Mencerna apa yang dimakan, menyaring menjadikannya nutrisi, nutrisi kehidupan^^v

Bismillah...proses belajar yang terus-menerus, seharusnya menjadikan diri semakin produktif, insya Alloh...

Minggu, 02 Mei 2010

"Mencintai Akhawat"

"Mencintai Akhawat"

“Saya rasa, mencintai akhawat bukanlah sebuah dosa.” Demikianlah salah satu topik ‘ota’ sore itu, dua orang ‘ikhwan’ sedang diskusi mengisi waktu luang mereka, walaupun seharusnya tidak ada istilah waktu luang bagi ikhwan. Imam Assyahid pernah berkata, kita adalah kaum yang senantiasa bergerak, nahnu qaumun amaliyyun. Dakwah ini hanya berlaku bagi ‘rijal’ yang senantiasa sibuk. Dengan kata lain, sang Imam menyatakan bahwa waktu luang bukanlah karakter generasi pendakwah, apalagi jika banyak menyia-nyiakan waktu. Akan tetapi sepertinya tidaklah mengapa bagi dua ikhwan tadi, disebabkan mereka tetap berdiskusi dalam koridor yang masih syar’i, ‘uud’ – ujung-ujungnya dakwah.



Dua ikhwan itu sewisma, sebut saja namanya Muslim dan Eko, atau juga boleh Adi atau Andi, terserah. Tapi kali ini kita pakai nama ‘samar-samar’ sebagai Eko dan Muslim. Kalimat paling atas, berada diantara tanda berkutip dua yang mengawali cerita ini adalah kalimat yang terlontar dari bibir Eko, menengahi topik yang sedang ‘hot’ mereka bicarakan. Simak kisahnya di lain waktu saja…

Menarik. Berbicara masalah cinta sering mengantarkan ketertarikan tersendiri bagi topik-topik ini. Ketika ada novel berjudul cinta, berduyun-duyunlah manusia membacanya. Ayat-ayat Cinta, novel yang begitu dahsyat bagi banyak manusia Indonesia, walaupun saya sendiri tak pernah membaca novel atau filmnya. Begitu juga dengan kisah-kisah lain yang tak kalah seru mengupas masalah cinta. Ada ustadz cinta, ada juga dokter cinta. Tak kalah kurang, preman cinta juga ada, mulai dari pencopet cinta hingga pembasmi cinta. Hingga muncul film kejamnya kekasih, kejamnya cinta kekasih. Sungguh beraneka. Semua terkemas dalam kata dasar berhuruf lima, CINTA. Al-Qur’an juga bercerita tentang cinta. Bahkan para ulama mengatakan Qur’an itulah ayat-ayat cinta Rabb.

Animo manusia ketika bersentuhan dengan cinta seakan menggendong mereka dan membawa mereka terbang ke angkasa dengan cita rasa yang tak mampu saya jelaskan dalam tulisan ini. Kali ini, ‘mencintai akhawat’ adalah salah satu kajian cinta. Akhawat, sebutan bagi aktivis Islam yang tertarbiyah dengan baik. Tiada ada kata lain yang mampu saya pahami tentang akhawat, biarlah pakar-pakar lain yang menjelaskannya dengan sempurna. Agar tak ada ‘fitnah’ bagi saya, karena sampai hari ini, sejauh kesadaran, saya tak pernah ‘bersentuhan’ dengan akhawat. Sehingga dengan demikian, kamus akhawat bagi saya sangat minim dalam ‘file program’ harian. Mudah-mudahan begitu…

Eko, seorang ikhwan dengan beraninya berucap ‘rasanya tak berdosalah bila mencintai akhawat, yang penting pandai menjaga’. Apanya yang dijaga? Eko, seakan-akan memberikan toleransi yang tak sedikit bila saja ada seorang ikhwan yang tertarik atau kagum pada akhawat selama di lokasi atau medan dakwah, sehingga muncul pembolehan terhadap istilah cinlok syar’i. Menurut hemat saya, ini tak perlu ditolerir. Ini adalah ancaman serius bagi dakwah. Ikhwan yang shalih yang betul-betul ikhlas lillahi ta’ala berdakwah, seharusnya meredam secara serius gejolak ketertarikan. Bila tak mampu maka rajinlah berpuasa. Sering-seringlah beristighfar. ‘Perasaan-perasaan’ itu datang bertubi ke dalam hati bila tak disalurkan ke ‘jalannya’.

Berinteraksi dengan akhawat bukanlah keharaman atau makar. Dakwah yang kita perjuangkan harusnya semakin kuat bila ditopang oleh ikhwan dan akhawat secara berjama’ah, bukan sebaliknya menjadi penghancur. Kehadiran akhawat dalam majlis-majlis bukanlah terlarang. Interaksi SMS atau telpon bukanlah kemungkaran yang wajib dibasmi. Jangan ‘gantung peci’ bila takut kena PMJ (Polutan Merah Jambu). Adalah sebuah pemikiran yang sesat bila seorang ikhwan tak mau ikut bergabung dalam kepengurusan atau kepanitiaan bila takut ‘kena akhwat’. Itu sesat! Karena kita harus menjadi generasi kebal di segala medan dan waktu.

Nah, tapi apa masalahnya? Begini…
Ketertarikan ikhwan dengan akhawat adalah kelumrahan, diibaratkan sebagai elektron dan proton yang saling berinteraksi. Dengan adanya sunnatullah seperti itu maka dibuatlah aturan-aturan ketat dalam hal pergaulan antara keduanya. Ketat, betul-betul harus ketat. Ini adalah syari’at Allah dan Rasul-Nya. Misal, ada ayat yang berbunyi ”fa idza saaltumuhunna mata’an, fas aluhunna min waraai hijab” (Ketika engkau meminta suatu keperluan terhadap mereka (akhwat non mahram), maka hendaklah engkau memintanya dari balik hijab. Para ulama menjelaskan tentang kaidah ‘meimita keperluan’ dalam arti interaksi. Hijab, adalah penghalang yang boleh berbentuk dua : konkrit visual dan abstrak psikis (hati). Kedua bentuk hijab tersebut wajib dipentingkan secara bersamaan, walaupun hijab hati adalah lebih utama bila keadaan mendesak atau dalam bahaya. Jangan terbalik.

“Rasanya, tak berdosa bila mencintai akhwat.” Ucapan Eko ini boleh jadi tak bermaksud membolehkan secara tak syar’i, akan tetapi menganjurkan agar ikhwan seharusnya menjatuhkan pilihan hatinya pada akhwat. Jadi, mungkin ini tafsiran yang lebih tepat sesuai kehendak hati akh Eko. Bila semua ‘nisab’ telah tercapai maka seharusnya ikhwan menjatuhkan pilihannya dengan seorang akhawat, bukan pada yang lain. Hmmm, sepertinya kajian yang terakhir inilah yang dimaksud dalam perbincangan panas sore itu. Sebuah tanya, “Apakah ikhwan hanya boleh memilih akhawat saja, sedangkan yang bukan (baca : belum) akhawat, tidak boleh?” Apakah ini adalah anjuran yang serius? Memang, banyak para pakar dakwah yang mendukung pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi sebuah pernyataan… Sedangkan menurut hemat saya, jodoh adalah di tangan Tuhan. Manusia boleh saja memberikan kriteria tapi itu bukan suatu paksaan yang dijadikan sebuah aturan atau hukum syariat baru. Akhawat atau perempuan biasa sama saja bila itu adalah takdir. Bila ada yang menyayangkan takdir maka itu sudah ‘kelewat’. Ketentuan manhaji yang hanya membolehkan ikhwan memilih akhwat saja adalah sebuah tindakan berlebih-lebihan. Berlebih-lebihan dalam hal ini adalah kesia-siaan yang boleh jadi mengundang fitnah besar bagi jamaah dan dakwah kelak. Bagi saya, yang penting dia itu muslimah, betul tak????? Namun pertimbangan prioritas boleh-boleh saja, bukan pembatasan!

Seharusnya juga, tak berdosa bila mencintai muslimah yang bukan aktivis, asal ia adalah muslimah dengan segala ciri mendasar yang dimilikinya : MUSLIMAH. Akidahnya harus kuat, bila belum maka kita perkuat. Akhlaknya harus lembut, selembut akhlaq istri Nabi, bila belum, maka wajar saja karena kita juga bukan seorang Nabi yang ma’shum.

Terakhir, mencintai itu bukanlah dosa, tapi penyaluran cinta itu harus tepat, bukan suatu yang keji dan dibenci Rabb. Cintailah sesuai aturan! Jangan terlalu berlama-lama di tepi sungai, nanti buaya datang melahap dagingmu, maka habislah kalau begitu jadinya. (Setelah membaca tuntas tulisan ini, mari segera beritighfar : Astaghfirullah. Boleh jadi di antara kita ada amanah yang terlalaikan karena berhenti sejenak menikmati tulisan ini, atau ada kewajian yang tertunda gara-gara membaca tulisan murahan ini. Kisah ‘cinta terlarang’ antara ikhwan akhwat adalah cerita murah, bagi saya tak kalah murah dengan koleksi komik di dalam lemari-lemari sebagian ikhwan atau akhwat. Hmmm, bagi pengoleksi komik Naruto dan sejenisnya, jangan marah ya. Ohya,, bila sangat perlu, tulisan ini seharusnya ditempatkan di tong-tong yang jauh dari hati bila banyak yang tersinggung atau kurang setuju. Lebih baik kita berdakwah, ‘action’, mengingatkan kembali binaan-binaan kita (baca : mutarabbi) tentang hakikat keimanan dan urgensi tarbiyah Islamiyah dalam kehidupan. Nah, itu jauh lebih penting, atau menikah sajalah jika tak mampu beristighfar lagi!!!). Kepada para sahabat, tolong diingat-ingat, kapan terakhir antum bertemu mutarabbi? Kapan pertemuan berikutnya? Apa materi yang akan antum berikan? Apakah informasi telah merata mereka terima? Bila tidak maka tolong ingatkan. Apa qadhaya terakhir mereka, solusinya bagaimana? Bagaimana pemerataan fikrah dalam kelompok binaan antum? Berapa orang yang sanggup antum bina tahun ini? Hasilnya tahun kemarin bagaimana? Kemajuan mereka seperti apa? Nah, seharusnya topik-topik itu yang paling utama dibahas… Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: