Aku berharap tidak bertemu dengannya hari ini. Demikianlah do’aku setiap hari. Setiap aku membuka mataku. Saat aku hendak memulai hari. Untuk alasan apa? Karena ia telah menggangguku, mengganggu lelapnya tidurku dengan memimpikannya. Dia telah berhasil menghancurkanku, memporak – porandakan hatiku yang lama kujaga kelestariannya. Dia berhasil membuat perasaanku menjadi aneh. Aku membencinya karena semua alasan itu. Benci? Benarkah.. cobalah jawab dengan jujur. Benci ataukah rasa cinta yang tercipta. Pfff.. Ya Allah,, mengapa Engkau titipkan rasa ini kepadaku? Jika rasa ini tidak halal bagiku, menyingkirlah!.
Ups.. melamun saja. Kulirik jam di Hp ku menunjukkan pukul 04.00 dini hari. Sudah saatnya kembali mengadukan “ rasa ‘ ini kepada Pemilik rasa. Aku tak ada daya melawannya. Dadaku sesak dipenuhi lamunanku tentangnya. Sosok yang nyaris sempurna tanpa cela. Tipe laki-laki idaman yang didamba banyak wanita. Seorang aktivis dakwah dengan tatapan teduhnya, kata-kata nan lembut penuh makna, wajahnya yang simpatik dan memancarkan kesalehan, punya kepribadian yang menyenangkan, punya segudang prestasi dan pandai merangkai kata-kata puitis. Terlukislah dirinya dalam rangkaian kata, tercurah dalam tulisan diari. Mendarah daging di hati. Aku sendiri tak berani menatap, hanya sekilas pandangan dan segera tertunduk kalah. Dialah satu-satunya yang mengisi sudut hatiku. Sudut hati itu lama tak bertuan. Diam- diam dia telah menggetarkan sudut hatiku. Meskipun hanya di sudut hati, namun aku telah merasakan efeknya yang meluluhlantakkan jiwa dan pikiran. Luar biasa.. Maha Besar Allah yang telah menciptakan makhluk ini. Astaghfirullah.. kok melamun lagi. Seolah hati ini tak habis bercerita tentangnya. Aku mengeluh.. mengapa harus mengenalnya, hingga akhirnya hancur begini. Ah.. sudahlah.. yakinlah bahwa tak ada perasaan yang abadi. Seminggu atau dua minggu tanpa melihatnya pastilah akan terhapus dengan sendirinya dalam memoriku. Tapi kapan aku akan memulainya. Bahkan setiap haripun aku selalu bertemu. Kalaupun tidak, rasanya mata ini selalu menarik-narik untuk mengedarkan pandangan mencari sosok itu. Dan akhirnya dengan segala kepasrahan hati, kulabuhkan segala sesak yang ada kepada-Nya.
Inilah hari-hariku. Sunny morning.. here I am. Bismillahi tawakaltu Alallah. Sebelum meninggalkan rumah aku musti recheck dulu semua yang ku perlukan untuk aktivitasku satu hari ini. Karena biasanya aku tak akan pulang kerumah sampai ba’da isya nanti. Setelah dirasa lengkap barulah “ say goodbye to my little sweet home”. Perkuliahan baru sekitar 4 bulan dimulai. Kuliah sambil kerja menjadi pilihan yang menyenangkan demi melewati waktu yang ada. Menyenangkan karena tidak membebani orang tua dan yang terpenting aku bisa menghabiskan waktu untuk hal yang positif. Jangan seperti ramaja kebanyakan yang menghabiskan waktu untuk hura-hura. Aku tetaplah aku seorang gadis rumahan yang mungkin menurut logika zaman sekarang terbilang kuper. Teman- teman sering menggoda habis-habisan melihatku terperangkap dengan rutinitas yang itu-itu saja. Kemana- mana sendirian tanpa ‘teman special” yang mendampingi. “Ayo Diva, sekali-kali jalan dong! Cari pacar biar nggak sendirian terus” goda salah satu temanku. Aku hanya tertawa mendengarnya. Lalu ku jawab “ Walatakrobuzzina,, jangan mendekati zina, guys”. Cukuplah kata itu untuk membuatnya mengerti. Biasanya temanku langsung terdiam dan manyun. Namun naluriku segera menghardikku: “ Kamu munafik Diva, hatimu tak sebersih ucapanmu”. Yupp that’s true.. tahukah kalian akhir-akhir ini aku merasa diikuti bayangan yang selalu hadir menyapa. Aduh hati… bukan seperti ini seharusnya memulai hari. Meskipun waktuku habis ditelan aktivitas; pagi kerja lalu diteruskan dengan kuliah sampe malam tapi tetap saja tak mampu menghapusnya dalam sekejap. Apalagi disela-sela aktivitas terselip sms-smsnya yang membuatku terus tenggelam dalam arus yang entah harus aku sukai ataukah harus aku benci. Hp ku berbunyi. Sebuah sms diterima. “ Assalamualaikum adek, kaifa khaluk ya ukhti?. Udah makan belom? Udah sholat?”. Hhhh… Berulang kali ku bilang jangan panggil aku adek. Aku keberatan. Keberatannya dimana coba? Disini.. di hati ini.. beraaaattt sekaliii. Sms seperti itu cukuplah kujawab sekenanya “ w3. kabar baik. udah”. Cuma itu?? Ya.. memang Cuma itu. Itu saja sudah cukup. Sudah cukup membuatku marah. Marah pada dirinya yang seolah selalu bermain-bermain di hati ini. Marah pada diriku sendiri yang tidak tegas menolaknya. Seharusnya aku bisa menghentikan semua ini karena sebenarnya aku sadar akan kesalahan ini. Dosa yang diketahui keberadaannya namun dibiarkan melarut begitu saja. Begitulah hari-hariku bersamanya. Tanpa interaksi yang jelas. Tanpa pertemuan khusus. Kalaupun bertemu hanyalah sebuah senyum yang mampu terukir. Tanpa komunikasi panjang, tanpa obrolan khas sepasang muda-mudi zaman sekarang. Hanya saja aku selalu mengikutinya dari kejauhan, memperhatikan dan mendengarkan segala hal yang diceritakan teman tentangnya. Seolah dalam hati ini tak henti bersenandung :
Mungkin kumiliki
Seluruh cintamu
Kusadari semua itu anganku
Kuingin katakan hanyalah dirimu
Yang melukis warna mimpi hatiku
Ingin ku miliki dengan sepenuh hati
Walau ku harus setengah terluka
Mengharap cintamu
Ingin kusayangi tanpa terbagi lagi
Apakah mungkin menjalin kasih
Bila aku tak tahu bagaimana kau mencintai diriku
Kuingin katakan hanyalah dirimu
Yang melukis warna mimpi hatiku
( Ruth Sahanaya : Ingin Kumiliki )
ah.. melankolis..Diva!! tidakkah kau mendamba cinta pertama dan terakhirmu hanya dalam bingkai pernikahan yang halal. Berhentilah mengharu biru dengan perasaan yang tak seharusnya dirawat, suara hatiku kembali menyentakkan lamunan. Kurang jelas sejak kapan hal ini bermula. Yang aku ingat bahwa aku telah lama mengenalnya. Awalnya hanya tahu nama dan orangnya saja. Sering melihatnya disaat ospek karena dia masuk kepanitiaan. Sampai akhirnya kami dipertemukan dalam satu acara yang mengharuskan tampil bersama. karena itu, aku harus rajin mengontaknya. Belajar banyak hal darinya yang lebih senior tentu menyenangkan. Usai perhelatan acara itu teman-temanku selalu menggodaku ‘kalian serasi sekali, cocok deh”. Dari situlah kedekatan itu terjalin sampai sekarang. Kedekatan yang aneh. Kedekatan yang sulit diterjemahkan. Apakah itu berbentuk persahabatan, ataukah aku hanya menganggap figurnya sebagai kakak ataukah ini jenis kedekatan lain yang belum terdefinisi di dunia ini. Sebenarnya, dia hanya memberikan perhatian kecil via sms atau terkadang menelpon dengan durasi yang tak lama. Tak seharusnya aku ke-GeEr- an begini. I don’t know why he always be in my heart. Aku jadi lebih suka menceritakan semua keluh kesah kepadanya, membahas berbagai topik yang ada dan dihubungkan dengan syari’at agama. He’s absolutely smart. Ku akui sangat menyenangkan sekali. Dia telah mengajarkan banyak hal, mencerdaskanku, membuatku lebih dewasa dari umur sebenarnya. membuatku mampu terlihat bijaksana di depan teman-temanku jika dimintai pendapat atau menanggapi curhat-curhat teman.
Begitulah yang terjadi. Aku yakin setan sedang bertepuk tangan dan melompat-lompat gembira karena telah berhasil menyebarkan virus ke hatiku yang seharusnya ku jaga kebersihan dan kebeningannya. Aku tak pernah memulai dan nyaris tak pernah memberikan perhatianku sama sekali. Bagaimanapun aku mengerti bahwa aku ada dalam jalur yang salah dan harus segera meng-cut hubungan tanpa status ini. Namun, aku menikmatinya, menikmati setiap perhatiannya, menikmati setiap pujian dan rangkaian kata puitisnya. Kurasakan hari begitu berwarna. Namun tak selalu warna itu cerah ceria, terkadang juga kelabu dan biru jika dirasa lama tak memberi kabar atau bercerita tentang kegiatannya. Ya Allah.. inikah cinta ataukah aku hanya bermimpi tentang cerita sang putri raja dengan pangerannya. Disaat seperti ini keegoisan bertahta. Jika ini memang mimpi, biarlah tetap menjadi mimpi dan aku tak ingin terbangun. Dan sekali lagi setan pun tertawa girang mendengar keegoisanku itu.
Sampai akhirnya, tepat tiga bulan kedekatan itu, sebuah kabar aku terima darinya bahwa dia harus pergi keluar kota nun jauh disana, jauh dari jangkauanku, jauh dari pikiranku. Jantungku terasa berhenti berdetak. Ada perih yang tiba-tiba menyeruak di sudut hatiku. Yah.. di sudut hati dimana cinta itu berada. Mungkin inilah jawaban dari do’a – do’a ku selama ini. Saat itu, dia berjanji akan tetap rajin memberi kabar dan akan tetap sayang padaku. Kata- kata terakhir inilah yang membuatku membludak marah. Apa maksudnya dengan kata sayang? Apakah selama ini panggilan adek adalah ungkapan sayangnya untukku. Ya Allah.. terselip rasa bahagia namun kecewa dan tiba-tiba berubah menjadi rasa terhina. Apa persepsinya tentang hubungan kami selama ini. Tidakkah dia menhormati jilbab ini? Tak seharusnya dia mengatakan ‘kata’ itu padaku. Tak pantas pernyataan itu dilontarkan seorang aktivis sepertinya. Ku putar kembali setiap lembar memoriku. Kurasakan kepalaku berputar seiring ingatanku yang mengembara, menerawang menembus ruang waktuku selama tiga bulan terakhir. Ku biarkan saja dosenku ‘ mengoceh ‘ di depan sana, tak ada satu katapun yang tertangkap jelas. Yang jelas hanyalah keinginanku untuk cepat pulang dan melabuhkan diri di kamar.
Dan akhirnya,, tangis ini meledak juga. Aku maki diriku sendiri. Kenapa harus ada tangis? Seharusnya aku senang jika dia jauh dariku. Akulah yang salah… aku yang salah. Aku yang terlalu bodoh dan terlena dalam buaian semu. Aku membenci diriku sendiri. See me now,,! Akhwat yang tidak bisa menjaga hati. Percuma mengikuti berbagai kajian tapi aplikasinya NOL BESAR. Dan kuputuskan untuk mengakhiri semuanya. Biarlah.. jika hati ini harus hancur dan terluka. Bagiku tak ada bedanya. Inilah kenyataan wanita dan perasaannya. Sebuah e-Mail ku kirimkan :
Assalamualaikum wr.wb. ya Akhi…
Syukron atas segala perhatiannya dan banyak ilmu yang telah diberikan selama ini. Maaf jika selama ini telah membebani akhi dengan berbagai keluh kesah yang tak seharusnya. Terus terang saja, saya merasa ada yang salah dengan ‘ persahabatan ‘ kita. aku tidak yakin ini adalah ukhuwah fillah. Sesungguhnya mengenalmu adalah sebuah kesyukuran. Namun tak boleh diteruskan. Bukankah kita mengerti aturan pergaulan lawan jenis? Bukankah kita dilarang mendekati zina,apapun itu bentuknya. Jujur, aku sudah tak tahu lagi tentang apa yang aku rasakan. Afwan.. hubungan ini harus kita akhiri. Berhentilah menghubungiku. Lupakan bahwa kita pernah mempunyai ‘kedekatan’, aku takut setan lebih banyak bermain peran dalam ‘ persahabatan’ ini. Mulai saat ini biarlah kita menjalani kehidupan masing-masing. Tak perlu repot untuk memberi kabar karena aku tak memerlukan itu. Hapus juga rasa sayang dalam hatimu akhi.. tidak baik buat kesehatan hatimu. Harapanku semoga dirimu segera bertemu dengan akhwat yang soleha, akhwat impianmu yang bisa mewujudkan segala impianmu. Seorang isteri yang selalu menemanimu dalam perjuangan karena Allah. Mencintai dan dicintai karena Allah. Jazakallahu khairan.
Telah kuputuskan segalanya. Namun mengapa aliran air mata ini tak juga mereda. Beberapa hari ini aku terlihat jauh lebih pendiam dan kehilangan keceriaan. “ kamu kenapa Diva? Lg ada masalah?, salah seorang temanku bertanya. “ No, I’m fine but dead-tired”.jawabku singkat dan tanpa ekspresi. Yaa.. sepertinya aku hampir lupa cara tersenyum. Ada rasa sepi tanpa perhatiannya. Setiap kali ada sms aku masih berharap itu darinya. Tiap hari aku selalu mengecek inbox di e-mail ku, kalau saja ada balasan darinya. Aku berharap dia tetap akan memperhatikan ku selalu. Ya Allah.. aku harus yakin dengan keputusanku. Jika boleh aku meminta gantilah otak ini dengan otak yang lain agar memori tentangnya tak bersarang lagi.
Seminggu berlalu, ada sebuah surat ditujukan kepadaku. Benar-benar surat. Surat yang diantar oleh tukang pos. Di zaman modern seperti ini sudah lama sekali rasanya tidak menerima surat via pos. Ku baca pengirimnya : Oh God.. It’s from him. Cepat-cepat aku masuk kedalam kamarku. Dengan perasaan campur aduk kubuka surat itu dan ku baca.
Assalamualaikum wr.wb. Sang Diva yang Insya Allah Calon Bidadari Surga…
Sepertinya aku harus menelan pahit dari sebuah pengharapan. Aku mengerti dan menangkap maksud kata-katamu. Di saat aku berharap bahwa ukhti bisa menjadi labuhan terakhirku, ternyata perasaan kita tak sama. Ukhti nampak berbeda dalam pandanganku. Lembut, bersahaja, tak banyak omong dan truly very kind-hearted. Disaat banyak wanita yang berusaha dekat denganku dan mencari kesempatan untuk bersamaku. Dirimu tampak menjauh dan menghindar. Aku suka sifatmu yang pemalu. Cepat sekali menunduk jika tanpa sengaja bertemu mata. Ah.. dikau sungguh menggemaskan. Jika perasaan ini belum halal, mengapa tak mencoba menghalalkannya. Jika sekarang dirasa masih telalu dini. Tak boleh kah daku menunggu?. Tapi sudahlah.. sepertinya ukhti tak menyimpan perasaan apapun padaku. Sepertinya tak ada cinta untukku. Jika memang itu keinginan ukhti.. aku akan melupakan mu, mengahapus bayanganmu dalam memori ini. Meskipun itu dirasa berat, jangan khawatir aku tak akan mengganggumu lagi. Syukron. Wassalam..
Ya Allah.. dunia.. semua.. lihatlah diriku.. saat ini aku rasa tsunami tidak hanya terjadi di Aceh, tapi juga di sudut hatiku. Kembali rapuh, menangispun tak tertahan lagi. Wanita memang dianugerahi air mata oleh Allah untuk digunakan kapanpun dia mau. Jangan ragu Diva,, menangislah..!! jika memang engkau merasa perlu menangis,’kata hatiku seolah sedang memandangi dan menemani aku dalam keterpurukan. Oh..tidak akhi.. bukan tak ada cinta.. jika engkau melihat di sudut hati ini, masih ada cinta disana bahkan lebih dalam dari biasanya. Tapi aku ingin cinta yang halal. Cinta karena Allah hanya ada dalam pernikahan. Tapi aku hanyalah gadis 19 tahun. Masih terlalu dini. Jika diibaratkan puasa, maka waktu berbuka puasa itu masih lama. Aku harus sabar menunggu waktu itu tiba dengan terus menjaga hati agar tak bernoda. Seandainya aku gadis 21 tahun atau 22, maka akan aku terima tawaranmu. Sedangkan dirimu telah cukup umur untuk menikah. sudah mampu secara lahir dan bathin. Aku tak ingin menjadi penghalang dirimu untuk menyempurnakan separuh agamamu. Biarlah.. sepertinya inilah jalan terbaik buatku. Sakit.. sakit sekali keputusan ini. Sudut hatiku terasa berdarah, tersayat dan terluka parah. Inilah cerita seorang akhwat yang beranjak dewasa, mencari jati diri dan ingin menggapai ridho ALLAH. Tanpa disadari tanganku menorehkan puisi :
Kulepas dikau karena ku cinta
Kurelakan engkau menjauh
Menjauhlah tanpa berbalik arah
Kuingin engkau terbang tanpa batas
Tak perlu menoleh atau sekedar mengenang jalanmu
Di sini bukan tempatmu
Diriku bukan tempatmu berlabuh
Masih terlalu pagiku
Si burung pipit masih kecil
Untuk bisa terbang bersamamu
Biarkan ia belajar terbang
Ia masih butuh suapan
Dikau paksapun takkan merubah keadaan
Hingga pada saatnya nanti
Si burung kecil tumbuh besar
Menyusulmu.. suatu hari…
Diva.. kamu pasti bisa melewatinya…..
Tak terasa 3 tahun berselang setelah peristiwa itu. Kini aku telah bisa mandiri. Tetap sendiri dan berusaha istiqomah dengan pendirianku. Aku senang sebentar lagi aku akan menyelesaikan sekolahku. . Besar harapan aku akan segera bertemu jodoh yang dikirimkan Allah special untukku. Semoga dia adalah ikhwan yang soleh dan bijaksana. Mendung itu telah usai. Dunia nampak cerah sekali. Segala hal tentangnya telah aku buang jauh- jauh, aku musnahkan. Dan semuanya serba baru. E-mail baru, Id YM baru, No Hp. Baru dan semuanya aku ganti dengan yang baru agar ia tak bisa menghubungiku lagi ( ih.. ke geer an banget sih). Pagi itu menjelang subuh, saat aku sedang memainkan tuts keyboard menyelesaikan paper tugas kuliahku, sebuah sms kuterima. Dari siapa? Sepagi ini?. “Ass. Ukhti. Kaifa khaluk? afwan, ana dapat nomor anti dari temen. Denger2 bntr lg mo selesai ya kul- ny? Msh ad peluang?By akhi…. Masya Allah.. tak sanggup kubaca namanya. Apakah sesuatu akan dimulai lagi? Saat badai itu telah reda? Aku bingung bagaimana harus menjawab sms ini…. Pikiranku menerawang. Ya Rabb.. apa ini juga bagian dari jawaban do’aku? Bukankah sekarang aku gadis 21? Tiba-tiba ku ingat ta’aruf, khitbah, walimah…. Hah.. apa-apaan ini? ( Nia-dp.Llg.Apr.08 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar