan peserta didik dalam membaca aksara Jawa pada pembelajaran bahasa Jawa. Dari beberapa pengertian membaca yang telah diungkapkan di atas, sehingga keterampilan membaca dapat diartikan sebagai kecakapan mengeja atau melafalkan lambang grafis (huruf atau angka) untuk memahami isi dan menyampaikannya kepada orang lain.
Lebih lanjut Depdiknas (2002:39-40) menjelaskan bahwa salah satu kompetensi dasar kemampuan membaca adalah menyusun huruf menjadi suku kata, kata, dan kalimat, dalam hal ini ketrampilan membaca aksara Jawa.
2) Kemampuan menulis aksara Jawa(X2) adalah suatu kemampuan peserta didik dalam menulis aksara Jawa pada pembelajaran bahasa Jawa. Dari beberapa pengertian membaca yang telah diungkapkan di atas, sehingga ketrampilan menulis dapat diartikan sebagai sebuah kecakapan untuk menyampaikan/melahirkan gagasan/ide/pikiran dengan menggunakan lambang huruf atau angka.
Lebih lanjut Depdiknas (2002:39-40) menjelaskan bahwa salah satu kompetensi dasar kemampuan menulis adalah menulis huruf, suku kata, dan kata menggunakan ejaan yang benar dan tanda baca. dalam hal ini ketrampilan menulis aksara Jawa.
3) Metode bermain(Y) adalah penggunaan metode pembelajaran yang inovatif sebagai sebuah standardisasi pencapaian standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh pengelolaan pendidikan.
Metode bermain merupakan suatu sekumpulan permainan yang dimainkan baik dengan alat atau tanpa alat yang dilakukan oleh anak-anak di nusantara. Artinya bermain sangat erat kaitanya dengan kehidupan anak, dari bermain ini anak belajar banyak hal, seperti bagaimana cara anak sosialisasi, kerjasama dan saling membantu sesama(teman sebaya). Insya Alloh akan banyak nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.

3. Instrument Penelitian
Pengembangan instrument ditempuh melalui beberapa cara, yaitu:
a. Menyusun indikator variabel penelitian
b. Menyusun kisi-kisi instrument
c. Melakukan uji coba instrument dan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas.

1) Kemampuan Membaca Aksara Jawa (X1)
Data yang dihasilkan dari penyebaran angket berskala pengukuran ordianal. Angket yang disebarkan menggunakan Skala Likert dengan kisaran secara kontinus 1-5 dengan alternative jawaban sebagai jawaban sebagai berikut:
5 = Sangat Tinggi
4 = Tinggi
3 = Cukup
2 = Rendah
1 = Sangat Rendah
2) Kemampuan Menulis Aksara Jawa (X1)
Data yang dihasilkan dari penyebaran angket berskala pengukuran ordianal. Angket yang disebarkan menggunakan Skala Likert dengan kisaran secara kontinus 1-5 dengan alternative jawaban sebagai jawaban sebagai berikut:
5 = Sangat Tinggi
4 = Tinggi
3 = Cukup
2 = Rendah
1 = Sangat Rendah

C. Teknik Pengumpulan Data
Nasir (2003:283) menyatakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan alat-alat ukur yang diperlukan dalm melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan dan beragam fakta yang berpengaruh dengan focus penelitian yang diteliti. Sepengaruh dengan pengertian teknik pengumpulan data dan wujud data yang akan dikumpulkan maka dalam penelitian ini digunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu studi dokumentasi dan angket.
1. Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan sebagai cara mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun diinstansi lain yang ada pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi ditujukan untuk mempengaruhi datalangsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku, laporan kegiatannyadi instansi/lembaga yang relevan dengan focus penelitian.
2. Teknik Angket
Angket yakni cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar isian atau daftar pertanyaan yang telah disiapkan sedemikian rupa sehingga calon responden hanya tinggal mengisi atau menandainya dengan mudah dan cepat (Sudjana, 1992: 6).

D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah analisi korelasi product moment. Menurut Riduwan (2009:94) analisis korelasi product moment memiliki persyaratan yaitu:
a) Sampel data dipilh secara random
b) Mempunyai pasangan yang sama
c) Data berdistribusi normal
d) Data berpola linear
Analisis ini akan digunakan dalam menguji besarnya hubunngan yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi dari hubungan kausal antar variable X1 dan X2 terhadap Y.

Tidak ada komentar: