Kelima : Arisan Keluarga, Halal Bihalal dan Reuni dengan Teman
Masa sepekan lebaran di kampung biasanya orang-orang disibukkan dengan serangkaian agenda lebaran yang khas, yaitu kumpul-kumpul bersama sanak keluarga atau juga teman lama. Karenanya, serangkaian acara pun banyak dicanangkan pada hari-hari ini, khususnya yang berlabel Arisan Keluarga, Halal Bihalal dan Reuni dengan teman lama. Khusus tentang halal bihalal, terkadang sepanjang Syawal pun masih banyak instansi dan organisasi yang mengadakan. Biasanya acara intinya adalah makan-makan dan salaman yang diselingi dengan siraman rohani tentang makna idul fitri dan silaturahmi. Arisan Keluarga biasanya mengumpulkan keluarga besar dengan trah tertentu, maka berkumpullah wajah-wajah yang mungkin hanya dikenal nama bapak atau mbahnya. Suasana anak-anak kecil berlarian pun menjadi biasa.
Khusus masalah Arisan Keluarga Besar ini, mari kita niatkan menyambung silaturahmi kepada kerabat, dan juga sebagai bentuk bakti kita kepada orangtua yang sudah meninggal, misalnya. Karena sesungguhnya diantara bentuk berbuat baik kepada kedua orang tua, adalah seseorang menyambung silaturahmi kepada orang yang dicintai kedua orang tuanya setelah dia wafat. (HR.Muslim). Dalam riwayat lain juga disebutkan : Ketika kami sedang duduk bersama Rasul, tiba-tiba datang seseorang dari bani Salmah. Ya Rasulullah, apakah masih bisa berbuat baik kepada kedua orang tua yang sudah wafat?. Nabi menjawab, "Bisa, Yaitu mendo'akan mereka, meminta ampunan kepada Allah untuknya, memenuhi janjinya, menyambung silaturahmi kepada (sahabatnya) dan memuliakan sahabat keduanya". (Abu daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)
Adapun halal bihalal dan reuni secara umum, adalah kesempatan untuk bernostalgia bertemu sahabat dan teman lama. Maka itu akan menjadi sebuah kenikmatan dan kebaikan secara umum, asalkan kita manfaatkan untuk berbagi kisah kehidupan dalam rangka nasehat menasehati dalam kesabaran dan kebaikan. Tak kurang seorang Umar bin Khotob pun merindukan forum-forum semacam itu, bahkan menjadikannya lebih betah menjalani kehidupan di dunia ini. Ia mengatakan : " Seandainya bukan karena tiga hal, niscaya aku ingin menghadap Allah (mati), (dalam riwayat : niscaya aku tidak suka tetap di dunia ini) yaitu karena Aku berjihad di jalan Allah, meletakkan keningku di tanah untuk bersujud kepada Allah, dan duduk bersama orang-orang yang memetik perkataan yang baik, sebagaimana dipetiknya buah yang ranum ".(HR Ahmad)
Karenanya, tradisi kumpul-kumpul semacam Arisan Keluarga, Halal Bihalal dan Reuni harus bisa kita niatkan dan maknai kebaikan sebagaimana disebutkan di atas, tentu saja dengan tetap menjaga adab-adab pertemuan dan majlis, seperti larangan bercampur (ikhtilat) antara laki-laki perempuan, dan makanan minuman yang haram atau berlebihan dalam kemewahan.
Keenam : Tradisi Rekreasi dan Bergembira
Bagi masyarakat kita, lebaran juga berarti liburan. Maka kita bisa lihat dengan mudah bagaimana tempat-tempat rekreasi dan wisata begitu penuh berlimpah pengunjung. Semuanya terlihat bergembira bersama keluarga. Menuntaskan kebahagiaan hati di hari yang fitri. Syariat kita yang indah sesungguhnya sejak awal menjadikan hari raya untuk bergembira. Tiada perlu susah gelisah diperlihatkan pada hari ini. Sebaliknya, aura kegembiraan harus selalu menjadi ciri setiap mukmin di hari ini.
Kisah dari Aisyah ra dibawah ini menyebutkan kebolehannya bergembira dan menghibur diri di hari raya. Suatu ketika hari raya ‘Idul Adha, terdapat dua orang anak perempuan yang menyanyikan nyanyian orang-orang Anshor ketika terjadi peperangan Bu’ats. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat itu masuk dan berbaring di atas tempat tidur seraya memalingkan wajahnya. Ayah istri tercinta Rasul dan merupakan orang yang paling dicintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masuk dan melihat anak-anak yang sedang bernyanyi itu pun seketika marah dan menghardik : “Seruling setan ada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam??!! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar itu menghadap Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan bersabda, “Biarkan mereka berdua.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum itu memiliki hari raya dan ini adalah hari raya kita.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bahkan dalam kesempatan lain, Rasulullah SAW secara khusus berkesempatan untuk menonton tontonan berdua bersama Aisyah sang istri tercinta. Gambaran unik, gembira dan romantisnya mereka berdua bisa dengan mudah kita tangkap dalam riwayat di bawah ini :
Dari Aisyah ra, ia menceritakan : Ketika itu hari ied, orang-orang Sudan bermain denga perisai dan pedangnya. (Aku lupa) apakah aku yang meminta, ataukah Rasul yang menawarkan : Apakah engkau berhasrat menontonnya ? Maka aku berkata : Ya. Lalu beliau mendirikan aku di belakangnya, dan menempelkan pipiku dengan pipinya. Dan Rasul bersabda ke pada mereka : Teruskan wahai Bani Arfidah ! Hingga aku merasa bosan, beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berkata : Sudah cukup bagimu ? Aku berkata : Ya, Lalu beliau bersabda : Maka menyingkirlah (HR Bukhori dan Muslim)
Akhirnya, rangkaian tradisi lebaran sudah banyak kita kupas dan bahas dengan sederhana. Sungguh tiada maksud untuk menyatakan bahwa semua hal bisa diperbolehkan di hari raya, tapi jauh lebih penting dari itu adalah : bagaimana sesuatu tradisi lebaran yang mubah dan indah, bisa lebih bermakna ibadah saat kita dampingi dengan niatan yang baik. Semoga kita mampu menjalankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar