Proses dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran Model Manajemen Mutu Terpadu
I. Pendahuluan
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan merupakan kegiatan universal yang ada dalam kehidupan manusia. Di manapun di dunia terdapat masyarakat, disanalah terdapat pendidikan. Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing bangsa atau masyarakat menyebabkan adanya perbedaan penyelenggaraan termasuk perbedaan sistem pendidikan[1].
Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis. Hal ini dimengerti karena pendidikan harus selalu disesuaikan dengan semangat zaman agar selalu sesuai dengan tuntutan zaman yang selalu mengalami perkembangan[2]. Reformasi pendidikan merupakan respon – baik secara proaktif maupun reaktif – sekaligus suatu keniscayaan terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraan hidup di masa depan.
Undang – undang sisdiknas tahun 2003 menyatakan pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak, sehat beriman, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[3].
Salah satu aspek penting dalam pendidikan adalah proses pembelajaran. Aspek ini seringkali memang menjadi fokus penting dalam pendidikan. Bahkan pendidikan, walaupun memiliki makna yang luas, lebih cenderung dimaknai sebagai proses pembelajaran an sich. Namun demikian, pembelajaran yang selama ini sudah dan sedang dilakukan, belum menyentuh substansi serta harapan yang ingin dicapai. Pembelajaran yang dilakukan hanya merupakan pembelajaran asal-asalan yang tidak mempunyai dasar pijakan yang kuat, sehingga pembelajaran tidak memenuhi harapan stake holder pendidikan karena dipandang tidak memiliki mutu yang baik dan menghasilkan output dengan mutu yang tidak baik pula. Dalam konteks inilah, Manajemen Mutu Terpadu (MMT) memiliki signifikansi implementasi dalam ranah pembelajaran.
II. Tentang Pembelajaran
a) Definisi Pembelajaran
Interaksi antarmanusia dapat terjadi dalam berbagai segi kehidupan di belahan bumi, baik dibidang pendidikan,ekonomi, sosial, politik budaya, dan sebagainya. Interaksi di bidang pendidikan dapat diwujudkan melalui interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan masyarakat , guru dengan guru, guru dengan masyarakat disekitar lingkungannya.
Apabila dicermati proses interaksi siswa dapat dibina dan merupakan bagian dari proses pembelajaran, seperti yang dikemukakan oleh Corey (1986 ) dalam Syaiful Sagala dikatakan bahwa[4] :
“ Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi- kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.”
Selanjutnya Syaiful Sagala , menyatakan bahwa pembelajaran mempunyai dua karakteristik, yaitu[5] :
“ Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses berfikir. Kedua , dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses Tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir siswa , yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. “
Dari uraian diatas, proses pembelajaran yang baik dapat dilakukan oleh siswa baik didalam maupun diluar kelas, dan dengan karakteristik yang dimiliki oleh siswa diharapkan mereka mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman- temannya secara baik dan bijak.
Dengan intensitas yang tinggi serta kontinuitas belajar secara berkesinambungan diharapkan proses interaksi sosial sesama teman dapat tercipta dengan baik dan pada gilirannya mereka saling menghargai dan menghormati satu sama lain walaupun dalam perjalanannya mereka saling berbeda pendapat yang pada akhirnya mereka saling menumbuhkan sikap demokratis antar sesama.
b) Pergeseran Paradigma Pembelajaran
Paradigma metodologi pendidikan saat ini disadari atau tidak telah mengalami suatu pergeseran dari behaviorisme ke konstruktivisme yang menuntut guru dilapangan harus mempunyai syarat dan kompetensi untuk dapat melakukan suatu perubahan dalam melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Guru dituntut lebih kreatif, inovatif serta menempatkan siswa tidak hanya sebagai objek belajar tetapi juga sebagai subjek belajar dan pada akhirnya bermuara pada proses pembelajaran yang menyenangkan, bergembira, dan demokratis yang menghargai setiap pendapat sehingga pada akhirnya substansi pembelajaran benar-benar dihayati[6].
Sebelumnya, paradigma pembelajaran yang berkembang merupakan paradigma yang memandang pembelajaran sebagai transformasi pengetahuan an sich. Dalam istilah lain, pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher centered). Oleh karena guru yang menjadi pusat segalanya, maka merupakan hal yang lumrah saja jika murid-murid kemudian mengidentifikasikan diri seperti gurunya sebagai prototipe manusia ideal yang harus ditiru dan digugu, harus diteladani dalam semua hal. Freire menyebut pendidikan semacam itu menciptakan “nekrofili” dan bukannya melahirkan “biofili”[7].
Implikasinya lebih jauh adalah bahwa pada saatnya nanti murid-murid akan benar-benar menjadikan diri mereka sebagai duplikasi guru mereka dulu, dan pada saat itulah akan lahir lagi generasi baru manusia-manusia penindas. Jeka diantara mereka ada yang menjadi guru atau pendidik, maka daur penindasan segera dimulai dalam dunia pendidikan, dan demikian terjadi seterusnya. Sistem pendidikan, karena itu, menjadi sarana terbaik untuk memelihara keberlangsungan status-quo sepanjang masa, bukan menjadi kekuatan penggugah (subversive force) ke arah perubahan dan pembaharuan. Bagi Freire, sistem pendidikan sebaliknya justru harus menjadi kekuatan penyadar dan pembebas umat manusia. Sistem pendidikan mapan selama ini telah menjadikan anak-didik sebagai manusia-manusia yang terasing dan tercerabut (disinherited masses) dari realita dirinya sendiri dan realitas dunia sekitarnya, karena ia telah mendidik mereka menjadi ada dalam artian menjadi seperti yang berarti menjadi seperti orang lain, bukan menjadi dirinya sendiri[8].
Dalam bidang pembelajaran, filsafat konstruktivisme sangat mempengaruhi profesi guru sebagai pengajar dan pendidik. Filsafat konstruktivisme secara kuat mengubah paradigma pembelajaran baik bagi siswa maupun guru. Secara singkat, siswa hanya dapat mengerti bila mereka sendiri belajar dan membangun pengetahuan mereka (konstruksi). Maka tugas guru bukan lagi sebagai pentransfer pengetahuan dari otaknya kepada otak siswa. Tugas guru berubah menjadi lebih sebagai fasilitator yang membantu agar siswa sendiri belajar dan menekuni bahan. Maka ada perubahan paradigma dalam pembelajaran, dari model guru aktif dan siswa pasif, menajadi siswa aktif belajar dan guru sebagai fasilitator yang membantu[9].
Kita yakin pada saat ini banyak guru yang telah melaksanakan teori konstruktivisme dalam pembelajaran di kelas tetapi volumenya masih terbatas, karena kenyataan dilapangan kita masih banyak menjumpai guru yang dalam mengajar masih terkesan hanya melaksanakan kewajiban. Ia tidak memerlukan strategi, metode dalam mengajar, baginya yang penting bagaimana sebuah peristiwa pembelajaran dapat berlangsung.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dimana pengajar masih memegang peran yang sangat dominan, pengajar banyak ceramah (telling method) dan kurang membantu pengembangan aktivitas murid. Praktek pembalajaran masih didominasi teori belajar asosiasi dan behavioristik. Yang ditandai dengan konsepsi bahwa pikiran terbentuk oleh asosiasi stimulus-respon, belajar merupakan akumulasi butiran atomistik pengetahuan, belajar melalui urutan yang ketat, setiap tujuan pembelajaran dinyatakan secara eksplisit, test-teach-test sebagai pola umum jaminan belajar, tes isomorfis dengan belajar, dan motivasi didasarkan reinforcement positif tiap tahapan belajar[10].
Dari uraian diatas, tidak dipungkiri bahwa dilapangan masih banyak guru yang masih melakukan cara seperti pendapat diatas, dan diakui bahwa banyaka faktor penyebabnya sehingga kita akan melihat akibat yang timbul pada peserta didik, kita akan sering menjumpai siswa belajar hanya untuk memenuhi kewajiban pula, masuk kelas tanpa persiapan, siswa merasa terkekang, membenci guru karena tidak suka gaya mengajarnya, bolos, tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, takut berhadapan dengan mata pelajaran tertentu, merasa tersisihkan karena tidak dihargai pendapatnya, hak mereka merasa dipenjara , terkekang sehingga berdampak pada hilangnya motivasi belajar, suasan belajar menjadi monoton, dan akhirnya kualitas pun menjadi pertanyaan.
Dari permasalahan yang ada , sekolah dalam hal ini kepala sekolah, guru dan stake holders mempunyai tanggung jawab terhadap peningkatan mutu pembelajaran di sekolah terutama guru sebagai ujung tombak dilapangan (di kelas) karena bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pembelajaran .
c) Implementasi dan Prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu dalam Proses Pembelajaran
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungannya. Untuk mencapai usaha tersebut digunakan sepuluh unsur utama TQM, yaitu fokus pada pelanggan, obsesi terhadap qualities, pendekatan ilmiah, komitmen jangka panjang, kerjasama tim, perbaikan kerkesinambungan, pendidikan dan latihan, kebebasan terkendali, kesatuan tujuan, dan ketertiban serta pemberdayaan karyawan Ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu : kepuasan pelanggan, respek terhadap setiap orang, manajemen berdasarkan fakta, dan perbaikan berkesinambungan[11].
Edward Sallis (1993), sebagaimana dikutip Syafaruddin menyatakan bahwa Management is a philosophy and a methodology which assists institutions to manage change and to set their own agendas for dealing with the plethora of new external pressures. Pendapat ini menekankan pengertian bahwa manajemen mutu terpadu merupakan suatu filsafat dan metodologi yang membantu berbagai institusi, terutama industri, dalam mengelola perubahan dan menyusun agenda masing-masing untuk menanggapi tekanan-tekanan faktor eksternal[12].
Pengertian mengenai TQM bisa dibagi ke dalam dua aspek. Aspek pertama menguraikan TQM sebagai sebuah pendekatan dalam menjalankan usaha yang berupaya memaksimumkan daya saing melalui penyempurnaan secara terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan organisasi. Aspek kedua menyangkut cara mencapainya dan berkaitan dengan sepuluh karakteristik TQM yang terdiri atas : (a) focus pada pelanggan (internal & eksternal), (b) berorientasi pada kualitas, (c) menggunakan pendekatan ilmiah, (d) memiliki komitmen jangka panjang, (e) kerja sama tim, (f) menyempurnakan kualitas secara berkesinambungan, (g) pendidikan dan pelatihan, (h) menerapkan kebebasan yang terkendali, (i) memiliki kesatuan tujuan, (j) melibatkan dan memberdayakan karyawan[13].
Mutu (quality) adalah sebuah filsosofi dan metodologi, tentang (ukuran) dan tingkat baik buruk suatu benda, yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda rancangan spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan fungsi dan penggunannya agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan.
Peningkatan mutu pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar target sekolah (pendidikan) dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien. Peningkatan mutu berkaitan dengan target yang harus dicapai, proses untuk mencapai dan faktor-faktor yang terkait. Dalam peningkatan mutu ada dua aspek yang perlu mendapat perhatian, yakni aspek kualitas hasil dan aspek proses mencapai hasil tersebut. Birmingham City Council menyatakan bahwa peningkatan mutu sejatinya adalah: Quality development is essentially a process. It is a strategy, a way of working that facilitates changes and supports development. Quality development makes a difference to learning and teaching by providing the stimulus and practical support for colleagues to build monitoring and evaluation to their work[14].
Proses peningkatan mutu berakar dari ruang kelas. Guru mengatur pembelajaran, dan peningkatan harus melibatkan guru dalam prosesnya. Ilustrasi di bawah ini menggambarkan bagaimana guru bertindak dalam peningkatan mutu di raung kelas dan bagaimana guru berinteraksi dengan stake holders pendidikan di luar kelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar