MAKALAH
“ KAIDAH KEBAHASAAN “
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Problematika Berbahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Prof. St. Y. Slamet, M.Pd
Disusun oleh :
Nama : Etik Nofitasari
NIM : K7108139
Kelas : 5C
PROGRAM S1 PGSD
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan mmakalah ini.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Problematika Berbahasa Indonesia “yang berjudul “ Kaidah Kebahasaan “
Makalah ini dapat terselesaikan dengan adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Kartono, M. Pd selaku Ketua Prodi PGSD FKIP UNS
2. Bapak Prof. St. Y. Slamet, M.Pd selaku dosen mata kuliah Problematika Berbahasa Indonesia
3. Ayah dan ibu yang selalu mendoakan.
4. Teman –teman yang senantiasa memberi semangat dan dukungannya.
5. Serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan 5
D. Manfaat 5
BAB II LANDASAN TEORI 6
A. Tinjauan Pustaka 6
B. Kerangka Pemikiran 7
BAB III PEMBAHASAN 8
BAB IV PENUTUP 44
A. Kesimpulan 44
DAFTAR PUSTAKA 45
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peranan bahasa bagi bangasa Indonesia adalah bahasa merupakan sarana utama untuk berpikir dan bernalar, seperti yang telah dikemukakan bahwa manusia menyampaikan hasil pemikiran dan penalaran, sikap, serta perasaanya. Bahasa juga berperan sebagai alat penerus dan pengembang kebudayaan. Melalui bahasa nilai-nilai dalam masyarakat dapat diwariskan dari satu generai ke generasi selanjutnya.
Didalam masyarakat, bahasa mempunyai suatu peranan yang penting dalam mempersatukan anggotanya. Sekelompok manusia yang menggunakan bahasa yang sama akan merasakan adanya ikatan batin dianatara sesama.
Bahasa yang digunakan akan dikatakan baik jika maksud yang diungkapakan dapat dipahami dengan tepat oleh orang yang menerima bahasa tersebut.Dengan kata lain, bahasa yang baik adalah bahasa yang efektif dalam menyampaikan suatu maksud.
Syarat kebahasaan anatar lain :
a. Baku
Struktur bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku baik mengenai struktur kalimat maupun kata. Demikian juga, pemilihan kata/istilah, dan penulisan sesuai dengan kaidah ejaan.
b. Logis
Ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa Indonesia ragam ilmiah dapat diterima akal.
c. Kuantitatif
Keterangan yang dikemukakan dalam tulisan dapat diukur secara pasti.
d. Tepat
Ide yang diungkapkan harus sesuai dengan ide yang dimasukkan oleh pengatur atau penulis dan tidak mengandung makana ganda.
e. Denotatif
Kata yang digunakan dipilih sesuai dengan arti sesungguhnya.
f. Ringkas
Ide dan gagasan diungkapakan dengan kalimat pendek sesuai dengan kebutuhab, pemakaian kata seperlunya, tidak berlebihan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut
“ Apa saja yang terdapat dalam kaidah kebahasaan ?”
C. TUJUAN
a. Mengetahui bagian-bagian yang terdapat dalam kaidah kebahasaan
b. meningkatkan kemampuan masyarakat dalam penggunaan bahasa Indonesia.
c. membantu masyarakat tentang penggunaan bahasa yang baik dan genar.
d. mengurangi kesalan dalam penggunaan bahsa Indonesia.
e. meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kebahasaan yang baik dan benar.
D. MANFAAT
a) Untuk meningkatkan pengetahuan dalam kaidah kebahasaan.
b) Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi semua kalangan masyarakat.
c) Untuk lebih memahami tata bahasa yang baik dan benar.
BAB II LANDASAN TEORI
1. TINJAUAN PUSTAKA
Tata Bahasa
Tata bahasa adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang mengatur penggunaan bahasa. Ilmu ini merupakan bagian dari bidang ilmu yang mempelajari bahasa yaitu linguistic
Tata Ejaan
Ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran melalui huruf, menetapkan tanda-tanda baca, memenggal kata, dan bagaimana menggabungkan kata.
Tata Istilah
Istilah bermakna: (1) kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas bidang tertentu; (2) sebutan; nama: janda muda disebut dengan istilah ”janda kembang”; (3) kata atau ungkapan khusus.
Di samping kata istilah, ada pula kata turunan istilah yang lain, yaitu peristilahan dan pengistilahan. Peristilahan bermakna perihal istilah, sedangkan pengistilahan bermakna proses, cara, perbuatan mengistilahkan.
2.KERANGKA PEMIKIRAN
a. TATA BAHASA
1. MORFOLOGI
MORFEM
KONSEP PERKATAAN
BENTUK –BENTUK KATA
PROSES PEMBENTUKAN
2. SEMANTIK
MAKNA KATA
PERUBAHAN BENTUK KATA
3. SINTAKSIS
b.TATA EJAAN
1. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
2. PENULISAN KATA
3. PEMAKAIAN TANDA BACA
4. PENULISAN UNSUR SERAPAN
5. PENOMORAN
c. TATA ISTILAH
1. PENGERTIAN ISTILAH
2. ISTILAH DALAM BAHASA INDONESIA
BAB III PEMBAHASAN
A. Tata Bahasa
Tata bahasa adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang mengatur penggunaan bahasa. Ilmu ini merupakan bagian dari bidang ilmu yang mempelajari bahasa yaitu linguistik
Tata bahasa mencakup:
• Fonetik
• Fonologi
• Morfologi
• Sintaks
• Semantik
Tata bahasa bahasa Indonesia telah diatur dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBBI). Kualitas penerapan tata bahasa yang benar dan tepat masih sangat rendah, hal ini terbukti seperti yang dipraktikkan oleh bangsa Indonesia di media massa maupun pada kehidupan nyata.
• MORFOLOGI
1. Secara umumnya tatabahasa bahasa Melayu mencakupi dua bidang iaitu morfologi dan sintaksis
2. Morfologi ialah bidang yang mengkaji struktur, pembentukan kata dan golongan kata.
3. Dalam morfologi, unit terkecil yang mempunyai makna dan tugas nahu ialah morfem.
4. Para pelajar juga perlu mengetahui maksud istilah morfem dan kata. Ini kerana kedua-dua adalah berbeda dari segi fungsi dan konsep.
Morfem
1. Morfem ialah unit terkecil yang menjadi unsur perkaaan.
2. Sekiranya kata tidak boleh dipecahkan kepada unit bermakna, mak. Misalnya minum.
3. Minum tidak akan berfungsi dan memberi makna jika dipecahkan kepada mi dan num
4. Sebaliknya, kata diminum boleh dipecahkan kepada dua morfem, yaitu di dan minum.
5. Kesimpulannya, perkataan boleh terdiri daripada beberapa morfem.
Morfem dapat dibahagikan kepada dua jenis seperti berikut:
Morfem
Morfem bebas
Morfem terikat
Morfem bebas Morfem terikat/imbuhan
1. Dapat berdiri sendiri, misalnya, minum, cuti, sekolah, periksa
2. mempunyai makna sendiri 1. Bentuk imbuhan, misalnya, mem, per, kan, ber
2. Tidak mempunyai makna, tapi mempunyai fungsi tatabahasa atau nahu. Boleh mengubah makna sesuatu kata, dan seterusnya makna ayat.
Morfem terikat/imbuhan seperti berikut:
Awalan - ditambah pada bahagian depan kata dasar. Misalnya, membaca, menghafal.
Akhiran - ditambahkan pada bahagian belakang kata dasar
Sisipan - diselitkan di antara unsur-unsur kata dasar - misalnya, telapak (tapak).
Apitan - ditambahkan serentak pada awalan dan akhiran kata dasar. Misalnya, imbuhan per……..an, permainan.
Konsep Perkataan
Merupakan unit ujaran yang bebas dan bermakna
Kata boleh dibagikan kepada berikut:
Bentuk-bentuk Kata
Kata/perkataan boleh dibagikan kepada bentuk-bentuk berikut:
Kata tunggal i. Tidak menerima imbuhan atau kata dasar yang lain.
ii. Akronim yang sudah diterima pakai juga tergolong dalam kata tunggal, misalnya; Mara, Petronas, Lada, tadika (taman didikan kanak-kanak), pawagam (panggung wayang gambar) dan sebagainya.
iii. Para pelajar diingatkan bahawa akronim tidak sama dengan singkatan.
iv. Singkatan ialah kependekan bagi satu atau beberapa perkataan seperti IT untuk teknologi maklumat (information technology) dan PM untuk Perdana Menteri.
v. Jelaslah, singkatan tidak termasuk dalam kata tunggal seperti akronim.
Kata terbitan i. Terdiri daripada kata dasar atau kata akar yang melalui proses pengimbuhan, sama ada awalan, akhiran, sisipan atau apitan.
Kata majmuk i. Terbentuk hasil gandingan dua atau lebih kata dasar.
ii. Rumus penting ialah tiada kata lain yang boleh disisipkan di antara gandingan tersebut. Jika dapat disisipkan kata lain dan membawa makna tertentu, maka ia bukan kata majmuk, tetapi tergolong dalam frasa.
iii. Misalnya; Budak berlari bukan kata majmuk kerana ia boleh menjadi budak itu berlari, atau budak yang berlari itu.
iv. Pada umumnya, kata majmuk dieja terpisah kecuali yang sudah mantap sebagai satu perkataan. (lihat lampiran 1)
Kata ganda i. Kata ganda ialah pengulangan kata dasar sama ada dengan mengulang seluruh kata dasar (penggandaan penuh) atau sebahagian daripada kata dasar (penggandaan separa), seperti gila-gila, gula-gula, suka-suka, labah-labah, rama-rama dan sebagainya.
ii. Contoh penggandaan separa ialah pepatung, lelabah, sesekali dan sebagainya.
Proses Pembentukan Kata
Selain daripada kata tunggal, maka kata terbitan, kata majmuk, dan kata ganda terbentuk melalui proses pembentukan kata. Proses berkenaan diterangkan melalui skema rajah berikut:
Pengimbuhan
Proses pengimbuhan ialah proses merangkaikan imbuhan kepada kada dasar untuk menerbitkan perkataan yang berlainan makna serta fungsinya.Dalam bahasa Melayu, imbuhan terdiri daripada morfem terikat yang dirangkaikan kepada kata dasar. Imbuhan tergolong dala empat jenis, iaitu awalan, akhiran, apitan dan sisipan.
Imbuhan Kata Nama
Kata nama menerima keempat-empat jenis imbuhan - awalan, akhiran, apitan dan sisipan.
Contoh imbuhan pada awalan ayat
Awalan Varian Contoh perkataan contoh penggunaan
ke- Ke kerabat, ketladak, kekasih Kerabat diraja itu makan di warung sahaja.
maksud awalan ke- menjadi penanda orang atau benda dengan memberi tumpuan kepada maksud yang terkandung dalam kata dasar. Kata nama yang diterbitkan mungkin konkrit atau bastrak
peN- pe- pewangi, peragut, pesalah Orang ramai membelasah peragut rantai itu sehingga pengsan.
pem- pemfatwa, pemproses, pemberontak Mesin pemproses sawit itu mahal harganya.
pen- pensyarah, penswastaan, penagih, pendapat Pensyarah itu keletihan kerana menyampaikan lima kuliah sehari
peng- pengkritik, pengamal, pengkhianat, pengacau, pengaudit, penghantar, pengasuh Pengacau itu menggangu pengasuh kanak-kanak setiap hari.
penge- pengecualian, pengeluar, pengesan, pengebom Pengebom berani mati itu terkorban akibat perbuatan sendiri
pel- pelabur, pelajar, pelayar, pelampau, pelakon Pelabur diingatkan supaya menyemak nombor kad pengenalan sebelum mengisi borang.
peR- Per Pertapa Pertapa itu menghabiskan masa enam purnama untuk menghabiskan zikirnya.
juru- juru- jurutaip, jururunding, jurubahasa Semua tugas diserahkan kepada jurutaip, sehingga akhirnya dia meletakkan jawatan.
dwi-(menunjukkan bilangan dua bagi kata dasar) dwi- dwibahasa, dwifungsi, dwiedaran Majalah itu diterbitkan dalam dwibahasa iaitu Tamil dan Inggeris.
eka-(menunjukkan bilangan satu, kadangkala dirujuk juga adi-) eka- ekabahasa, ekakaum, ekafungsi Pengunaan ekabahasa belum tentu menjamin perpaduan negara
pasca-(dirujuk kepada `selepas') pasca- pascasiswazah Pengajian pascasiswazah merujuk kepada bidang-bidang sarjana dan kedoktoran.
pra-(menunjukkan makna `sebelum') pra- prasejarah, prakemerdekaan Ahli arekologi itu menggali tulang-temulang manusia prasejarah.
swa-menunjukkan maksud `sendiri') swa- swalayan, swamodal, swakarya Pelanggan mengambil sendiri makanan di restoran swalayan itu.
Contoh imbuhan pada akhiran ayat
Akhiran contoh perkataan
-man (menunjukkan sifat perkara - samada orang atau benda- yang dirujuk) seniman, budiman
-wan (perkara yang dirujuk adalah ahli dalam bidangnya) olahragawan, usahawan
-wati (menunjukkan wanita yang ahll dalam bidangnya) pragawati, olahragawati
-an pakaian, kudapan, senaman, latihan, kenalan, jualan
Contoh imbuhan pada apitan ayat
Apitan contoh perkataan
ke....an kezaliman, kesenangan
pe...an peranan, pesisiran, pelancongan, pekarangan, peperangan
peN...an penyusunan, pengurangan
Contoh imbuhan sisipan pada ayat
Sisipan contoh perkataan
-el- telunjuk, kelengkeng, kelabut
-er- keruping, seruling, serabut
-em- kemuning, kemuncup, kemelut
Pemajmukan
1. Pemajmukan ialah proses menggandingkan dua kata dasar atau lebih untuk member makna tertentu, seperti buah tangan, ketua meja, kerani pos, telefon terus dail, setiausaha dan sebagainya.
2. Perlu ditekankan bahawa gandingan dua kata atau lebih jika boleh disisipkan kata lain antara gandingan perkataan itu tidak dikira sebagai majmuk. Ia akan menjadi frasa. Contohnya:
i. Muda mudi boleh menjadi muda dan mudi
ii. Hitam legam boleh menjadi hitam lagi legam
iii. Hujan renyai boleh menjadi hujan yang renyai
Proses menggandingkan dua kata dasar atau lebih untuk mendukung makna tertentu berlaku dengan tiga cara, iaitu:
i. Umum
ii. Istilah
iii. Kiasan/peribahasa
Penggandaan
1. Semua bentuk kata nama, iaitu kata nama tunggal, kata nama terbitan dan kata nama majmuk boleh digandakan. Penggandaan ialah proses pengulangan kata dasar sepenuhnya, atau sebagian saja.
2. Ada empat jenis kata nama ganda, yaitu :
i. Gandaan penuh
ii. Gandaan separa
iii. Gandaan berentak
iv. Gandaan makna
3. Bagaimana pun ada ahli bahasa yang men membahagikan kata ganda kepada tiga jenis yaitu :
i. penggandaan penuh
ii. penggandaan berentak
Penggandaan penuh
1. Sesuatu kata nama itu digandakan seluruhnya.
2. Kata yang digandakan itu boleh terdiri daripada kata nama tunggal, kata nama terbitan, dan kata nama majmuk.
3. Kata yang digandakan ini dipisahkandengan menggunakan sengkang.
Contoh-contoh mengikut jenis kata adalah seperti berikut:
Kata nama tunggal
Alat alat-alat
Budak budak-budak
Rumah rumah-rumah
Murid Murid-murid
Kura Kura-kura
Makan Makan-makan
Tadika Tadka-tadika
Kata nama terbitan
Ketua ketua-ketua
Pekebun pekebun-pekebun
Makanan makanan-makanan
Persatuan persatuan-persatuan
pejuang pejuang-pejuang
Kedutaan Kedutaan-kedutaan
• Penggandaan Berentak
1. Pengulangan kata dasar mengikut rentak bunyi kata dasar.
2. Seluruh kata nama itu digandakan danbunyi-bunyi konsonan dan vokal tertentu diulang dan diubah.
3. Rentak yang digunakan mungkin pengulangan vokal, konsonan atau sebahagian bunyi kata dasar.
4. Rentak yang digunakan mungkin pengulangan vokal, konsonan atau sebahagian bunyi kata dasar.
5. Penggandaan beretak boleh dibahagikan kepada lima jenis pula, iaitu:
i. penggandaan suku kata awal
ii. penggandaan suku kata akhir
iii. penggandaan konsonan
iv. penggandaan bersisipan
v. penggandaan berakhiran
6. Bagaimanapun, pnggandaan berentak biasanya dilihat daripada aspek fonologi, atau cara sebutan dan bunyi yang dikeluarkan.
7. Lihat contoh-contoh di bawah. Kata yang digandakan itu dipisahkan dengan menggunakan sengkang (-)
Rentak pada pengulangan vokal atau diftong
Cerai cerai-berai
Hina Hina-dina
Sayu Sayur-mayur
Rentak pengulangan konsonan
gunung Gunung-ganang
susap Susap-sasap
simpang Simpang-siur
• Penggandaan suku kata awal
Vokal dalam suku kata awal diulang, dan vokal dalam suku kata akhir berubah. Contoh:
Bukit bukit-bukau
Warna warna warni
Batu batu-batan
• Penggandaan suku kata akhir
Vokal atau konsonan dalam suku kata akhir kekal.
Contoh:
Sayur sayur mayur
Kuih kuih-muih
Lauk lauk pauk
• Penggandaan konsonan
Penggandaan jenis isni hanya mngulkang konsonan dalam kata dasar, tetapi vokalnya berubah. Contoh:
Gunung gunung-ganang
Guruh guruh-garah
• Penggandaan bersisipan
Seluruh kata dasar diulang. Bentuk gandaannya menerima sisipan –em- selepas konsonan pertama bentuk ulangannya.
Contoh:
Tali tali-temali
Gunung gunung-ganang
Jari jari jemari
• Penggandaan berakhiran
Penggandaan penuh juga bolehmenerima akhiran –an. Lazimnya gandaan penuh menunjukkan jamak. Akhiran –an menambahkan maknannya menjadi pelbagai.
Contoh:
Sayur sayur-sayuran
Biji Biji-bijian
Barang barang-barangan
• SEMANTIK
Semantik ( semainen, Yunani = berarti, bermaksud) adalah bagian dari tatabahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu, mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata. Dalam semantik hanya dibicarakan tentang makna kata dan perkembangan makna kata.
1. Makna Kata
Arti atau makna adalah hubungan antara tanda berupa lambing bunyi-ujaran dengan hal atau barang yang dimaksudkan.
A. Macam-Macam Arti
Bermacam-macam lembang bunyi ujaran dari gejala-gejala sekitar kita biasanya dikumpulkan delam sebuah buku, dengan diberi penjelasan-penjelasan mengenai hubungan antara bentuk dan gejala-gejala tersebut. Buku-buku semacam ini desebut kamus atau leksikon. Oleh karena itu arti dari kata yang sesuai dngan apa yang kita jumpai dalam leksikon disebut arti leksikal. Dalam kalimat dapat terjadi pergeseran arti leksikal; dapat sedikit saja bergeser, tetapi dapat juga terjadi bahwa arti itu dapat menyimpang jauh dari arti leksikal tadi. Untuk mengetahui arti yang tepat kita harus meneliti hubungannya dalam kalimat, atau dengan kata lain harus meneliti hubungannya dalam struktur bahasa. Arti yang diperoleh dengan cara demikian disebut arti struktural.
Satu lambang bunyi atau simbol bunyi dengan demikian dapat mengandung bermacam-macam arti, baik arti leksikal maupun arti struktural. Karena arti struktural itu dapat bergeser banyak atau sedikit daru artu leksikal, maka ada kemungkinan sebuah kata dalam sejarah pemakaiannya akam mempunyai banak arti. Suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu disebut polisemi.
B. Homonim dan Sinonim
Arti leksikal dari kata makan, adalah ‘memasukkan sesuatu je dalam mulut, kemudian mengunyah dan menelannya'. Tetapi arti ini dapat bergeser berdasarkan lingkungan dan situasinya. Ia makan tangan , tidak berarti memasukkan tangan ke dalam mulut, mengunyah lalu menelannya. Arti makan tangan dalam hubungan di atas adalah ‘kena tinju' atau ‘beruntung besar'. Makan suap artinya ‘menerima sogok'; makan garam artinya ‘sudah berpengalaman', dan lain-lain.
Makna tersebut masih memiliki hubungan, baik berupa pergeseran maupun berupa kiasan-kiasan. Tetapi ada pula bentuk-bentuk yang tampaknya sama betul tetapi artinya berbeda. Di sini kita tidak berbicara lagi mengenai polisemi, sebab polisemi selalu berarti satu bentuk yang mengandung banyak arti. Di sini kita tidak berhadapan dengan satu bentuk, tetapi ada dua bentuk yang kebetulan sama bentuknya. Dalam hal ini kita sudah masuk dalam bidang lain yang disebut homonim, yaitu kata-kata yang mempunyai bentuk yang sama tetapi artinya berbeda. Misalnya kata bisa, memiliki arti sanggup dan racun.
Di samping kata-kata yang berbentuk sama, ada kata-kata yang bentuknya berbeda tetapi artinya sama, yang lazimnya disebut sinonim. Misalnya ada bentuk buku dan kitab yang mempunyai makna sama. Pengertian sama di sini tidak berlaku mutlak, sebab dalam pemakaian sehari-hari tidak ada dua kata yang sama betul artinya. Jika kita ambil contoh di atas, maka seandainya kitab dan buku benar-benar sinonim, dalam arti sama betul artinya, maka di mana-mana keduanya harus selallu dapat bertukat tempat. Tetapi kenyataannya dalam pemakaian sehari-hari ada juga diferensiasinya. Tatabuku tidak dapat diganti dengan Tatakitab, memegang buku tidak dapat diganti dengan memegang kitab. Jadi dalam penggunaan sehari-hari sudah ada diferensiasi; tidak ada kata yang benar-benar sinonim dalam pengertian yang mutlak.
C. Perubahan Makna
Dalam pertumbuhan bahasa, makna suatu kata dapat pula mengalami perubahan. Perubahan makna itu dapat dilihat dari bermacam-macam sudut. Di antara bermacam-macam peristiwa perubahan makna yang penting adalah:
1. Meluas, cakupan makna sekarang lebih luas daripada makna yang lama. Berlayar, dulu digunakan dengan pengertian bergerak di laut dengan memakai layar, tetapi sekarang semua tindakan mengarungi lautan atau perairan dengan alat apa saja disebut berlayar . Dahulu kata bapak dan hanya dipakai dalam hubungan biologis, sekarang semua orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya disebut bapak sedangkan segala orang yang dianggap sama derajatnya disebut saudara.
2. Menyempit, cakupan arti dulu lebih luas daripada makna sekarang. Kata sarjana dulu digunakan untuk menyebut semua orang cendekiawan, sekarang dipakai untuk gelar universiter . Pendeta dulu berarti orang yang berilmu, sekarang dipakai untuk menyebut guru agama Kri sten.
3. Amelioratif, adalah suatu proses perubahan arti di mana arti baru dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari dulu; wanita dirasakan lebih tinggi nilainya dari kata perempuan; isteri atau nyonya dirasakan lebih tinggi atau lebih baik daripaada kata bini.
4. Peyoratif, kebalikan dari ameliorative, peyoratif adalah suatu proses perubahan makna di mana arti baru dirasakan lebih rendah milainya dari dulu. Menyebut Perempuan dulu tidak ada rasa yang kurang baik, tetapi sekarang dirasakan kurang baik.
5. Sinestesia, yaitu perubahan makna akibat pertukaran tanggapan antara dua indera yang berlainan. Contoh: Kata-katanya pedas, suaranya sedap didengar, pidatonya hambar, dan lain-lain.
6. Asosiasi, adalah perubahan makna yang terjadi karena persamaan sifat. Contoh: Amplop artinya sogokan, dan lain-lain.
2. Perubahan Bentuk Kata
Perubahan bentuk kata dapat kita bedakan atas 1) perubahan dari bentuk kata-kata dairi pebendaharaan kata-kata asli suatu bahasa karena pertumbuhan dalam bahasa itu sendiri, 2) perubahan dari kata-kata pinjaman.
A. Adaptasi
Bahasa Indonesia selama berabad-abad mendapat bermacam-macam pengaruh dari luar, yaitu pengaruh dari bahasa-bahasa asing dan bahasa-bahasa daerah. Semua bentuk asing itu tidak diterima begitu saja, tetapi selalu mengalami proses penyesuaian atau adaptasi sesuai dengan struktur bahasa Indonesia. Adaptasi atau penyesuaian bentuk itu dapat dibedakan atas:
1. Adaptasi berdasarkan sistem fonologi bahasa Indonesia.
Contoh: Voorschot (Belanda) > persekot
Voorlper (Belanda) > pelopor
2. Adaptasi berdasarkan struktur bentuk kata (morfologi) dalam bahasa Indonesia.
Contoh: parameswari (Sansekerta) > permaisuri
prakara (Sansekerta) > perkara
Bila bentuk-bentuk asing itu tidak menunjukkan pertentangan-pertentangan atau perbedaan structural dengan bahasa Indonesia maka kata-kata asing itu diterima begitu saja tanpa mengalami adaptasi.
B. Analogi
Analogi adalah pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu contoh yang sudah ada. Misalnya berdasarkan bentuk-bentuk seperti sosialisme, sosialist, dan lain-lain, terbentuklah kata-kata seperti marhaenisme, marhaenis, pancasilais, dan lain-lain.
C. Kontaminasi atau Perancuan
Selain dari analogi ada cara pembentukan lain yang disebut kontaminasi atau perancuan, yakni dari dua ungkapan yang berlainan diturunkan suatu ungkapan baru. Contoh: Dari ungkapan-ungkapan membungkukkan badan dan menundukkan kepala dibuat kontaminasi: menundukkan kepala.
D. Macam-Macam Perubahan Bentuk Kata
Dalam pertumbuhan bahasa banyak kata yang mengalami perubahan. Perubahan-perubahan pada suatu kata tidak hanya terjadi karena proses adaptasi, tetapi juga disebabkan bermacam-macam hal lain, misalnya salah dengar, usaha memendekkan suatu kata yang panjang dan sebagainya. Kata bis yang sehari-hari dipakai sebenarnya berasal dari kata veniculum omnibus , yang berarti ‘kendaraan untuk umum'. Tetapi karena terlalu panjang maka yang diambil hanya suku kata terakhir, yang sebenarnya hanya merupakan sebuah akhiran
3.Macam-Macam Perubahan Bentuk Kata
Tetapi dari peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi atas berbagai kata yang selama ini diketahui, terdapat beberapa macam gejala perubahan bentuk yang dialami sebuah kata:
1. Asimilasi, adalah gejala dimana dua buah fonem yang tidak sama dijadikan sama.
Contoh: in moral > immoral
ad similatio > asimilasi
2. Disimilasi, adalah proses perubahan bentuk kata di mana dua buah fonem yang sama dijadikan tidak sama.
Contoh: vanantara > belantara
lauk-lauk > lauk-pauk
sayur-sayur > sayur-mayur
3. Diftongisasi, adalah proses di mana suatu monoftong berubah menjadi diftong.
Contoh: anggota > anggauta
teladan > tauladan
4. Monoftongisasi, proses di mana suatu diftong berubah menjadi monoftong.
Contoh: pulau > pulo
danau > dano
5. Haplologi, adalah proses di mana sebuah kata kehilangan suatu silaba (suku kata) di tengahnya.
Contoh: samanantara (Sansekerta) > sementara
budhidaya > budaya
6. Anaktipsis, adalah proses penambahan suatu bunyi dalam suatu kata guna melancarkan ucapannya.
Contoh: putri > puteri
sloka > seloka
• SINTAKSIS
Sintaksis (Yunani: Sun + tattein = mengatur bersama-sama) adalah bagian dari tatabahasa yang mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu bahasa.
1. Kata, Frasa, dan Klausa
Kata merupakan suatu unsur yang dibicarakan dalam morfologi, sebaliknya frasa dan klausa berdasarkan strukturnya termasuk dalam sintaksis.
Frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan. Kesatuan itu dapat menimbulkan suatu makna baru yang sebelumnya tidak ada. Misalnya dalam frasa rumah ayah muncul makna baru yang menyatakan milik, dalam frasa rumah makan terdapat pengertian baru ‘untuk', sedangkan frasa obat nyamuk terdapat makna baru ‘untuk memberantas'.
Sebaliknya klausa adalah suatu konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang dalam tatabahasa lama dikenal dengan pengertian subyek, predikat, obyek, dan keterangan-keterangan. Sebuah klausa sekurang-kurangnya harus mengandung satu subyek, satu predikat, dan secara fakultatif satu obyek; dalam hal-hal tertentu klausa terdiri dari satu predikat dan boleh dengan keterangan (bentuk impersonal). Misalnya:
1. Saya menyanyikan sebuah lagu.
2. Adik membaca buku.
3. Anak itu menangis.
4. Ia sudah bangun.
5. Diberitahukan kepada umum.
6. Demikian diceriterakan.
7. Sementara adik menyanyikan sebuah lagu, saya membaca buku.
8. Ia makan, karena (ia) lapar.
Konstruksi nomor 1 sampai dengan 6 membentuk satu klausa, dan sekaligus sebuah kalimat. Sebaliknya konstruksi nonor 7 dan 8 merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari dua klausa. Sementara itu, jika kita mendengar orang mengucapkan:
1. “Maling!” “Pergi!” “Keluar!”
2. “Rumah ayah.” sebagai jawaban atas pertanyaan, “Rumah siapa itu?”
3. “Karena lapar.” Sebagai jawaban atas pertanyaan, “Mengapa kamu malas bekerja?”
Semua konstruksi di atas diterima juga sebagai kalimat, walaupun contoh-contoh dalam nomor 9 hanya terdiri dari satu kata, sedangkan nomor 10 dan 11 terdiri dari frasa.
Jika demikian, sebuah kata, sebuah frasa, atau sebuah klasa dapat menjadi sebuah kalimat. Tetapi di mana letak perbedaannya? Kita menyebutnya sebagai kata, frasa, atau klausa, semata-mata berdasarkan unsur segmentalnya. Sebaliknya unsur kata, frasa, dan klausa dapat dijadikan kalimat jika diberikan kepadanya unsur suprasegmental—dalam hal ini intonasi.
Jadi: Kata + intonasi > kalimat
Frasa + intonasi > kalimat
Klausa + intonasi > kalimat
2. Kalimat
A. Batasan Kalimat
Kalimat adalah satu bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap.
Tutur seseorang, atau lebih sempit lagi, kalimat yang diungkapkan oleh seseorang dengan sendirinya mencakup beberapa segi:
1. Bentuk ekspresi
2. Intonasi
3. Makna atau arti
4. Situasi
Bentuk ekspresi diwujudkan oleh kata atau rangkaian kata-kata yang diikat oleh tatasusun yang dimiliki oleh tiap-tiap bahasa. Kata-kata sudah mencakup bidang morfologi dan fonetik bahasa, sedangkan tatasusun mencakup bidang sintaksisnya.
Intonasi meliputi bidang suprasegmentalnya atau disebut juga ciri-ciri prosodi. Bila kita sudah berbicara tentang kalimat mau tidak mau kita harus berbicara tentang intonasi. Sedangkan situasi adalah suasana di mana tutur itu dapat timbul, atau stimulus yang menyebabkan terjadinya proses ujaran tadi.
Jalinan dari semua bidang itu, yaitu tatasusun kata-kata, intonasi dan situasi akan menentukan makna dari tutur itu. Situasi sebaliknya akan menyebabkan kita memilih kata-kata tertentu, memilih susunan kata tertentu, serta mempergunakan intonasi tertentu pula.
B. Kontur
Kontur adalah suatu bagian dari arus ujaran yang diapit oleh dua kesenyapan.
Perhatikan kata-kata berikut.
1. Diam!
2. Pergi!
3. Ia mengambil buku itu.
4. Dia ada di dalam.
Kalimat-kalimat di atas terdiri dari satu kontur, karena didahului oleh satu kesenyapan yang disebut kesenyapan awal dan kesenyapan akhir atau final. Kesenyapan awal adalah kesenyapan yang mendahului bagian suatu arus ujaran, sedangkan kesenyapan akhir atau kesenyapan final adalah kesenyapan yang mengakhiri suatu tutur.
Di samping itu dapat terjadi perhentian sementara di tengah-tengah suatu arus ujaran yang berlangsung dalam suatu waktu yang pendek; kesenyapan ini disebut kesenyapan antara atau kesenyapan non-final. Jadi dalam suatu tutur dapat timbul suatu kontur, tetapi dapat pula terjadi bahwa akan timbul lebih dari satu kesenyapan non-final pada arus ujaran tersebut yang mengakibatkan bahwa arus ujaran itu terbagi dalam dua kontur atau lebih. Misalnya:
1. Hari ini / adalah hari Proklamasi.
2. Ramailah mereka makan di bawah lumbung / tertawa-tawa / sambil mereka minum tuak.
3. Lebih-lebih di waktu malam / pekerjaan membuka kantung / dan membagi-bagi surat tercatat ini / dikerjakan dalam suasana dikejar-kejar / karena surat itu harus dibuatkan surat panggilannya / yang telah ditunggu oleh bagian ekspedisi / untuk kemudian didistribusikan oleh para pengantar pos / petang itu juga.
Kalimat pertama memperlihatkan bahwa ada satu perhentian non-final, yang membagi kalimat itu atas dua kontur. Kalimat kedua menunjukkan bahwa ada dua kesenyapan non-final yang menyebabkan kalimat itu terbagi atas 3 kontur, sedangkan kalimat ketiga terdapat 7 kesenyapan non-final yang membagi kalimat itu atas 8 kontur. Dengan demikian kita dapat membagi bermacam-macam kontur berdasarkan kesenyapan-kesenyapan yang mengapitnya:
1. Kontur yang diapit oleh kesenyapan awal dan kesenyapan final.
2. Kontur yang diapit oleh kesenyapan awal dan kesenyapan non-final.
3. Kontur yang diapit oleh kesenyapan non-final dan kesenyapan non-final.
4. Kontur yang diapit oleh kesenyapan non-final dan kesenyapan final.
3. Macam-Macam Kalimat:
a. Kalimat Minim dan Kalimat Panjang
Untuk mendapat gambaran yang jelas tentang kedua macam kalimat yang dipertentangkan itu, perhatikan kalimat-kalimat berikut:
1. Diam!
2. Pergi!
3. Amat mahal!
4. Yang baru!
5. Yang akan datang!
6. Sudah siap!
7. Ia mengambil buku itu.
8. Dia ada di dalam.
9. Kami pergi ke Bandung .
b. Kalimat Minor dan Kalimat Mayor
Pembedaan kalimat atas kalimat minim dan kalimat panjang merupakan hasil tinjauan dari segi kontur. Tetapi bukan hanya dari segi kontur saja dapat kita teliti hakekat sebuah kalimat. Kita dapat melihat dari segi lain, misalnya melihat adanya unsur-unsur pusat yang membina kalimat tersebut.
Kita mengambil lagi contoh-contoh yang digunakan pada saat membahas kalimat minim dan kalimat panjang, dengan mengadakan pengelompokan yang lain:
1. Diam!
2. Pergi!
3. Amat mahal!
4. Yang baru!
5. Yang akan datang!
6. Sudah siap!
7. Ia mengambil buku itu.
8. Dia ada di dalam.
9. Kami pergi ke Bandung.
Batasan: Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur pusat atau inti (kalimat 1, 2, 3, 4, 5, dan 6). Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur pusat atau inti (kalimat 7, 8, dan 9).
c. Kalimat Tunggal
Kalimat Tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri dari dua unsur inti dan boleh diperluas dengan satu atau lebih unsur-unsur tambahan, asal unsur-unsur tambahan itu tidak boleh membentuk pola yang baru.
Batasan ini menegaskan sekali lagi kepada kita bahwa semua kalimat inti termasuk dalam pengertian Kalimat Tunggal, sedangkan sebagian dari Kalimat Luas juga termasuk Kalimat Tunggal.
Contoh:
• Adik menangis : adalah kalimat mayor, kalimat tunggal, dan kalimat inti, bukan kalimat luas.
• Menangis adik : adalah kalimat mayor, kalimat tunggal, tetapi bukan kalimat inti, dan bukan kalimat luas.
• Kemarin saya belajar saja di rumah : kalimat mayor, kalimat tunggal, bukan kalimat inti, tetapi kalimat luas.
Sebaliknya kalimat-kalimat tunggal yang diperluas sekian macam hingga unsur-unsur baru itu membentuk satu atau lebih pola kalimat lagi, maka kalimat itu desibut Kalimat Majemuk. Jadi dalam kalimat majemuk akan kita junpai minimal dua pola kalimat dan tiap-tiap pola boleh diperluas lagi dengan satu atau lebih unsur–unsur tambahan.
Kesimpulannya, tunggal dan majemuknya suatu kalimat, haruslah dilihat dari banyaknya pola kalimat yang ada pada sebuah kalimat. Jika hanya ada satu pola kalimat maka itu adalah kalimat tunggal; jika kalimat itu memiliki dua pola kalimat atau lebih, kalimat itu disebut kalimat majemuk.
1. Macam-Macam Kalimat Tunggal
Berdasarkan macamnya kalimat tunggal dapat digolongkan atas:
Kalimat Tanya
Yang dimaksud dengan kalimat tanya adalah kalimat yang mengandung suatu permintaan agar kita diberitahu sesuatu karena kita tidak mengetahui sesuatu hal.
Bila kita membandingkan kalimat tanya dengan kalimat berita maka terdapat beberapa ciri yang dengan tegas membedakannya dengan kalimat berita.
Ciri-ciri tersebut adalah:
a. Intonasi yang digunakan adalah intonasi tanya.
b. Sering mempergunakan kata tanya.
c. Dapat pula mempergunakan partikel tanya –kah.
Kata-kata tanya yang biasa digunakan dalam sebuah kalimat tanya, dapat digolongkan berdasarkan sifat dan maksud pertanyaan:
1. Yang menanyakan tentang benda atau hal: apa, dari apa, untuk apa, dan sebagainya.
2. Yang menanyakan tentang manusia: siapa, dari siapa, dan lain-lain.
3. Yang menanyakan tentang jumlah: berapa.
4. Yang menanyakan tentang pilihan atas beberapa hal atau barang: mana.
5. Yang menanyakan tentang tempat: di mana, ke mana, dari mana.
6. Yang menanyakan tentang waktu: bila, bilamana, kapan, apabila.
7. Yang menanyakan tentang keadaan atau situasi: bagaimana, betapa.
8. Yang menanyakan tentang sebab: mengapa, apa sebab, dan sebagainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 macam kalimat tanya:
a. Pertanyaan biasa.
b. Petanyaan retoris.
c. Pertanyaan yang senilai dengan perintah.
Di samping pembagian di atas, kalimat tanya dapat dibagi lagi menurut cakupan terhadap isi pertanyaan tersebut. Kita dapat menekan seluruh rangkaian pertanyaan itu, yang berarti tidak ada bagian yang lebih dipentingkan, atau kita hanya mementingkan salah satu bagian yang menjadi pokok pertanyaan kita. Hasil jawabannya pun akan berbeda dengan kedua macam pertanyaan tersebut.
Macam kalimat pertama akan menghasilkan jawaban ya atau tidak sedangkan pertanyaan macam yang kedua menghasilkan jawaban sesuai dengan bagian yang dipentingkan. Jadi berdasarkan penekanan atau cakupan isi pertanyaan, kalimat tanya dapat dibagi atas:
a. Pertanyaan total: Engkau mengatakan hal itu? Ya. Tidak.
Engkau belajar bersama dia? Ya. Tidak.
b. Pertanyaan parsial: Siapa yang mengatakan hal itu? Ali.
Di mana kau belajar? Di sekolah.
Ada satu hal yang perlu diperhatikan tentang kalimat tanya. Di atas telah dikatakan bahwa ciri dari kalimat tanya adalah intonasi tanya. Tetapi dalam percakapan sehari-hari, sering terjadi bahwa dalam kalimat tanya yang memakai kata tanya tidak terdengar intonasi tanya, sedangkan kalimat tanya yang tidak memakai kata tanya selalu memakai intonasi tanya. Jadi ciri intonasi tanya dan kata tanya merupakan ciri yang amat penting bagi kalimat tanya. Tetapi bila kalimat tanya mengandung kata tanya kita boleh memilih antara: mempergunakan intonasi tanya, atau boleh juga mempergunakan intonasi berita (biasa)
Kalimat perintah
Yang disebut perintah adalah menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki. Perintah meliputi suruhan yang keras hingga ke permintaan yang sangat halus. Begitu pula suatu perintah dapat ditafsirkan sebagai pernyataan mengijinkan seseorang untuk mengerjakan sesuatu, atau menyatakan syarat untuk terjadinya sesuatu, malahan sampai kepada tafsiran makna ejekan atau sindiran.
Suatu perintah dapat pula berbalik dari menyuruh berbuat sesuatu menjadi mencegah atau melarang berbuat sesuatu. Makna mana yang didukung oleh kalimat perintah tersebut, tergantung pula dari situasi yang dimasukinya. Karena itu kita dapat merinci kemungkinan kalimat perintah menjadi:
a. Perintah biasa
Contoh: Usirlah anjing itu!!
Pergilah dari sini!
b. Permintaan. Dalam permintaan sikap orang yang menyuruh lebih merendah.
Contoh: Tolong sampaikan kepadanya, bahwa ia boleh datang besok!
Coba ambilkan buku itu!
c. Ijin; memperkenankan seseorang untuk berbuat seuatu.
Contoh: Ambillah buku itu seberapa kau suka!
Masuklah ke dalam jika Anda mau!
d. Ajakan.
Contoh: Marilah kita beristirahat sebentar!
Baiknya kamu menyusul dia ke sana !
e. Syarat; semacam perintah yang mengandung syarat untuk terpenuhinya suatu hal.
Contoh: Tanyakanlah kepadanya, tentu ia akan menerangkannya kepadamu!
f. Cemooh atau sindiran; perintah yang mengandung ejekan, karena kita yakin bahwa yang diperintah tak akan melakukannya.
Contoh: Buatlah itu sendiri, kalau kau bisa!
Pukulah ia kalau kau berani!
g. Larangan: semacam perintah yang mencegah berbuat sesuatu.
Contoh: Jangan lewat sini!
Jangan bicara!
Setelah mengadakan perincian isi bermacam-macam kalimat perintah, baiknya kita melihat ciri-ciri kalimat perintah, agar lebih jelas perbedaan antara kalimat perintah, kalimat tanya, dan kalimat berita.
Ciri-ciri suatu kalimat perintah:
a. Intonasi keras (terutama perintah biasa dan larangan).
b. Kata kerja yang mendukung isi perintah itu biasanya merupakan kata dasar.
c. Mempergunakan partikel pengeras –lah¬
2. TATA EJAAN
Ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran melalui huruf, menetapkan tanda-tanda baca, memenggal kata, dan bagaimana menggabungkan kata. Jadi, bagaimana menuliskan bahasa lisan dengan aturan-aturan tersebut itulah yang berhubungan dengan ejaan. Dari segi bahasa, ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi bahasa (kata, kalimat) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf dan tanda baca).
Lingkup pembahasan dalam ejaan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring
1) Huruf Kapita
Huruf kapital tidak identik dengan huruf besar meskipun istilah ini biasa diperlawankan dengan huruf kecil. Istilah huruf kapital digunakan untuk menandai satu bentuk huruf yang karena memiliki fungsi berbeda dalam kata atau kalimat menjadi berbeda dari bentuk huruf lain meskipun secara fonemis sebunyi. Huruf A (kapital) secara fonemis sebunyi dengan a (kecil), tetapi karena fungsinya berlainan, penampilan grafisnya berbeda. Huruf kapital digunakan pada awal kalimat, nama tempat, nama orang, dan lain-lain. Secara umum, penggunaan huruf kapital tidak menimbulkan permasalahan. Kesalahan penulisan sering terjadi pada penulisan kata Anda. Kata Anda harus selalu ditulis dengan (A) kapital meskipun terletak di tengah atau di akhir kalimat.
2) Huruf Miring
Sebuah huruf, kata, atau kalimat ditulis dengan huruf miring untuk
membedakan dari huruf, kata, atau kalimat lain dalam sebuah kata, kalimat, paragraf, atau karangan utuh. Huruf yang dicetak miring adalah penanda yang mengacu ke beberapa informasi, antara lain sebagai penekanan, kutipan dari bahasa asing, istilah latin, nama penerbitan (koran, majalah, dan lain-lain). Jika ditulis dengan menggunakan mesin tik manual atau tulisan tangan, huruf miring diganti dengan garis bawah. Garis bawah hendaknya ditulis per kata, bukan per kalimat.
Contoh:
a. Artikelnya yang berjudul “Perkembangan Sains dan Teknologi di Indonesia” dimuat pada koran Media Indonesia (Salah)
b. Artikelnya yang berjudul “Perkembangan Sain dan Teknologi di
Indonesia” dimuat pada koran Media Indonesia (Betul)
2. Penulisan Kata
Beberapa hal yang termasuk ke dalam pembahasan tentang penulisan kata adalah penulisan (1) kata dasar, (2) kata turunan, (3) bentuk ulang, (4) gabungan kata, (4) kata ganti ku, mu, kau, dan nya, (5) partikel, (6) singkatan dan akronim, dan (7) angka dan lambang bilangan. Kecuali gabungan kata (3), penulisan kata umumnya tidak menimbulkan permasalahan.
Kesalahan penulisan gabungan kata umumnya ditemukan pada istilah khusus yang salah satu unsurnya hanya digunakan dalam kombinasi. Unsur gabungan kata yang demikian sering ditulis terpisah, padahal seharusnya disatukan.
3. Penulisan Unsur Serapan
Sebagaimana diketahui, bahasa Indonesia diangkat dari bahasa Melayu. Di dalam perkembangannya bahasa ini banyak menyerap dari bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun asing. Bahasa Sunda, Jawa, dan Batak adalah tiga contoh bahasa daerah yang banyak memperkaya bahasa Indonesia. Sementara itu, bahasa asing yang banyak diserap adalah bahasa Belanda, Inggris, Portugis, Sanskerta, Arab, dan Cina.
Kriteria penyerapan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia secara lebih terperinci bisa dilihat pada diktat kuliah (lampirannya). Secara umum bisa dikatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang menulis bunyi. Artinya, pelafalan kita terhadap sebuah kata asing, itulah yang ditulis dalam bahasa Indonesia meskipun tidak sama sebunyi) betul.
4. Pemakaian Tanda Baca
Kalimat yang baik harus didukung oleh penggunaan tanda baca yang tepat. Para penulis sering tidak memperhatikan hal ini. Akibatnya, masih banyak ditemukan kesalahan dalam pemakaian tanda baca tersebut.
Pemakaian tanda baca dalam kalimat sangat penting bukan hanya untuk ketertiban gramatikal, melainkan juga bagaimana gagasan yang dikemukakan bisa tersampaikan dengan baik. Manusia memahami sesuatu dengan bahasa, tetapi karena bahasa pula manusia bisa salah paham. Pemakaian tanda baca adalah salah satu cara untuk menghindari kesalahpahaman tersebut.
5. Penomoran
Dalam memberikan nomor, harus diperhatikan hal-hal berikut :
1. Romawi Kecil
Penomoran dengan memakai romawi kecil dipakai untuk halaman judul,
abstrak, kata pengantar atau prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, daftar singkatan dan lambang.
2. Romawi Besar
Angka Romawi besar digunakan untuk menomori tajuk bab (bab pendahuluan, bab teoretis, bab metode dan objek penelitian, bab analisis data, dan bab penutup).
3. Penomoran dengan Angka Arab
Penomoran dengan angka Arab (0―9) dimulai bab I sampai dengan daftar pustaka.
4. Letak Penomoran
Setiap penomoran yang bertuliskan dengan huruf kapital, nomor halaman diletakkan atau berada di tengah-tengah, sedangkan untuk nomor
selanjutnya berada di tepi batas (pias) kanan atas.
5. Sistem Penomoran
Sistem penomoran dengan angka arab mempergunakan sistem dijital. Angka terakhir dalam sistem dijital tidak diberikan titik seperti 1.1 Latar Belakang Masalah, 3.2.2 Sejarah dan Perkembangan PT Telkom. Akan tetapi, bila satu angka diberi tanda titik seperti 1. Pendahuluan, 2. Landasan Teori dll. (dalam makalah). Apabila ada penomoran sistem dijital antara angka Arab dengan huruf, harusdicantumkan titik seperti 3.2.2.a. Sistem penomoran pada dasarnya mengikuti kaidah Ejaan yang Disempurnakan.
Contoh:
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1.3.2 Kegunaan Penelitian
1.4 Kerangka Pemikiran
1.5 Metode Penelitian
1.6 Rancangan Analisis Data
1.7 Lokasi dan Lamanya Penelitian
3. TATA ISTILAH
A. Pengertian istilah
Peristilahan merupakan hal yang penting dalam sebuah bahasa. Sebuah bahasa pasti mempunyai istilah tertentu dalam mengungkapkan suatu bidang tertentu. Demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia menggunakan istilah tertentu untuk mengungkapkan hal atau bidang tertentu.
Kalau dirujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008), istilah bermakna: (1) kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas bidang tertentu; (2) sebutan; nama: janda muda disebut dengan istilah ”janda kembang”; (3) kata atau ungkapan khusus.
Di samping kata istilah, ada pula kata turunan istilah yang lain, yaitu peristilahan dan pengistilahan. Peristilahan bermakna perihal istilah, sedangkan pengistilahan bermakna proses, cara, perbuatan mengistilahkan.
Tata istilah atau sering disebut glosarium tersebut merupakan kesepakatan yang berlaku di dunia pertelevisian di seluruh dunia. Kalau naskah ibarat darah/jiwa suatu program televisi/video maka tata istilah adalah komponen dan elemen pembentuknya. Tanpa menguasai komponen dan elemennya mustahil mampu membentuk substansinya dengan benar dan efektif. Tata istilah yang harus dikuasai terlebih dahulu adalah yang langsung berkaitan dengan kegiatan produksi program. Setelah itu, ditambah dengan berbagai terminologi pertelevisian pada umumnya sehingga akan jauh lebih membantu dalam proses penyusunan skenario
B. Istilah dalam bahasa Indonesia
-HOMONIM adalah kata yang tulisan dan cara pelafalannya sama tetapi memiliki makna yang berbeda.
Contoh :
genting = keadaan genting = gawat
genting = genting rumah = atap
jarak = pohon jarak = tanaman
jarak = jarak jauh = ukuran
bisa = bisa berjalan = dapat
bisa = bisa ular = racun
-HOMOFON adalah kata cara pelafalannya sama tetapi penulisan dan maknanya berbeda.
Contoh :
kol = sayur kol = tanaman
kol = naik colt = kendaraan
bang = Bang Ali = kakak
bang = Bank Mandiri = lembaga penyimpanan uang
-HOMOGRAF adalah kata yang tulisannya sama tetapi pelafalan dan maknanya berbeda.
Contoh :
seri = berseri-seri = gembira
seri = bermain seri = seimbang
teras = pejabat teras = inti
teras = teras rumah = bagian depan rumah
apel = makan apel = buah
apel = apel bendera = upacara
apel = kencan
-SINONIM adalah persamaan makna antara dua kata atau lebih.
Contoh
agar = supaya
ahli = pakar
badai = topan
bagan = skema
benar = betul
agung = besar
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN
1. Tata bahasa adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah yang mengatur penggunaan bahasa. Ilmu ini merupakan bagian dari bidang ilmu yang mempelajari bahasa yaitu linguistik
2. Tata bahasa mencakup:
• Fonetik
• Fonologi
• Morfologi
• Sintaks
• Semantik
3.Ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran melalui huruf, menetapkan tanda-tanda baca, memenggal kata, dan bagaimana menggabungkan kata.
4.Dari segi bahasa, ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi bahasa (kata, kalimat) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf dan tanda baca).
5.Peristilahan merupakan hal yang penting dalam sebuah bahasa.
6. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008), istilah bermakna: (1) kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas bidang tertentu; (2) sebutan; nama: janda muda disebut dengan istilah ”janda kembang”; (3) kata atau ungkapan khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Tata Bahasa. http://id.wikipedia.org/wiki/-24 September 2010
Anonim, Tata Bahasa Morfem. http://www.tutor.com.my/stpm/morfem/tatabahasa-morfem.htm-24 September 2010
Anonym,Konsepperkataan.http://www.tutor.com.my/stpm/konsep%20perkataan/konsep_perkataan.htm-24 September 2010
Anonim,PembentukanKata.http://www.tutor.com.my/stpm/Proses%20pembentukan%20kata/proses_pembentuan_kata.htm-24 September 2010
Sudiana.TataIstilah.http://imadesudiana.wordpress.com/2010/04/23/tata-istilah/-25 September 2010
Prapatanprod.http://prapatanprod.blogspot.com/p/pengertian-tata-istilah.html-25 September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar