Mencerna apa yang dimakan, menyaring menjadikannya nutrisi, nutrisi kehidupan^^v

Bismillah...proses belajar yang terus-menerus, seharusnya menjadikan diri semakin produktif, insya Alloh...

Minggu, 02 Mei 2010

Istri Shalihah dan Sifat-sifatnya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:‎


فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ


‎“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada ‎dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (An-Nisa: 34)‎

Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat wanita shalihah adalah taat ‎kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang ma‘ruf6 lagi memelihara dirinya ‎ketika suaminya tidak berada di sampingnya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah berkata: “Tugas seorang ‎istri adalah menunaikan ketaatan kepada Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena ‎itulah Allah berfirman: “Wanita shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah ‎Subhanahu wa Ta’ala, “Lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat ‎kepada suami mereka bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.), dia ‎menjaga suaminya dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir ‎Rahman, hal.177)
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi permasalahan dengan istri-‎istrinya sampai beliau bersumpah tidak akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah ‎Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا‎ ‎مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ عَابِدَاتٍ‎ ‎سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا‎

‎“Jika sampai Nabi menceraikan kalian,7 mudah-mudahan Tuhannya akan memberi ganti ‎kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian, muslimat, mukminat, ‎qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari kalangan janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat istri yang shalihah yaitu:
a. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), tunduk ‎kepada perintah Allah ta‘ala dan perintah Rasul-Nya.
b. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan larangan Allah Subhanahu ‎wa Ta’ala
c. Qanitat: wanita-wanita yang taat
d. Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari dosa-dosa mereka, selalu kembali ‎kepada perintah (perkara yang ditetapkan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ‎walaupun harus meninggalkan apa yang disenangi oleh hawa nafsu mereka.
e. ‘Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa ‎Ta’ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang dimaksud dengan ibadah kepada ‎Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an adalah tauhid, kata Ibnu Abbas ‎radhiallahu ‘anhuma).
f. Saihat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir ‎Ibnu Katsir, 8/132)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ‎ ‎فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ‎ ‎مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ ‏الْجَنَّةِ شِئْتِ‎

‎“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga ‎kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ‎ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad 1/191, ‎dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661)
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa sifat istri ‎yang shalihah adalah sebagai berikut:
‎1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mempersembahkan ibadah hanya ‎kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.
‎2. Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus menerus dalam ketaatan ‎kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah seperti shalat, puasa, bersedekah, dan ‎selainnya. Membenarkan segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
‎3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan menjauhi sifat-sifat yang rendah.
‎4. Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaubat kepada-Nya sehingga ‎lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari ‎perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan membawa dosa seperti dusta, ghibah, ‎namimah, dan lainnya.
‎5. Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan dalam bermaksiat kepada Allah ‎Subhanahu wa Ta’ala dan melaksanakan hak-hak suami sebaik-baiknya.
‎6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya. Ia menjaga kehormatannya dari ‎tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang hendak melihat, atau dari telinga yang ‎hendak mendengar. Demikian juga menjaga anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini berdasarkan dalil-dalil yang ‎disebutkan setelahnya:
‎1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ‎ ‎الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ‎ ‎حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ ‏زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوقُ‎ ‎غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى‎

‎“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga ‎yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di ‎mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada ‎tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-‎Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al ‎Albani rahimahullah, no. 287)
‎2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, ‎tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
‎3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim ‎antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah ‎berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita ‎sedang duduk. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang ‎suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan ‎intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya ‎bersama suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) ‎pun menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-‎benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa ‎sallam bersabda:

فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ‎

‎“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti syaithan jantan yang ‎bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia ‎menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Adabuz ‎Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid (pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih ‎atau paling sedikit hasan)
‎4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila ‎suaminya memandang akan menyenangkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ‎bersabda:

أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ‎ ‎الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا أَمَرَهَا‎ ‎أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ‎

‎“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, ‎yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan ‎mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. ‎‎1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ‎ini shahih di atas syarat Muslim.”)
‎5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak ‎menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi ‎suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila ‎suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ‎

‎“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada (tidak sedang ‎bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR. Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
‎6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya, ‎karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Diperlihatkan neraka ‎kepadaku, ternyata aku dapati kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” ‎Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau ‎menjawab: “Mereka mengkufuri suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. ‎Seandainya salah seorang dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) ‎setahun penuh, kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) ‎niscaya dia berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR. Al-‎Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda:

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ‎

‎“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya ‎padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits ‎Ash-Shahihah no. 289)
‎7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya ‎tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya, karena ia tahu dan ‎takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى‎ ‎فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ‎ ‎سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى ‏عَنْهَا‎

‎“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil ‎istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka ‎terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR. Muslim no.1436)

إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ‎

‎“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan meninggalkan tempat tidur suaminya, ‎niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari ‎no. 5194 dan Muslim no. 1436)
Demikian yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan sifat-sifat istri shalihah, mudah-‎mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi taufik kepada kita agar dapat menjadi ‎wanita yang shalihah, amin.

‎1 Atau ia belajar agama namun tidak mengamalkannya
‎2 Tempat untuk bersenang-senang (Syarah Sunan An-Nasai oleh Al-Imam As-Sindi ‎rahimahullah, 6/69)
‎3 Karena keindahan dan kecantikannya secara dzahir atau karena bagusnya akhlaknya ‎secara batin atau karena dia senantiasa menyibukkan dirinya untuk taat dan bertakwa ‎kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ta‘liq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul ‎Baqi, Kitabun Nikah, bab Afdhalun Nisa, 1/596, ‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
‎4 Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
‎5 Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya (‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
‎6 Bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena tidak ada ketaatan ‎kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq.
‎7 Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui bahwasanya Nabi-Nya tidak akan ‎menceraikan istri-istrinya (ummahatul mukminin), akan tetapi Allah Subhanahu wa ‎Ta’ala mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang kekuasaan-Nya, bila sampai ‎Nabi menceraikan mereka, Dia akan menggantikan untuk beliau istri-istri yang lebih baik ‎daripada mereka dalam rangka menakuti-nakuti mereka. Ini merupakan pengabaran ‎tentang qudrah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ancaman untuk menakut-nakuti , bukan ‎berarti ada orang yang lebih baik daripadaistri-istri Nabi shahabat Nabi Shallallahu ‎‎’alaihi wa sallam (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/126) dan bukan berarti istri-istri beliau ‎tidak baik bahkan mereka adalah sebaik-baik wanita. Al-Qurthubi rahimahullah berkata: ‎‎“Permasalahan ini dibawa kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian istri ‎dalam ayat ini merupakan janji dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Nabi-Nya ‎Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seandainya beliau menceraikan mereka di dunia Allah ‎Subhanahu wa Ta’ala akan menikahkan beliau di akhirat dengan wanita-wanita yang ‎lebih baik daripada mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an, 18/127)

Wallahu ta’ala a’lam‎

Tidak ada komentar: